Arikel seri sebelumnya telah membahas tentang Product Management dan Product-Market Fit untuk menemukan sekaligus memvalidasi tipikal produk yang tepat. Sedikit mengulas kembali, bahwa simpulan definisi produk adalah solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah. Pada seri ini, akan dibahas tentang bagaimana startup menguji solusi yang ditawarkan, sehingga mengetahui sejauh apa penerimaan masyarakat.
Teknik tersebut disebut dengan Minimum Viable Product (MVP). Sesuai namanya, MVP merupakan hasil pekerjaan paling minimalis yang dapat disajikan ke calon pengguna dengan tujuan mendapatkan banyak pelajaran ketertarikan dan masukan calon pengguna. Sederhananya seperti ini, sebut saja startup memiliki visi untuk mengembangkan produk ABC dengan fitur X, Y, Z. Startup hanya perlu meluncurkan X (dianggap sebagai fitur paling penting) untuk segera dikenalkan ke pasar.
Beberapa pertimbangan mendasar mengapa MVP diperlukan sebelum produk tersebut benar-benar dijadikan adalah untuk mengurangi risiko, meningkatkan kemungkinan untuk sukses, mendapatkan timbal balik lebih cepat, mengurangi kompleksitas hingga mengukur proses pengembangan.
Mulai mengembangkan MVP
MVP dibuat setelah startup benar-benar mengetahui visi produk yang akan dikembangkan, biasanya masih bersifat ide dan konseptual. Project Manager, membuat daftar fitur atau prioritas pengembangan sesuai dengan urgensinya. Hal pertama yang harus setelah ada daftar prioritas tersebut, lakukan penjajakan setiap fitur yang akan dikembangkan dengan mempertemukan antara asumsi dan risiko yang mungkin terjadi.
Sebagai contoh sebuah startup akan mengembangkan sebuah platform mobile untuk pembelajaran jarak jauh. Salah satu fitur di dalamnya ialah adanya konten interaktif untuk pembelajaran siswa secara mandiri. Asumsinya dengan adanya konten tersebut siswa tidak bergantung dengan guru dan memiliki semangat belajar yang tinggi. Dan risikonya adalah jika para siswa menanggap konten konvensional seperti buku lebih nyaman digunakan untuk belajar harian.
Namun itu masih sebatas estimasi, sehingga perlu dilakukan pengujian. Sebelum melakukan pengujian, pastikan startup telah mengidentifikasi variabel untuk memvalidasi keabsahan ide yang digagas. Paling mudah dengan menentukan faktor keberhasilan dengan angka numerik. Misalnya jika meneruskan contoh produk sebelumnya, validasinya bisa berupa: jika konten mendapatkan rating minimal 4 dari 80% pengguna maka dikatakan disukai.
Sehingga didapatkan formula sebagai berikut: Kami melihat <pengguna> memiliki <masalah yang <dihadapi>. Kami dapat membantu mereka dengan <solusi yang ditawarkan>. Kami tahu kami sedang mengerjakan hal yang benar jika <ukuran keberhasilan>.
Strategi implementasi MVP
Pada dasarnya MVP tidak harus berupa barang siap pakai atau aplikasi prototipe yang dapat dioperasikan –walaupun jika memungkinkan cenderung akan lebih baik dalam memberikan gambaran kepada konsumen. Dalam konsep pengembangan produk sejauh ini dikenal beberapa tipe implementasi populer penyampaian MVP, di antaranya:
- Concierge
- Wizard of Oz
- Landing Pages
- Videos
- Crowdfunding
- Single Feature MVP
- Paper Prototypes
- Customer Interviews
Dari beberapa bentuk implementasi MVP di atas, penggunaannya sangat bergantung dengan karakteristik produk yang ingin diperkenalkan dan disampaikan ke calon pengguna. Untuk format video misalnya, dapat digunakan untuk menjelaskan sebuah konsep yang cenderung sulit dipahami oleh pengguna, bisa jadi karena itu adalah hal yang baru. Video yang dibuat harus menggambarkan antarmuka yang mirip dengan konsep produk yang dikembangkan. Contoh startup populer yang menggunakan model ini dalam MVP adalah Dropbox.
Kemudian Landing Page atau sebuah halaman website tunggal untuk memberikan penjelasan dan gambaran dari proof-of-concept dari produk. Selain informasi produk secara umum, di sini pengembang juga dapat memberikan kanal respons untuk mengetahui ketertarikan calon pengguna. Contoh startup yang mengimplementasikan model ini adalah Buffer. Mereka melihat ketertarikan pengguna dengan menambahkan sebuah kolom email untuk pemberitahuan ke calon pengguna ketika produk benar-benar siap untuk dicoba.
Tren yang ada saat ini adalah dengan meluncurkan fitur terbatas pada aplikasi. Seperti yang dilakukan Foursquare pada awal pengembangan. Ia hanya mengaktifkan sebuah fitur utama untuk mengeliminasi kebingungan pengguna sekaligus memfokuskan pengguna pada layanan utama yang mereka miliki, yakni check-in di suatu tempat.
Hasil akhir yang diharapkan dari proses ini ialah memberikan perspektif yang benar-benar baru bagi tim produk dari sisi konsumen yang akan menjadi pangsa pasar. Dari sini tim pengembang dapat bergerak lebih cepat, mengetahui secara eksplisit mengenai apa yang harus disesuaikan dan apa yang harus ditambah sesuai dengan masukan pengguna. Product Manager akan berperan sentral dalam proses MVP, untuk menentukan iterasi dan mengatur komunikasi dengan pengguna untuk memastikan masukan yang diberikan terjaring dengan baik.