Teknologi kecerdasan buatan atau AI kini semakin banyak digunakan oleh para pembuat konten digital. Platform newsletter Substack baru saja merilis hasil survei terhadap lebih dari 2.000 penulis dan kreator di platform mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa cara penulis menggunakan AI ternyata berbeda dari yang banyak orang bayangkan.
Siapa Saja yang Menggunakan AI?
Dari survei tersebut, hampir setengah penulis (45,4%) mengaku sudah menggunakan AI dalam pekerjaan mereka, sementara 52,6% belum menggunakannya. Sisanya masih ragu-ragu.
Penulis yang menggunakan AI umumnya berusia 45 tahun ke atas dan lebih banyak menulis tentang teknologi atau bisnis. Menariknya, pria lebih banyak menggunakan AI (55%) dibandingkan wanita (38%). Sebaliknya, wanita lebih banyak yang merasa khawatir dengan penggunaan AI.
Yang mengejutkan, tingkat pendapatan tidak mempengaruhi penggunaan AI. Baik penulis yang berpenghasilan kecil maupun besar, tingkat penggunaan AI mereka hampir sama.
Cara Penggunaan yang Berbeda dari Dugaan
Berlawanan dengan anggapan banyak orang, penulis tidak menggunakan AI untuk membuat artikel lengkap atau gambar secara otomatis. Mereka justru menggunakannya untuk membantu pekerjaan sehari-hari seperti mencari informasi, memperbaiki tulisan, dan meningkatkan produktivitas.
Ketika mereka memang menggunakan AI untuk membuat konten, pembuatan gambar adalah yang paling sering dilakukan (41% pengguna).
Penggunaan AI cukup beragam dan kreatif. Ada yang menggunakannya untuk merangkum dokumen penting, menganalisis data, mengoptimalkan artikel agar mudah ditemukan di mesin pencari, bahkan sebagai konsultan bisnis virtual.
Yang paling menarik adalah cerita dari penulis yang memiliki keterbatasan fisik. Mereka menjelaskan bagaimana AI sangat membantu mengatasi kesulitan akibat ADHD, disleksia, atau gangguan penglihatan. “AI seperti asisten pribadi yang memahami cara kerja pikiran saya,” kata seorang penulis dengan ADHD.
Fungsi terjemahan juga cukup populer. Hampir 17% pengguna AI menggunakannya untuk menerjemahkan tulisan, audio, dan video ke berbagai bahasa.
Platform AI yang Paling Banyak Digunakan
ChatGPT masih menjadi pilihan utama dengan 8 dari 10 pengguna AI menggunakannya. Urutan berikutnya adalah Claude (28,2%) dan Grammarly (27,9%). Platform khusus untuk membuat gambar dan video seperti Midjourney masih jarang digunakan (8,1%).
Banyak penulis juga menyebut Perplexity sebagai mesin pencari berbasis AI yang mereka sukai untuk keperluan riset.
Pandangan yang Terbagi Dua
Sikap terhadap AI sangat berbeda antara yang sudah menggunakan dan yang belum. Pengguna AI cenderung optimis dan melihat banyak peluang untuk berkreasi. Sebaliknya, yang belum menggunakan lebih khawatir akan dampak buruknya.
Bukti komitmen pengguna AI cukup mengejutkan: ketika ditanya berapa biaya yang bersedia mereka bayar jika akses AI mereka hilang, rata-rata jawaban mencapai $140 per bulan.
Namun, lebih dari setengah pengguna AI tetap memiliki kekhawatiran. Mereka takut kehilangan ciri khas tulisan mereka. “Yang saya takutkan adalah hilangnya gaya menulis saya. Pembaca berlangganan karena cara saya menulis, bukan cara mesin menulis,” ungkap seorang penulis newsletter.
Masalah Etika yang Rumit
Aspek etika menjadi pembahasan paling sensitif dalam survei ini. Masalah utamanya adalah transparansi data yang digunakan untuk melatih AI dan kemungkinan pelanggaran hak cipta. “Tulisan saya sudah dipakai untuk melatih AI tanpa izin. Ini sama saja dengan mencuri,” keluh seorang novelis.
Bagi penulis yang menolak menggunakan AI, 75% menyebut masalah etika sebagai alasan utama. Mereka juga khawatir akan kehilangan kemampuan berkreasi karena terlalu bergantung pada AI.
“Kreativitas harus terus diasah. Kalau semua diserahkan ke AI, lama-lama kita tidak bisa berpikir kreatif lagi,” tegas seorang penulis.
Prediksi Masa Depan
Salah satu peserta survei memberikan gambaran masa depan yang menarik: “Zaman baru sudah dimulai. Konten buatan manusia akan menjadi barang premium. Channel YouTube tanpa identitas jelas dan artikel blog buatan AI bermunculan tanpa pemberitahuan. Ini baru permulaan.”
Kemungkinan besar, perkembangan AI di dunia penulisan tidak akan berbentuk persaingan langsung antara manusia dan mesin. Justru akan terbentuk kerja sama di mana setiap penulis menentukan sendiri sejauh mana mereka ingin menggunakan teknologi ini.
Kesimpulan
Survei Substack ini menunjukkan bahwa diskusi tentang AI dan kreativitas lebih rumit dari yang sering diperdebatkan. AI bukan ancaman yang akan menggantikan penulis, tapi juga bukan solusi ajaib untuk semua masalah dalam menulis.
Yang terpenting adalah transparansi dan pilihan pribadi. Penulis berhak menentukan apakah mereka ingin menggunakan AI dalam proses kreatif mereka atau tidak. Yang penting adalah pembaca tahu bagaimana konten yang mereka baca dibuat.
Di tengah perkembangan teknologi yang cepat, diskusi ini akan terus berlanjut. Yang bisa kita lakukan adalah tetap berpikir kritis dan bijak dalam menyikapi setiap perkembangan baru.
Berdasarkan laporan resmi Substack yang mensurvei lebih dari 2.000 penulis di platform mereka. Laporan bisa dibaca di sini.
Disclosure: Artikel ditulis dengan bantuan AI dan dalam pengawasan editor. Gambar header dibuat menggunakan Gemini AI.