Esports telah menjadi salah satu marketing tools yang efektif untuk memasarkan game ke berbagai khalayak belakangan ini. Apalagi untuk jenis game yang sifatnya kompetitif, seperti genre MOBA. Bahkan ada yang berpendapat bahwa jenis game tersebut terasa tidak lengkap, jika tidak ada esports yang membantu memupuk perkembangan game tersebut.
Kendati demikian, Super Evil Megacorp, pengembang yang pertama kali merilis MOBA untuk perangkat bergerak, kini memutuskan untuk tidak lagi mengembangkan esports Vainglory secara aktif. Dalam sebuah post ia mengatakan bahwa SEMC akan mengambil peran suportif atau hanya memberi dukungan saja di dalam scene esports Vainglory.
Lebih lanjut, dalam postingan blog resmi tersebut, SEMC mendorong penyelenggara pihak ketiga untuk tetap menyelenggarakan kompetisi Vainglory. Nantinya, SEMC akan memberikan dukungan apapun yang bisa diberikan kepada sang penyelenggara, sementara mereka akan memfokuskan diri untuk mengembangkan game Vainglory itu sendiri.
Kejadian ini mungkin bisa dibilang sebagai puncak dari rentetan kejadian tidak menguntungkan yang menimpa Super Evil Megacorp saat mengembangkan Vainglory. Dalam artikel Hybrid yang berjudul “Senjakala Esport Vainglory: Sang Pionir yang Kini Kian Tertinggal”, saya menjelaskan bagaimana perjalanan Vainglory mulai dari puncak masa kejayaannya, sampai memasuki masa-masa berat yang dialami setelah perilisan 5v5.
Vainglory memulai perjuangannya sebagai pionir yang menciptakan scene esports pada perangkat bergerak, namun kini jadi yang paling tertinggal di antara semua MOBA perangkat bergerak lainnya. Menanggapi hal ini, Herry “Herrboy” Sudharma yang dahulu sempat aktif di komunitas Vainglory Indonesia dengan menjadi caster dan bahkan sempat menjadi pemain, turut memberikan komentarnya.
“Jujur gue sendiri sangat sedih mendengar ini, karena Vainglory adalah game yang mengubah hidup gue. Jadi bisa kenal banyak orang mulai player Indonesia dan internasional, kenal dengan beberapa orang SEMC dan beberapa orang yang terlibat di belakang layar event esports. Terlebih juga karena Vainglory gue dapat kesempatan berkecimpung di dunia esports sebagai player dan caster. Gue cukup yakin ini adalah keputusan sulit yang harus diambil SEMC. Tapi yang gue yakin, ini adalah keputusan terbaik untuk saat ini, baik untuk SEMC ataupun para pro player” Jawab Herry sedikit sentimental dengan pengalamannya di scene esports Vainglory.
Lalu apakah dengan ketiadaan esports akan membuat Vainglory benar-benar menjadi dead game? Pendapat Herry senada dengan apa yang saya pikirkan, bahwa esports nyatanya hanyalah sebagian kecil dari game itu sendiri. “Banyak game yang bisa bertahan meski tanpa esports. Contohnya saja seperti Clash of Clans yang bertahan hanya karena dikelola dengan baik. Positifnya adalah, walau SEMC tidak lagi mengadakan esports, namun mereka tetap mendukung gelaran esports dari komunitas; yang harapannya akan menjaga para player Vainglory untuk tetap main. Lebih jauh, kalau melihat dari sekarang memang masa depan Vainglory jadi makin sulit mengingat genre MOBA kalah pamor dengan battle royale. Tapi gue yakin SEMC pasti punya strategi agar game ini bisa tetap survive di masa depan.”
Awal senjakala Vainglory adalah tahun 2018, ketika mereka merilis 5v5. Setelah itu, mereka cukup kewalahan untuk menyeimbangkan mode baru tersebut, sampai akhirnya memutuskan untuk memberikan kepercayaan esports Vainglory pada pihak ketiga. Transisi tersebut tidak berjalan dengan baik, sampai akhirnya SEMC memutuskan mundur perlahan dari aktivitas esports Vainglory. Kristian Segerstale, CEO SEMC, bahkan mengakui bahwa tahun 2018 adalah tahun yang berat bagi esports Vainglory. Ia mengatakan kepada The Esports Observer bahwa tahun 2018 sebagai “a painful year of adjustment” atau tahun transisi yang sangat berat.
Tumbangnya scene esports Vainglory memunculkan pertanyaan tersendiri bagi kita yang mungkin hanya bisa mengamati ekosistem esports. Jadi, apakah sebuah game harus ramai untuk menjadi esports, atau harus ada esports supaya game tersebut menjadi ramai?