Dark
Light

Tips dari VC untuk Mereka yang Ingin dan Sedang Menjalankan Startup

2 mins read
November 16, 2020
Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe / Alpha JWC Ventures
Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe / Alpha JWC Ventures

Bagi mereka yang punya mental kewirausahaan, mendirikan startup digital adalah salah satu jalan yang menarik untuk dicoba. Terlebih ketika penetrasi internet dan ekonomi digital di negeri ini melaju cukup cepat.

Namun mendirikan dan menjalankan perusahaan rintisan bukan perkara mudah. Memilih vertikal yang tepat, membentuk visi yang kuat, menentukan model bisnis yang cocok dengan target pasar, hingga menghimpun pendanaan merupakan tahapan yang harus mereka lalui dengan seksama guna mencapai kesuksesan.

Di mata Jefrey Joe selaku Co-founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures, figur pendiri startup adalah salah satu faktor terpenting dalam bisnis startup. Ia menilai tugas founder sebuah startup sangat berat. Jefrey paham sulitnya peran founder sehingga ia tak pernah merekomendasikan mendirikan startup sebagai penghidupan.

Dalam #SelasaStartup kali ini Jefrey berbagi pandangan dan saran dari perspektif investor agar para founder startup dapat bersiap menjalani bisnisnya.

Tidak ada jaminan

Jefrey mengaku ada anggapan pihak pemodal ventura memiliki bias terhadap latar pendidikan. Eks COO Groupon itu menjelaskan faktor pendidikan penting bisa dipakai untuk mengukur seorang founder dapat menciptakan dan memimpin sebuah perusahaan besar. Namun ia menolak latar pendidikan founder akan jadi alasan utama sebuah startup dilirik oleh VC.

Secara keseluruhan faktor pendidikan, jaringan, rekam jejak, dan reputasi adalah kombinasi yang paling dilihat oleh investor. Jefrey menyebut akan selalu ada founder yang mendapat suntikan modal ketika mereka bahkan belum memiliki produk.

Founder jago teknis, enggak jamin sukses. Founder sekolahnya bagus, enggak jamin sukses. Pernah bikin startup, enggak jamin sukses. Semua itu digabung pun ga jamin juga. Makanya memang tidak gampang, tapi setidaknya semua kotak itu semakin banyak diceklis semakin besar kemungkinannya,” ucap Jefrey.

Dilema growth vs profit

Ada semacam pilihan yang cukup dilematis yang perlu dihadapi pendiri startup sebelum memulai perjalanannya: memilih pasar yang sudah besar atau masuk ke model bisnis yang unik? Tanpa ragu Jefrey menjawab akan memilih yang pertama.

Jefrey mencontohkan aplikasi telekonferensi Zoom yang kian populer sejak pandemi melanda dunia. Perusahaan itu mampu membuat teknologinya menjadi pilihan pasar setelah bersaing dengan banyak perusahaan di vertikal serupa. Situasi pandemi yang otomatis membesarkan jumlah pengguna keseluruhan aplikasi telekonferensi berhasil mereka manfaatkan dengan baik sehingga penggunanya terus tumbuh seiring waktu.

Itu sebabnya ia menilai memilih vertikal dengan pasar yang besar lebih penting ketimbang model bisnis yang unik. “Makanya penting market yang besar dulu karena dengan itu bisa kasih kesempatan lebih besar agar perusahaan jadi besar juga,” imbuhnya.

Namun jika ditarik lebih jauh antara prioritas mengejar pertumbuhan bisnis dahulu atau mengejar profit cepat, Jefrey tidak memilih keduanya. Menemukan unit economics yang tepat menurutnya lebih penting.

Jefrey menyarankan sebuah startup tidak perlu mengejar pertumbuhan besar terlebih dahulu jika belum ada unit economics, dan masih lama memperoleh laba, karena akan sangat berisiko.

“Ada skenario lain mungkin dengan model bisnis pertama enggak akan bisa making money tapi kalau sudah ada user yang banyak kita bisa monetisasi dari model bisnis kedua dan seterusnya. Kita harus mengerti kenapa harus tumbuh sambil bakar uang,” lengkap Jefrey.

Membuka komunikasi

Dalam situasi sulit ini ada banyak keputusan-keputusan sulit yang harus dibuat founder. Jefrey sebagai bagian dari VC pun maklum dengan situasi mereka. Itu sebabnya ia merasa founder bisa lebih aktif merangkul para investor untuk berdiskusi.

Jefrey mengaku timnya di Alpha JWC Ventures selalu terbuka untuk membantu mencarikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi founder. Ia menilai investor bukan sekadar pihak yang memberikan uang dan menuntut laporan saja. “Kita sangat welcome founder yang proaktif mengajak kita diskusi untuk cari solusi.”

Mati dengan cepat

Startup adalah bisnis penuh duri. Tak heran tingkat kegagalan startup mencapai 90%. Maka dari itu gagal menjalankan startup bukan sesuatu yang langka.

Jefrey pun mengamini hal itu. Ia menilai startup yang gagal bukanlah skenario terburuk. Namun kegagalan yang terjadi dalam waktu yang panjang dan perlahan merupakan mimpi buruk bagi founder mana pun.

Menurut Jefrey sebuah bisnis mati dalam waktu cepat dan ketika skala bisnis belum terlalu besar jauh dari kata buruk. Dari sana seorang founder justru bisa belajar lebih cepat dan melangkah ke depan dengan pivot atau bahkan dengan membuat startup baru.

“Tidak masalah gagal, tapi gagal yang benar,” pungkasnya.

adaptasi cloud
Previous Story

Adaptasi Cloud Bantu Startup Mengembangkan Inovasi Baru dengan Mudah

Next Story

Berkat EmuOS, Nostalgia Bersama Software dan Game Klasik Hanya Memerlukan Sebuah Browser

Latest from Blog

Don't Miss

Kiat Tepat Membangun “Growth” Bisnismu Melalui Pengembangan Produk

Banyak cara dilakukan untuk menarik dan meyakinkan orang agar membeli
Co-Founder UpBanx Wafa Taftazani, Hendri Wijaya, dan Alif Jafar Fatkhurrohman / Upbanx

Platform Fintech untuk Kreator UpBanx Raih Pendanaan 74 Miliar Rupiah, Klaim Valuasi Centaur di Tahun Pertama Beroperasi

Platform fintech UpBanx, yang bertujuan mengembangkan platform perbankan digital untuk