Hingga tahun 2023 mendatang, Market Research Future memprediksi pasar platform ritel omnichannel global tumbuh hingga US$11,1 miliar. Dalam 2-3 tahun ke depan, faktor pendorong utamanya peningkatan adopsi layanan e-commerce dan meningkatnya penggunaan smartphone/tablet untuk transaksi jual-beli.
Menurut Chief Strategy Officer Bukalapak Teddy Oetomo, strategi omnichannel di layanan e-commerce dan marketplace dilakukan untuk membuahkan diversifikasi di berbagai lini produk dan program, baik secara online maupun offline.
“Kami ingin menyebut Bukalapak sebagai technology commerce, di mana seluruh kegiatan dagang di platform dan program yang dijalankan memanfaatkan teknologi inovatif sebagai akselerator bisnis para UKM. Namun yang terpenting adalah, apapun bentuknya, Bukalapak akan terus berkomitmen pada visinya menjadi perusahaan yang mampu memberdayakan UKM Indonesia dan penggerak perekonomian bangsa,” kata Teddy.
Salah satu contoh program online-to-offline mereka adalah Mitra Bukalapak. Perusahaan mencoba merangkul agen individual dan warung tradisional agar memanfaatkan teknologi dan fitur yang dimiliki Bukalapak, sehingga mereka mendapatkan nilai tambah.
Hal senada juga diungkapkan Head of Brand Tokopedia Nirmala Rahmawati, sesuai dengan DNA perusahaan yaitu “focus on consumer” diharapkan bisa memberikan pengalaman terbaik bagi lebih dari 90 juta pengguna bulanan aktif.
“Kami terus berupaya memahami masyarakat dalam menggunakan berbagai fitur dan layanan kami. Brand harus bisa menggunakan berbagai alat dan solusi untuk membangun pengalaman pelanggan yang mudah dan berkesan di berbagai platform.”
Strategi konten cross-channel
Seiring masifnya pemanfaatan teknologi, pasar global telah melihat perubahan besar dalam perilaku konsumen, termasuk Indonesia. Akibatnya, sebagian besar industri menghadapi tantangan baru untuk memenuhi tersebut. Kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda membutuhkan pendekatan dan perspektif kreatif baru untuk menyelesaikan masalah.
Strategi omnichannel juga sering dikaitkan dengan distribusi konten secara cross-channel demi meningkatkan pengalaman pengguna. Hal tersebut mencakup integrasi dari pesan yang ingin dikomunikasikan melalui medium digital dan non-digital.
“Dengan mempelajari perilaku konsumen berdasarkan analisis data menggunakan AI dan machine learning, kami dapat mempersonalisasi setiap pesan yang dikirim melalui berbagai kanal untuk memastikan relevansi bagi pengguna Tokopedia. Langkah ini sangat penting dalam menciptakan brand experience yang bermakna. Selain itu, informasi tersebut juga membantu kami menyampaikan berbagai pesan lewat beragam kanal yang sesuai dengan preferensi pengguna kami, sehingga kami dapat mengubah perilaku konsumen untuk melakukan pembelian lewat platform Tokopedia,” kata Nirmala.
Saat ini Tokopedia mengklaim telah memiliki lebih dari 250 juta produk terdaftar dengan harga transparan yang dipasarkan oleh lebih dari 7,2 juta pedagang. Selain itu, mereka juga memiliki 35 produk digital yang melayani berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia. Dengan begitu banyak produk dan fitur yang tersedia di Tokopedia untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan konsumen, maka diperlukan pengalaman omnichannel yang semulus mungkin.
Menurut Business Delopment Manager MoEngage Divya Jagwani, brick and mortar telah menjadi pelopor untuk industri ritel sejak dulu, namun dalam beberapa tahun terakhir model pembelian telah bergeser untuk pengguna dan sekarang penjualan online nilainya setara atau bahkan lebih tinggi dibandingkan penjualan secara offline. Salah satu alasannya adalah, makin bertambahnya jumlah konsumen yang mencari kenyamanan sekaligus jaminan yang pasti atas produk yang mereka beli.
“Saya percaya untuk saat ini tidak ada banyak perbedaan di toko offline atau online. Harapan konsumen adalah agar toko offline bisa menjadi perpanjangan dari toko online yang menawarkan pengalaman yang sama kepada mereka di seluruh channel dan sebaliknya,” kata Divya.
Secara khusus pendekatan secara online bisa menargetkan konsumen yang tepat, sesuai dengan segmentasi dan produk yang ditawarkan oleh brand. Contohnya pada penempatan iklan digital seperti display dan video, serta penggunaan homepage banner di berbagai platform digital.
Di sisi lain pendekatan secara offline memungkinkan konsumen untuk melihat dan merasakan secara langsung barang yang menarik minat mereka. Contohnya adalah menggunakan iklan TV, beberapa penempatan billboard dan kegiatan pemasaran out-of-home lainnya seperti , seperti titik spot iklan di MRT Jakarta. Untuk itu dibutuhkan biaya yang cukup besar ketika strategi omnichannel mulai dilakukan.
“Poin yang paling penting untuk bisa dipahami oleh brand adalah, konsumen tidak melihat perbedaan antara situs, smartphone, toko offline, email atau SMS. Bagi mereka, penting bagi brand untuk mengenal mereka, tidak peduli channel apa atau cara komunikasi apa yang dipilih untuk bisa lebih personal. Dengan begitu banyaknya data yang dimiliki brand saat ini, mereka seharusnya tidak lagi memasarkan kepada pelanggan dengan mengirim buletin dan kampanye promosi biasa, tetapi menambah nilai pada kehidupan mereka sehari-hari melalui komunikasi di seluruh channel,” kata Divya.
Personalisasi dan penggunaan data
Personalisasi adalah jantung dan faktor penting dalam dunia digital saat ini. Dikenal sebagai “brand intimacy”, kemampuan untuk menghasilkan emosi positif dengan pelanggan diklaim bisa membantu brand mendorong penjualan dan loyalitas pelanggan.
Pada tahun ini diprediksi makin banyak brand yang mencoba untuk “memanusiakan” titik kontak di seluruh channel yang mereka miliki dengan tujuan membangun hubungan emosional yang kuat. Untuk itu bagi brand yang masih menjalankan bisnis secara konvensional sudah harus mulai mengadopsi teknologi, penjualan langsung ke konsumen dan meningkatkan hiper-personalisasi, analisis perilaku pelanggan, dan kemampuan pembelajaran mesin oleh AI.
“Kami berupaya melakukan personalisasi untuk setiap pengguna Tokopedia berdasarkan berbagai data yang kami kumpulkan saat pengguna berinteraksi dengan platform kami. Seluruh langkah ini kami lakukan dengan tujuan untuk membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan kami dan mempermudah masyarakat Indonesia untuk memulai dan menemukan apa pun lewat Tokopedia,” kata Nirmala.
Untuk itu penting bagi brand mulai mengelola dengan baik data yang mereka miliki, untuk mendorong kegiatan pemasaran secara digital. Data ini memungkinkan brand untuk membangun algoritma AI dan machine learning yang secara progresif mempelajari lebih lanjut tentang pengguna, menyajikan analisis yang bermakna dan dapat ditindaklanjuti untuk brand yang pada gilirannya bisa memberikan pengalaman pengguna secara personal.
“Penting untuk memahami data dikumpulkan. Tidak cukup hanya melacak data pengguna, tetapi menyusun dan menemukan wawasan yang bermakna serta dapat ditindaklanjuti. Penting bagi brand untuk kemudian menggunakan data ini untuk mencapai komunikasi dengan pelanggan pada waktu yang tepat, melalui channel yang tepat dengan pesan yang tepat untuk mereka,¨tutup Divya.