Pemanfaatan teknologi diklaim menjadi pembeda Oyo dengan pemain jaringan hotel konvensional. Diklaim kombinasi antara teknologi dan tim terbaik mampu membuat Oyo mentransformasi satu properti dalam satu hari.
Country Head Oyo Indonesia Rishabh Gupta menjelaskan, setidaknya ada lebih dari 20 inovasi teknologi yang sudah dikembangkan Oyo baik secara global, maupun spesifik untuk melayani Indonesia saja. Salah satu inovasi teranyar yang dikhususkan buat Indonesia adalah sistem back end untuk merekap laporan keuangan per bulan.
Di situ, Oyo membuat semua status pembayaran yang dilakukan konsumen dari berbagai kanal distribusi OTA di dalam satu berkas dokumen dikirim secara rutin ke email mereka. Pemilik properti dapat melihat dari mana saja booking dilakukan, metode pembayaran yang dipakai, hingga komisi yang diberikan untuk Oyo dan sebagainya.
“Indonesia punya metode pembayaran yang berbagai macam, sehingga kami perlu kustomisasi sendiri. Jadi semua kalkulasi sudah dilakukan Oyo lewat sistem, pemilik properti hanya cukup melihat rekapnya saja. Pendapatan dan keuntungan yang mereka dapat tiap bulannya dari Oyo,” terang Rishabh kepada DailySocial.
Kelebihan ini diberikan lantaran mayoritas pemilik properti yang “menitipkan” asetnya ke Oyo bukan menjadikan hotel sebagai bisnis utamanya, sehingga keahlian mereka bukan dalam hal manajemen hotel.
Dari sisi aplikasi, Oyo menawarkan solusi untuk pelanggan, pemilik hotel, dan karyawannya. Misalnya aplikasi untuk manajer properti yang berguna untuk mengelola operasional harian properti secara menyeluruh, termasuk pemesanan kamar, jalur penjualan, permintaan pelanggan, housekeeping, dan pengelolaan keuangan.
Berikutnya aplikasi Oyo Captain untuk mengaudit hotel Oyo dan manajer BD Oyo menggunakan input yang diaktifkan AI pada aplikasi Orbis untuk menampilkan properti dan hotel baru. Oyo Captain adalah sebutan manajer hotel yang ditempatkan Oyo untuk memantau operasional harian hotel secara langsung.
Pemilik properti juga dibekali aplikasi untuk mengontrol arus kas, kinerja bisnis, perkembangan harga, ulasan, dan rekomendasi pelanggan. Juga aplikasi khusus untuk sistem pricing berdasarkan permintaan dan timing waktu, pemilik dapat menyesuaikannya sesuai kondisi tersebut agar tetap kompetitif.
Aplikasi Oyo untuk konsumen dibekali dengan algoritma berbasis AI untuk menemukan properti yang paling sesuai di lokasi terbaik dengan harga tepat. Tersedia pula bot untuk melayani permintaan konsumen. Keseluruhan teknologi ini diberikan pasca properti sudah masuk listing.
Sebelum masuk ke listing, tim Oyo dibantu oleh teknologi lainnya seperti Oyo Optimus yang berbentuk aplikasi untuk memahami kebutuhan transformasi sebuah properti sembari menghitung estimasi biaya. Serta memungkinkan semua pihak termasuk pemilik aset untuk memonitor proses transformasi yang berlangsung.
Tersedia pula pendekatan desain berbasis AI untuk mengevaluasi kritik dan saran dari konsumen, sekaligus mengidentifikasi preferensi desain mereka. Di samping itu, memprediksi Oyo saat renovasi menyeluruh selagi melakukan peningkatan terhadap infrastruktur yang telah ada. Tujuannya untuk mengurangi biaya dan waktu yang harus dikeluarkan.
Rishabh menambahkan, dengan dibantu teknologi di atas, tim Oyo yang bergerak di teknik sipil mampu menetapkan standar baru dalam mentransformasi dan merenovasi properti dalam 14 hari, berbanding jauh dengan industri hingga 90 hari. Berdasarkan standar tersebut, perusahaan mengklaim mampu mentransformasikan lebih dari 70 hotel ke dalam jaringan Oyo tiap bulannya.
“Oyo memiliki 300 Oyopreneurs (karyawan) kualitas dunia yang dibantu oleh teknologi untuk mengubah properti dalam waktu singkat.”
Indonesia menjadi satu dari tiga negara, bersama Tiongkok dan Malaysia, yang menjadi fokus Oyo untuk merealisasikan penambahan secara kumulatif lebih dari 64 ribu setiap bulannya.
Rencana Oyo untuk Indonesia
Per April 2019, sebanyak 530 properti dengan 12.250 kamar di 52 kota telah bergabung ke dalam jaringan Oyo. Angka ini tumbuh pesat dibandingkan dengan Maret 2019 saja, terdapat 360 hotel di 40 kota yang tergabung. Saat pertama kali hadir di Indonesia pada Oktober 2018, Oyo hadir dengan 30 hotel dan 1.000 kamar di 3 kota.
Ambisi Oyo untuk hadir di 100 kota tahun ini ditargetkan segera tercapai melihat perkembangan yang pesat tersebut.
Seluruh properti tersebut merupakan hasil kemitraan dengan lebih dari 500 pemilik aset. Mereka datang dari berbagai kalangan, seperti perusahaan properti Adhi Persada dan HK Realtindo, dan pemilik properti pribadi dengan lebih dari satu aset.
“Awalnya pemilik properti baru coba satu aset untuk kita kelola. Lalu setelah melihat hasilnya, akhirnya mereka memutuskan untuk menambah sehingga sekarang jadi repeat consumer kami.”
Sejauh ini Rishabh enggan menjelaskan rencana perusahaan bersama Grab yang menyuntik US$100 juta (sekitar Rp1,5 triliun) ke perusahaan tahun lalu. “Belum ada update yang bisa saya bagikan terkait hal ini.”
Pun belum ada kabar lanjutan mengenai rencana Oyo menambah investasi khusus untuk Indonesia. Sebelumnya dikabarkan Oyo berinvestasi khusus untuk Indonesia, sebesar US$100 juta selama dua tahun, agar dapat hadir di 50 kota tahun ini.
Saat ini Oyo Indonesia telah merekrut 750 talenta lokal dari berbagai latar belakang yang ditempatkan ke seluruh Indonesia untuk mengelola properti. Perusahaan berkomitmen merekrut lebih banyak karyawan hingga 2020 mendatang demi memperkuat sektor perhotelan.
Tidak hanya menjual listing dari aplikasinya sendiri, Oyo memanfaatkan pemain OTA lain untuk memasarkan propertinya. Beberapa layanan OTA yang dimanfaatkan adalah Booking.com, Agoda, Tiket.com, Pegipegi, dan Traveloka.
Diklaim rerata tingkat hunian hotel mengalami kenaikan sampai 75% sejak pertama kali bergabung dengan jaringan Oyo.