Dark
Light

Tiga Tahun JOOX di Indonesia, Mengambil Pelajaran dari “Kegagalan” Peluncuran WeChat

1 min read
May 11, 2018
Poshu Yeung, VP International Business Group Tencent / Tencent
Poshu Yeung, VP International Business Group Tencent / Tencent

Tiga tahun lalu Tencent memulai kehadiran JOOX di Indonesia sebagai usaha kedua memasuki pasar negara ini, setelah sebelumnya “gagal” dengan WeChat.  Kini bisa dibilang JOOX adalah layanan hiburan, tak hanya musik, terdepan. Survei DailySocial sendiri menyebutkan JOOX sebagai aplikasi streaming musik terpopuler di Indonesia pilihan responden.

Kami berkesempatan berbicang dengan Poshu Yeung, Vice President International Business Group Tencent, tentang kondisi JOOX saat ini, pengalaman yang diambil dari kegagalan peluncuran WeChat di Indonesia, dan bagaimana potensi pengembangan JOOX ke depannya.

Tim lokal

Menurut Poshu, saat ini praktis pesaing JOOX di Indonesia di sektor musik hanya Spotify, karena Apple Music terbatas digunakan oleh pengguna platform Apple. Dalam lingkup lebih besar, pesaing JOOX adalah YouTube sebagai sebuah platform hiburan. Dibanding Spotify, JOOX memiliki keunggulan karena memiliki tim lokal. Spotify sendiri memang hanya memiliki kantor regional di Singapura.

Poshu menegaskan JOOX bukan sekedar platform streaming musik, melainkan platform hiburan. Di dalamnya ada konten karaoke,  video, bahkan peer-to-peer. Saat ini jumlah pengguna berbayarnya sangat kecil jika dibandingkan pengguna layanan gratisnya. Menurut Poshu, konversi pembayaran untuk barang-barang digital secara umum di Indonesia kurang dari tiga persen. Meskipun demikian potensinya sangat menarik. Disebutkan secara rata-rata pendengar Indonesia mendengarkan musik 72 menit per hari.

Musik adalah model bisnis yang sulit

Poshu mengakui segmen musik adalah model bisnis yang sulit, karena struktur model bisnis yang sudah dibangun oleh perusahaan rekaman. Ia menyebutkan pihaknya akan terus mendorong pelanggan untuk menjadi pelanggan berbayar, karena mereka lebih aktif dalam menggunakan layanan. Meskipun demikian, menurutnya masih banyak hal yang bisa dilakukan.

[Baca juga: Online Music Streaming Survey in Indonesia – 2018]

“Kami rasa masih banyak yang kami bisa lakukan di sisi streaming bebas dalam bentuk uji coba berbagai model bisnis. Model bisnis di sini bukan berarti cuma sekedar iklan. Iklan hanya salah satu cara untuk memperoleh uang. Setelah tiga tahun, kami beruntung masih bisa bertahan hidup [sebagai layanan].”

Pelajaran dari kegagalan WeChat

Sebelum JOOX, Tencent sempat mengalami kegagalan ketika memasukkan WeChat ke Indonesia. Menurut Poshu, yang juga ikut terlibat membidani masuknya WeChat ke Indonesia, hal paling penting adalah pelokalan.

“Kami melokalkan banyak hal untuk produk internasional. JOOX adalah yang pertama buat kami benar-benar memiliki banyak mitra lokal, konten lokal, dan itu adalah hal yang membuat perbedaan.”

Meskipun demikian, tidak cuma soal isu lokal, Poshu menekankan juga pemahaman soal pasar. Pasar Indonesia tidak hanya soal Jakarta. Mereka juga ingin merengkuh pasar besar di luar Jakarta.

Application Information Will Show Up Here
Richard Fang, Founder and CEO of Moselo in the official launching / Moselo
Previous Story

Moselo’s Focus to Become a Creative Service Marketplace

Next Story

Opinion: Inside the book

Latest from Blog

Don't Miss

KRAFTON Perkenalkan Program Partner untuk PUBG

Belakangan, semakin banyak game yang mengadopsi program partner untuk mengembangkan

Turnamen Mobile Legends, AOV, dan PUBG Mobile Jadi yang Terpopuler di Desember 2022

Sepanjang 2022, ada banyak kompetisi Mobile Legends yang masuk dalam