Teknologi Big Data Analytics dewasa ini sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi tersebut, informasi yang dihasilkan dari mengolah data-data yang ada dapat dijadikan bahan rujukan dalam mengambil kebijakan dan strategi ke depan. Tapi, pertanyaannya adalah siapa saja yang berperan dalam mengembangkan ekosistem Big Data Analytics ini? Kami berbincang dengan President’s Distinguished Professor in Information Technology and Management at Babson College Thomas Hayes Davenport untuk meminta pendapatnya mengenai hal ini.
Thomas Hayes Davenport, seorang akademisi asal A.S. dan juga penulis yang mengkhususkan diri dalam bidang analisis, inovasi proses bisnis, dan manajemen pengetahuan, telah membantu ratusan perusahaan dalam merevitalisasi praktek manajemen mereka. Sebagai penulis, setidaknya 16 buku yang berhubungan dengan kompetisi analisis telah diterbitkannya dan lebih dari seratus artikel ilmiah universitas tulisannya dipublikasi. Media digital Ziff Davis pun menempatkannya sebagai salah satu dari empat pemimpin manajemen IT pada daftar “100 Orang Paling Berpengaruh di IT” mereka.
Dalam gelaran Big Data Week yang berlangsung pada tanggal 9-10 Maret lalu, sebagai pembicara, Davenport sempat menyinggung mengenai implikasi Big Data Analytics di Indonesia. Ia percaya bahwa Indonesia telah siap mengadopsi teknologi Big Data Analytics ini meskipun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ekosistemnya terbentuk.
Menurut Davenport setidaknya ada tiga hal yang diperlukan dalam membentuk ekosistem Big Data Analytics di Indonesia.
1. Pendidikan
Davenport menekankan bahwa untuk membentuk ekosistem yang baik harus diawali oleh pendidikan yang berkualitas, terutama dalam tingkat pendidikan lanjut seperti univesitas. Hal ini penting, karena Big Data Analytics membutuhkan para peneliti data yang ahli terutama di bidang matematika dan sains.
“Universitas perlu mengembangkan program pendidikan yang berkaitan dengan Big Data, sehingga dapat menelurkan para ahli di bidang Big Data.” ujarnya.
Davenport juga menambahkan, “Big Data Analytics ini sebenarnya lebih membutuhkan mereka yang ahli di bidang matematika dan sains dibandingkan dengan ahli IT.”
2. Dukungan Pemerintah
Selain pendidikan, dukungan dari pemerintah juga diperlukan, terutama untuk memunculkan industri-industri baru yang berfokus di bidang Big Data. Davenport sendiri optimis mengenai ini, karena menurut dia Presiden Indonesia Jokowi terlihat sangat memberikan dukungan untuk perkembangan bisnis di bidang teknologi pembaruan.
Davenport mengatakan, “Peran pemerintah juga diperlukan di sini dalam menyediakan program yang dapat memacu para entrepreneur untuk memulai bisnis (di bidang Big Data).”
3. Venture Capital
Hal terakhir yang tak kalah penting adalah peran investor. Meskipun saat ini ada banyak investor yang memberikan investasi bisnis di Indonesia, tetapi menurut Davenport masih belum ada pihak yang berfokus untuk memberikan investasinya dalam sektor Big Data terutama bagi para entrepreneur yang baru memulai.
“Di Indonesia sepertinya masih belum banyak tersedia venture capital yang berfokus memberikan investasi di bidang Big Data. Ini cukup disayangkan, pasalnya bisnis Big Data juga memerlukan investasi (yang tidak sedikit) untuk berkembang,” ujar Davenport.
Selain tiga hal tersebut, Davenport juga menyarankan untuk tidak tergesa-gesa dalam membuat aturan mengenai Big Data. “Teknologi Big Data ini masih baru bertumbuh di Indonesia, saya rasa terlalu cepat jika segera membuat aturan ketat mengenai ini karena bisa saja aturan itu malah menghambat laju pertumbuhan teknologi Big Data itu,” tandasnya.