Sebagai asosiasi yang menaungi industri e-commerce di Indonesia, idEA memiliki sejumlah rencana dan target yang ingin dicapai. Kepada DailySocial, Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengungkapkan, fokus utama idEA tahun ini bakal lebih meluas. Tidak hanya industri e-commerce, tetapi juga elemen pendukung yang dinilai relevan.
Salah satu target tentu saja membina hubungan baik dengan regulator, dalam hal ini pemerintah, terutama mereka yang kerap bersinggungan dengan industri. Hal ini termasuk membahas dan berdiskusi soal “perang harga” yang saat ini masih banyak terjadi di antara layanan e-commerce di Indonesia.
Fokus lain yang menjadi perhatian idEA adalah mencari solusi dan mengatasi masalah tenaga kerja digital serta menjadikan asosiasi sebagai wadah seluruh industri digital Indonesia. Terdapat sejumlah action plan untuk meningkatkan kemampuan talenta digital di Indonesia, termasuk melakukan startup mentoring dan perhitungan ideal gaji para pegawai atau salary benchmark.
Perluasan fokus ini adalah upaya idEA memfasilitasi semua bisnis ekonomi digital, bahkan di luar layanan e-commerce, termasuk sharing economy, on demand service, health technology, agriculture, internet of things, game, dan content.
Perubahan tersebut dianggap relevan dilakukan idEA untuk kebutuhan yang akan datang. Di kepengurusan kali ini, Asosiasi E-Commerce Indonesia memiliki visi mengakselerasi keberpihakan terhadap industri ekonomi digital.
Fokus yang terakhir adalah mengumpulkan data semua layanan e-commerce di Indonesia. Data tersebut nantinya bisa dimanfaatkan tidak hanya pihak asosiasi, tetapi juga pemerintah.
“Untuk rencana tersebut saat ini masih dalam proses. Dalam hal ini kami dari idEA dan dedicated resource dari pemerintah masih dalam tahap pembicaraan,” kata Untung yang baru saja mengundurkan dari posisi Country Manager rumah123.
Gelombang ketiga
Menurut riset yang dilakukan idEA, industri e-commerce di Indonesia saat ini sudah mulai memasuki gelombang ketiga atau third wave. Transisi ini sebelumnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2016. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan sejak gelombang pertama (sekitar tahun 2006-2012) dan gelombang kedua (sekitar tahun 2012-2016).
“Saat gelombang kedua isu e-commerce yang banyak dibicarakan adalah unicorn. Periode ini adalah periode di mana gampang sekali bikin startup. Kasarnya, almost any idea akan dapat pendanaan,” kata Untung.
Gelombang ketiga yang masih berjalan ini, menurut Untung, akan terlihat lebih sulit. Penyebabnya adalah perolehan funding yang lebih sulit, investor yang lebih teliti dalam memilih, hingga munculnya startup baru yang muncul dengan kategori lebih spesifik.
“Untuk itu isu yang harus diperhatikan adalah sustainability, karena mulai ada startup yang tutup, pivot, merger dan diakuisisi,” katanya.