Dark
Light

Tembus 60.000 Pengguna, Wooz.in Terus Berbenah

2 mins read
October 22, 2013

Wooz.in layanan yang menjembatani aktivitas offline dan online dengan metode pairing sosial media, berhasil menjaring 60 ribu anggota dalam waktu tiga tahun. Meski praktis melaju tanpa pesaing sejenis saat ini, manajemen Wooz.in sendiri mengaku segmen bisnis ini bukan tanpa kendala yang harus dipecahkan.

Wooz.in sendiri awalnya dibuat sebagai proyek teknologi oleh tim Think.Web, sebuah digital agency, diprakarsai oleh Ramya Prajna. Think.Web awalnya mencari cara baru untuk mengembangkan campaign untuk klien-kliennya, sehingga ide untuk Wooz.in dikembangkan menjadi sesuatu yang bisa ditawarkan kepada klien-klien Think.web.

Prinsip teknologi yang ditawarkan sederhana, yaitu mempergunakan teknologi RFID (Radio Frequency Identification). Teknologi semacam ini biasanya digunakan untuk kontrol akses, absen atau inventaris gudang, namun Wooz.in menyandingkannya dengan sosial media.

Wooz.in pertama kali diluncurkan saat Pesta Blogger 2010, tepatnya tanggal 30 Oktober 2010, sebagai bagian proyek dari Think.Web, dan didukung oleh Acer. Wooz.in menawarkan sebuah cara baru bagi peserta sebuah acara untuk berinteraksi dengan event dan brand, sekaligus memberikan sarana penyebaran ke sosial media dalam waktu bersamaan.

Caranya dengan menyandingkan akun sosial media (Facebook, Twitter, atau sosial media lain dengan Public API) ke dalam sebuah chip RFID. Chip RFID dapat berupa berbagai bentuk, kartu, gelang, gantungan kunci dan sebagainya. “Jadi, misalnya, ada 1,000 peserta sebuah event yang terlibat menggunakan Wooz.in, 1,000 orang tersebut akan mengirimkan tweet atau Facebook post soal event tersebut (tentunya dengan persetujuan peserta),” jelas Ario Swastanto Tamat, CEO Wooz.in.

Ario menjelaskan lebih lanjut, bahwa semenjak acara 2010 tersebut, Wooz.in, menjadi divisi independen dari Think.Web. Hingga saat ini belum mendirikan PT sendiri. Namun platform layanan Wooz.in sendiri telah melayani beberapa puluh brand, 100 acara dan menjaring 60 ribu anggota melalui berbagai ajang yang telah terselenggara.

Keuntungan yang ditawarkan kepada brand, jelas amplifikasi event mereka di sosial media yang terukur. Sedangkan bagi peserta, tersedia berbagai gimmick dan hadiah.

Adanya ‘pairing’ antara chip RFID dan akun sosial media juga dapat dijadikan dasar bagi brand untuk menghimpun database mengenai konsumennya. Brand dapat mendapatkan gambaran yang riil mengenai rentang umur peserta, gender, sampai hal-hal yang disukai oleh para peserta secara umum. Biar demikian Ario menjamin bahwa data pribadi rinci tidak pernah dibuka, kecuali data yang sudah disetujui peserta. Biasanya nama dan alamat email.

Teknologi database acquisition ini dijadikan dasar untuk perkembangan Wooz.in dalam menawarkan kekuatan yang sama kepada merchant dan UKM. Dengan begitu diharapkan supaya UKM ataupun merchant dapat menjalankan sistem membership dan loyalty secara efisien.

“Selain itu, platform teknologi ini juga sudah digunakan oleh beberapa klien di Singapura, Nigeria, dan Dubai untuk dijalankan di event dan program activation di sana,”sambung Ario.

Wooz.in sendiri memiliki tiga lini bisnis, yaitu events/activation, merchant, dan licensing. “Merchant masih dalam tahap pengembangan dan riset, dan licensing sudah berjalan, baik itu untuk klien dalam maupun luar negeri.”

Ario mengatakan untuk persaingan, di level global, belum ada pemain dominan untuk layanan seperti ini. Hal ini menurutnya disebabkan layanan seperti ini masih relatif baru dan penerapannya membutuhkan proses pembelajaran yang cukup panjang, baik dari sisi perusahaan maupun klien.

“Untuk bisnis merchant, yang sudah berjalan secara efektif adalah dengan Steak Holycow, dan sejauh ini mereka sangat puas dengan penggunaan teknologi Wooz.in. Sebab mereka dapat menghimpun customer database secara lebih efektif, dan memberikan loyalty rewards yang lebih terarah ke customer yang loyal ketimbang kepada quiz hunter,” papar Ario.

Terbilang masih sangat baru, Ario mengungkap penerapan teknologi bisnis merchant hingga saat ini masih dioptimalkan sebelum dibuka secara umum. “Untuk loyalitas pengguna, ini lebih tergantung ke program dari merchantnya sendiri; platform Wooz.in tugasnya mempermudah para merchant menampung dan mengukur aktivitas penggunanya.”

Dari pendanaan, pengembangan Wooz.in diawali subsidi dari Think.Web, dan setelah itu hidup dari proyek sendiri. Meski enggan mengungkapkan angka penghasilannya, Ario memastikan Wooz.in sudah bisa menghidupi diri sendiri dan menginvestasikan uang untuk riset tahap bisnis selanjutnya.

Kendala yang dihadapi bermacam-macam, mulai dari integrasi teknologi itu sendiri, menerapkannya ke lapangan, dan pengembangan selanjutnya. “Karena perusahaan seperti Wooz.in tidak banyak contohnya, dan hampir semua hal harus dicoba dan dikuasai sendiri.  Hal  ini yang mudah-mudahan akan membuat Wooz.in terus unggul dan terus berkembang.”

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

IndoTrading Dapatkan Investasi dari ReBright Partners, Siapkan Perluasan Operasi di Lima Kota Besar

Next Story

Toyota Menarik Kembali 870.000 Unit Mobil Karena Laba-Laba

Latest from Blog

Don't Miss

Mencermati Tempat NFT Di Industri Musik

Tak lama setelah lulus kuliah, saya sudah bekerja di industri
Meskipun platform streaming musik lokal masih sulit bersaing dengan platform global, podcast mungkin menjadi penentu masa depan platform musik.

Lagu Sendu untuk Aplikasi Streaming Musik Lokal

Peta persaingan aplikasi streaming musik di Indonesia hari ini ramai