Strategi Tencent Menjadi Perusahaan Terbesar di Industri Game Dunia

Tencent menjadi publisher terbesar di dunia dengan membeli saham dari developer-developer game ternama

Tencent kini menjadi publisher game terbesar di dunia. Padahal, game sebenarnya bukan bisnis utama Tencent. Konglomerasi asal Tiongkok itu memiliki bisnis di berbagai bidang, mulai dari hiburan -- yang mencakup game, televisi, komik -- media sosial, sampai e-commerce. Pada 2019, total pendapatan Tencent mencapai 377,8 miliar yuan (sekitar Rp856 triliun), naik 21 persen dari pendapatan mereka pada 2018. Pertanyaannya, bagaimana Tencent bisa menjadi publisher game paling besar di dunia?

Sejarah Tencent

Tencent didirikan oleh Ma Huateng -- yang akrab dengan panggilan Pony Ma -- bersama empat temannya pada 1998. Mereka meluncurkan produk pertama mereka pada 1999, berupa layanan instant messaging bernama OICQ, yang kemudian namanya diganti menjadi QQ. Satu tahun sejak diluncurkan, instant messaging buatan Tencent itu berhasil mendapatkan satu juta pengguna. Namun, ketika itu, Tencent masih belum mendapatkan untung. Mereka mendapatkan untung untuk pertama kalinya pada 2001, setelah peluncuran platform pengirim pesan Mobile QQ. Saat itu, mereka mendapatkan pemasukan sebesar US$5,9 juta dengna laba sebesar US$1,2 juta. Tiga tahun kemudian, pada 2004, Tencent menjadi perusahaan terbuka yang terdaftar di Hong Kong Stock Exchange.

Pada 2005, Tencent memperkenalkan Qzone, layanan jaringan sosial multimedia. Pony Ma memutuskan untuk mengizinkan developer lain untuk membuat aplikasi di Qzone. Lima tahun kemudian, pada 2010, Qzone menjadi platform jejaring sosial terbesar di Tiongkok dengan 492 juta pengguna aktif. Pada 2011, industri mobile mulai berkembang. Melihat ini sebagai kesempatan, Tencent meluncurkan WeChat. Pada awalnya, WeChat hanyalah aplikasi pengirim pesan, sama seperti WhatsApp atau LINE. Namun, Tencent terus menambahkan berbagai fitur baru ke aplikasi tersebut, mulai dari game sampai layanan pembayaran. Sekarang, WeChat menjadi aplikasi super yang tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari warga Tiongkok.

WeChat bahkan dilengkapi dengan game.

Valuasi Tencent sebagai perusahaan terus naik. Selama lima tahun, mulai 2011 sampai 2016, valuasi Tencent tumbuh 40 persen per tahun. Pada April 2017, mereka masuk ke dalam daftar 10 perusahaan yang paling bernilai di dunia, menurut laporan The Conversation.

Strategi Tencent di Industri Game

Tencent membuat divisi khusus gaming, Tencent Games, pada 2003. Satu tahun kemudian, mereka meluncurkan game untuk platform instant messaging mereka sendiri, QQ. Sejak saat itu, mereka meluncurkan sejumlah game lain untuk QQ, seperti Dungeon Fighter Online, sebuah game side-scrolling beat 'em up dan QQ Sanguo, game RPG yang mengambil setting waktu di Tiga Kerajaan di Tiongkok.

Selain membuat game sendiri, Tencent juga menjadi perusahaan yang menjembatani developer asing yang ingin masuk ke Tiongkok, negara dengan populasi terbesar. Misalnya, ketika Activision Blizzard (perusahaan asal Amerika Serikat) ingin meluncurkan game Call of Duty di Tiongkok, mereka harus menggandeng perusahaan lokal sebagai rekan. Inilah peran Tencent. Begitu juga ketika perusahaan kreator game lain -- seperti Riot Games, EA, Sony, dan Ubisoft -- ingin masuk ke pasar Tiongkok, mereka harus bekerja sama dengan perusahaan lokal Tiongkok. Biasanya, perusahaan tersebut adalah Tencent.

Usaha Tencent untuk mengembangkan bisnis game-nya tak berhenti sampai di situ. Mereka juga mulai melakukan akuisisi atau membeli saham dari sejumlah developer game ternama. Pada 2011, Tencent menghabiskan US$400 juta untuk membeli 93 persen saham dari Riot Games, developer League of Legends. Empat tahun kemudian, Tencent membeli 7 persen saham Riot yang tersisa. Dengan begitu, Riot Games sepenuhnya menjadi milik Tencent. Tidak heran jika Tencent membeli Riot, mengingat League of Legends adalah salah satu game PC terpopuler di dunia. Pada tahun 2019, 10 tahun setelah diluncurkan, League of Legends, masih bisa mendapatkan pemasukan sebesar US$1,5 miliar. Game MOBA tersebut juga merupakan salah satu game paling berpengaruh di ekosistem esports.

League of Legends Pro League telah kembali digelar. | Sumber: Riot Games

Menurut laporan PC Gamer, meskipun saham Riot dikuasai penuh oleh Tencent, Riot mendapatkan kebebasan penuh atas pengembangan League of Legends. Meskipun begitu, hubungan antara Riot dan Tencent juga tak selamanya berjalan mulus. Pada 2015, Tencent meminta Riot untuk membuat versi mobile dari League of Legends. Alasannya, karena ketika itu, mobile game tengah booming dan Tencent ingin memanfaatkan momentum tersebut. Riot menolak. Namun, Tencent tetap berkeras dan membuat mobile game MOBA bernama Honor of Kings. Inilah yang membuat hubungan mereka dengan Riot memburuk.

Ketika diluncurkan, game Honor of Kings hanya tersedia di Tiongkok. Pada 2017, Tencent meluncurkan Honor of Kings ke pasar internasional dengan nama Arena of Valor. Meskipun begitu, sekarang, Tencent tak lagi berusaha untuk memasarkan Arena of Valor di negara-negara Barat dan Riot telah setuju untuk membuat versi mobile dari League of Legends. Dan sekarang, hubungan Tencent dan Riot sudah kembali membaik.

Developer-Developer Game yang Dibeli Tencent

Dalam dunia investasi, ada pepatah untuk tidak menaruh semua telur Anda di satu keranjang. Tencent memahami ini. Karena itu, mereka tidak hanya berinvestasi di Riot. Mereka juga membeli saham dari sejumlah developer dari game populer lainnya.

Pada Juni 2012, Tencent membeli 40 persen saham Epic Games, developer Fortnite, senilai US$300 juta. Tak hanya modal, Tencent juga berbagi insight mereka tentang mengoperasikan game online. Dari Tencent, CEO dan pendiri Epic Games, Tim Sweeney belajar tentang model bisnis game as a service. Epic lalu mulai membuat Paragon dan Fortnite: Save the World. Kedua game itu dianggap gagal. Meskipun begitu, ini justru membuka kesempatan bagi Epic untuk meluncurkan Fortnite, game battle royale yang kini menjadi salah satu game paling populer di dunia. Pada 2018, Fortnite menghasilkan US$2,4 miliar. Pendapatan Fortnite mengalami penurunan pada 2019 menjadi US$1,8miliar. Meskipun begitu, game tersebut masih menjadi game gratis dengan penghasilan terbesar.

Tencent juga membeli saham dari Epic, developer Fortnite.

Setelah mendapatkan investasi dari Tencent, Epic juga mengubah bisnis model mereka untuk Unreal Engine 4, game engine buatan mereka. Mereka tak lagi memungut biaya berlangganan bulanan untuk pemakaian game engine tersebut. Sebagai gantinya, Epic menggunakan sistem royalti. Jadi, jumlah uang yang harus dibayarkan oleh developer yang menggunakan Unreal Engine tergantung dari kesuksesan game mereka. Memang, jika developer membuat game yang sukses, maka mereka harus membayar royalti yang lebih besar pada Epic. Namun, ini memudahkan developer indie untuk menggunakan Unreal Engine dalam mengembangkan game mereka. Selain itu, ini juga membuat persaingan antara Unreal dengan Unity -- yang saat itu dianggap sebagai game engine terbaik untuk developer indie -- menjadi semakin panas.

Fortnite bukan satu-satunya game battle royale yang sukses. Di Indonesia, para gamer lebih menyukai Player Unknown's Battleground buatan Bluehole. Menariknya, meskipun Tencent sudah menjadi investor dari Epic, mereka juga menanamkan modal di Bluehole. Lucunya, di Tiongkok, Tencent menjadi publisher untuk Fortnite dan PUBG. Tencent membeli 1,5 persen saham Bluehole pada 2017. Kemudian, mereka membeli lebih banyak saham dari Bluehole. Diperkirakan, total saham Bluehole yang dimiliki oleh Tencent kini mencapai 11,5 persen.

Tencent juga menanamkan investasi sebesar US$8,6 miliar di Supercell, developer asal Finlandia yang terkenal berkat beberapa mobile game-nya, seperti Clash of Clans, Clash Royale, dan Brawl Stars. Menurut PC Gamer, investasi Tencent di Supercell merupakan salah satu investasi terbesar di sejarah industri game. Namun, mengingat 60 persen dari total pendapatan Tencent pada 2018 berasal dari mobile game, tidak heran jika Tencent rela mengeluarkan uang besar demi membeli saham Supercell. Pada Oktober 2019, Tencent menjadi pemegang saham mayoritas dari konsorsium yang memiliki Supercell. Dengan begitu, Tencent memiliki kendali atas Supercell. Meskipun begitu, sama seperti Riot, Supercell juga tetap mendapatkan kebebasan dalam mengelola game buatan mereka.

Salah satu franchise di bawah Ubisoft adalah Assassin's Creed.

Selain itu, Tencent juga memiliki saham sebanyak lima persen di Ubisoft dan Activision Blizzard. Pada 2018, Vivendi ingin mengambil alih Ubisoft secara paksa (hostile takeover), yang berarti ribuan karyawan Ubisoft terancam dipecat. Ubisoft lalu membuat perjanjian dengan Vivendi untuk menjual saham mereka ke berbagai investor, termasuk Tencent. Namun, Tencent tidak bisa membeli saham kepemilikan atas Ubisoft. Selain mendapatkan saham minoritas di Ubisoft, Tencent juga mendapatkan hak untuk merilis game Ubisoft di Tiongkok.

Masih pada tahun 2018, Tencent membeli 80 persen saham dari Grinding Gear Games, developer yang membuat game Path of Exile. Ini sempat memunculkan kekhawatiran bahwa Tencent akan mengimplementasikan sistem microtransaction yang lebih agresif. Untungnya, ketakutan itu tidak menjadi nyata. Sama seperti developer lain yang sahamnya dibeli oleh Tencent, Grinding Gear Games bebas untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan pada game buatannya.

Tencent juga memiliki saham di Platinum Games dan Yager, meski tidak diketahui berapa banyak saham yang dipegang oleh konglomerasi Tiongkok tersebut. Selain itu, Tencent memiliki 9 persen saham di Frontier Developments, developer dari Elite Dangerous dan Planet Zoo. Setelah kesuksesan Warhammer 2: Vermintide, Tencent juga tertarik untuk membeli 36 persen saham dari sang developer, Fatshark. Salah satu investasi terbaru Tencent adalah pada Funcom. Mereka membeli 29 persen saham dari developer Conan Exiles tersebut. Belum lama ini, mereka juga mengumumkan rencana mereka untuk mengakuisisi Funcom sepenuhnya.

Tak hanya di  developer game, Tencent juga menanamkan saham di Kakao, perusahaan internet asal Korea Selatan. Tencent menguasai 13,5 persen saham dari Kakao, yang juga merupakan publisher PUBG di negara asalnya. Pada 2018, Discord mendapatkan kucuran dana sebesar US$158 juta. Tencent merupakan salah satu investor yang turut serta dalam pengumpulan dana itu. Sayangnya, tidak diketahui berapa banyak dana yang Tencent kucurkan.

Laporan Keuangan Terbaru Tencent

Dalam daftar 2000 perusahaan terbesar dunia dari Forbes, Tencent duduk di peringkat 74 dengan kapitalisasi pasar (total nilai saham yang beredar) sebesar US$472,06 miliar. Sementara menurut Bloomberg, perusahaan Tiongkok itu memiliki lebih dari 62,8 ribu pekerja. Belum lama ini, Tencent juga mengeluarkan laporan keuangan mereka untuk Q4 2019. Pada Q4, Tencent mendapatkan pemasukan sebesar 105,8 miliar yuan (sekitar Rp240 triliun), naik 25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara total pendapatan untuk tahun 2019 mencapai 377,8 miliar yuan (sekitar Rp856 triliun), naik 21 persen dari pendapatan pada 2018.

Peacekeeper Elite adalah PUBG Mobile yang telah di-rebrand untuk Tiongkok.

Divisi gaming Tencent menyumbangkan 30,3 miliar yuan (sekitar Rp68,7 triliun). Angka ini naik 25 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan pendapatan tersebut didorong oleh kesuksesan mobile game, baik di pasar Tiongkok maupun di pasar internasional. Beberapa mobile game yang memberikan pemasukan paling besar antara lain Peacekeeper Elite, PUBG Mobile, dan juga game-game buatan Supercell. Sayangnya, pendapatan dari segmen game PC justru mengalami sedikit penurunan. Dalam laporan pada investornya, Tencent menjelaskan, tiga game yang membuat mereka sukses mengembangkan bisnis mereka di luar Tiongkok adalah PUBG Mobile, Call of Duty Mobile dan Teamfight Tactics.

"Pendapatan kami dari pasar game internasional naik lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya, memberikan kontribusi sebesar 23 persen pada total pendapatan untuk divisi game online untuk Q4 2019," tulis Tencent, seperti dikutip dari The Esports Observer. Selain itu, Tencent juga membanggakan fakta bahwa 5 dari 10 game dengan jumlah pengguna aktif harian paling banyak merupakan game buatan mereka.

Bisnis Tencent yang Lain

Selain gaming, Tencent juga memiliki beberapa divisi lain, termasuk hiburan yang mencakup seri TV dan film bioskop, komik, serta musik. Pada Januari 2020, Tencent membeli 10 persen saham dari Universal Music. Namun, dalam laporan keuangannya, Tencent mengatakan bahwa bisnis hiburan mereka mengalami perlambatan karena perubahan regulasi oleh pemerintah.

Ini menyebabkan mereka harus menunda beberapa seri TV. Meskipun begitu, mereka mengaku bahwa mereka masih menjadi pemimpin di industri hiburan. Sementara itu, jumlah pengguna WeChat juga masih terus bertambah. Total pengguna WeChat naik 6 persen menjadi 1,16 miliar orang. Sebagai perbandingan, Facebook memiliki total pengguna mencapai 2,5 miliar orang per Desember 2019.

"Kami mengalami perlambatan pertumbuhan jumlah pelanggan dan pemasukan untuk layanan video langganan kami pada 2019 jika dibandingkan dengan pada 2018. Penyebabnya adalah keterlambatan peluncuran sejumlah konten penting," tulis Tencent dalam pernyataan resmi, seperti dikutip dari Variety. "Namun, jumlah pelanggan berbayar Tencent Video kami mencapai 106 juta orang dan kami masih menjadi pemimpin industri berdasarkan kualitas konten, jumlah pengguna, dan dari segi finansial. Ini menekan kerugian operasional pada 2019 menjadi 3 mliiar yuan."

Tencent juga tak diam saja melihat pertumbuhan Bytedance, yang dikenal berkat aplikasi video pendeknya, TikTok. Untuk menyaingi Bytedance, Tencent fokus untuk mengembangkan aplikasi video pendeknya, Weishi. Jumlah pengguna aktif harian dari aplikasi tersebut naik 80 persen sementara jumlah video yang diunggah naik 70 persen pada Q4 2019.

Kesimpulan

Tencent sukses menjadi publisher terbesar di dunia meskipun mereka bukanlah perusahaan yang fokus pada bisnis gaming. Sampai sekarang, Tencent dikenal sebagai perusahaan teknologi dengan WeChat sebagai salah satu produk utamanya. Namun, sejak didirikan pada 2003, Tencent Games berhasil untuk memberikan kontribusi yang signifikan pada total pendapatan konglomerasi ini. Berbeda dengan perusahaan seperti Nintendo yang berusaha untuk membangun franchise dari nol, Tencent lebih memilih untuk membeli saham atau mengakuisisi developer dari game yang sudah terbukti populer. Menariknya, Tencent biasanya tidak banyak ikut campur dalam operasional perusahaan game yang mereka akuisisi.

Sumber header: The Register