Digitalisasi industri kesehatan terus berlanjut dengan berbagai inovasi yang dihasilkan agar setiap orang punya akses yang sama untuk mendapatkan obat dan menjangkau dokter. Sensing Self menjadi salah satu pemain startup healthtech yang berkomitmen untuk mewujudkannya visi tersebut.
Startup ini berbasis di Singapura, didirikan tiga tahun lalu oleh pengusaha asal Indonesia bernama Santo Purnama dan Shripal Gandhi. Santo berlatar belakang ilmu komputer dan teknologi dari Purdue University dan Standford University. Sementara Shripal berlatar belakang teknik kimia dan biosains dari University of Mumbai dan University of California.
Mereka berdua menempatkan Sensing Self sebagai perusahaan yang fokus menciptakan alat tes kesehatan mandiri, agar setiap orang dapat mendeteksi kesehatannya sendiri dan mendapatkan pengobatan di tahap sedini mungkin.
“Tujuan utama kita ialah mendemokratiskan peralatan medis, sehingga dapat diuji sendiri di rumah dengan menggunakan mobile phone. Saat ini, apabila ada pasien di pelosok desa yang perlu tes air seni, dia mungkin perlu naik kendaraan 2-3 jam ke klinik terdekat yang mempunyai lab. Dan hasilnya harus ditunggu satu dua hari,” terang Santo kepada DailySocial, Kamis (2/4).
Ia melanjutkan, “Teknologi kami dapat memberikan kemudahan untuk tes air seni hanya dengan ponsel. Itulah salah satu misi kami.”
Sejauh ini perusahaan telah menciptakan aplikasi untuk deteksi sekaligus pencegahan diabetes atau keadaan pra-diabetes melalui ludah dan test air seni. Dalam lima menit, pengguna sudah mengetahui hasil sejauh mana level gula mereka. Harapannya dengan informasi ini, pengguna dapat memperhatikan gaya hidup mereka dari pola makan dan nutrisinya.
India menjadi negara yang disasar Sensing Self untuk produk tersebut. Di sana, test kit ini sudah dipakai untuk mendeteksi lebih dari 120 juta orang dewasa dan anak pra-diabetes dan 70 juta deteksi diabetes.
Di seluruh dunia, menurut data dari asosiasi dan federasi diabetes global, ada 750 juta orang memiliki kondisi pra-diabetes dan diabetes. Bagi sebagian besar negara, penyakit ini mengancam lebih banyak orang usia kerja dan anak-anak.
“Aplikasi untuk pengujian diabetes melalui ludah dan air seni masih belum masuk di Indonesia. Mengingat masalah Covid-19, kita akan lanjutkan usaha memasuki indonesia setelah pandemi berlalu.”
Produk berikutnya yang berhasil dirilis adalah alat tes mandiri untuk Covid-19. Alat tes ini memberikan hasil deteksi yang cepat dan akurat karena menggunakan analisis enzim. Memungkinkan setiap orang melakukan pengetesan di rumah masing-masing, dalam waktu 10 menit, dan harga terjangkau sekitar Rp160 ribu per unit.
Perusahaan juga mengantongi berbagai lisensi internasional dari Eropa (sertifikasi CE), India (disetujui oleh National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), dan Amerika Serikat. Khusus di AS, Food and Drug Administration (FDA) memberikan persetujuan dengan syarat penggunaan harus dilakukan di lembaga medis formal.
“Kehadiran alat tes mandiri ini dapat membantu pemerintah untuk menyediakan akses tes yang lebih aman, praktis, dan terjangkau. Ketika terdapat pasien positif, mereka dapat langsung melakukan isolasi mandiri ataupun mendapatkan perawatan di rumah sakit.”
“Dengan begitu, para tenaga medis bisa benar-benar memfokuskan diri untuk merawat pasien Covid-19 dengan gejala menengah-parah, alih-alih menghabiskan waktu untuk melakukan tes pada ribuan orang,” sambungnya.
Produk tersebut telah didistribusi India yang memesan jutaan unit. Dia mengaku ingin masuk ke Indonesia, namun masih terganjal persetujuan dari pihak berwenang. Harga yang dijual, menurutnya, adalah harga produksi, sebab menyimpan misi sosial untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa manusia.
“Kami telah mengirimkan alat tes ini untuk lembaga-lembaga riset ternama seperti Mayo Clinix, University of California, dan Chan Zuckerberg Biohub.”
Rencana perusahaan
Menurutnya, Sensing Self menyasar ke negara berkembang yang memiliki rasio antara peralatan medis yang rendah dan jumlah masyarakat yang banyak. India dan Indonesia adalah dua contoh negara yang mewakili kriteria tersebut. “Dan merekalah yang menjadi fokus kita.”
Lebih lanjut Santo enggan merinci kontribusi penjualan produk untuk perusahaan secara bisnis. Menurutnya, dia meyakini bahwa apa yang diberikan perusahaan adalah untuk memperbaiki hal-hal seputar kemanusiaan. “[sehingga] revenue dan profit akan datang sendirinya.”
Inovasi berikutnya yang sedang disiapkan perusahaan adalah alat test kit deteksi infeksi Covid-19 sedini mungkin dengan tes asam nukleat (nucleic acid test). Santo mengklaim hasil tes ini mampu mendeteksi dengan akurasi sampai 99% pada hari pertama mereka terpapar virus. Produk ini akan dirilis dalam waktu dekat.
Inovasi yang bergerak seputar Covid-19 dengan membuat alat rapid test mandiri sebenarnya juga dilakukan oleh East Ventures bersama jajaran portofolionya. Mereka berkolaborasi menggalang urun dana non profit dengan total target Rp10 miliar.
Dari anggaran tersebut, sebesar Rp9 miliar akan digunakan untuk mendukung Nusantics menyediakan 100 ribu test kit, dan sisanya untuk proyek whole gnome sequencing (memetakan mutase virus penyebab Covid-19 yang menyebar di Indonesia).
Proyek ini adalah bagian tugas Nusantics sebagai anggota Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC19) yang dibentuk BPPT.