Hiruk pikuk startup di Indonesia membawa rangkaian gerbong gerakan dan inovasi untuk membawa keadaan ekosistem startup lebih baik lagi. Tak hanya di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya pergerakan startup juga terjadi di Solo. Sekelompok pemuda di Solo beramai-ramai membuat sebuah perkumpulan, tempat kerja, dan tempat berdiskusi yang dinamakan Solocon Valley.
Solocon Valley sejatinya merupakan bentuk dari kesepakatan para penggerak startup di Kota Solo yang berkumpul dan akhirnya membentuk sebuah wadah untuk menampung para penggiat startup yang sebelumnya bergerak sendiri-sendiri dan terkesan underground. Gagasan Solocon Valley sendiri sudah dimulai semenjak Agustus 2015 silam dan baru muncul ke permukaan baru-baru ini.
Salah satu penggerak Solocon Valley dan juga penggiat startup asal Solo Pedi Marhaendra (Pendiri Seewa.id) menyebutkan bahwa Solocon Valley ini berada di daerah Mojosongo, kawasan kampus UNS (Universitas Sebelas Maret), kampus 2 ISI Surakarta dan technopark.
“Solocon Valley sendiri meskipun nama nya nyerempet dikit dengan kiblat dunia startup di Amerika sana (Silicon Valley), namun sebenarnya secara harfiah “Solo” adalah kota, “con” adalah kependekan dari conference atau pertemuan dan “Valley” adalah lembah. Meskipun Solo sendiri adalah lembah dari gunung Merapi dan gunung Lawu, secara spesifik lokasi kami juga merupakan lembahnya kota Solo, tepatnya di daerah Mojosongo, kawasan kampus UNS (Universitas Sebelas Maret), kampus 2 ISI Surakarta, dan technopark (pusat teknologi di kota Solo),” terang Pedi.
Penggiat startup Solo lainnya Soekma A Sulistyo (Soku – food commerce) menjelaskan bahwa Solocon Valley juga bisa disebut sebagai co-working space karena di sana terdapat fasilitas-fasilitas seperti meja, kursi, internet, dan juga minum yang tersedia secara gratis. Melengkapi penjelasan Soekma, Pedi menjelaskan bahwa selain co-working space, Solocon Valley juga bisa disebut sebagai sebuah ekosistem startup. Sebuah gerakan atau perkumpulan yang bertujuan untuk mengembangkan startup di kota Solo.
“Kami lebih senang jika disebut sebagai ekosistem startup, karena kalau di co-working space itu hanya startup yang terdaftar di program inkubasi atau akselerator saja yang bisa mengakses fasilitas itu. Sementara di sini tidak. Siapa pun bahkan bukan startupers atau yang baru mau belajar-belajar aja juga boleh kok kalau mau datang,” ungkap Pedi.
Solocon Valley yang masih dirintis ini mempunyai sebuah acara yang disebut dengan SelosoCon Valley Day, sebuah acara yang diadakan di hari Selasa (dalam bahasa Jawa Seloso) yang memungkinkan berkumpulnya para penggerak untuk belajar bersama-sama dengan mentor yang telah ditunjuk.
Hadirnya Solocon Valley ini diharapkan mampu melahirkan startup-startup berkualitas yang mampu bersaing di industri startup tanah air. Solo, begitu juga dengan kota-kota lainnya tentu mempunyai potensi yang sama dalam memenangi ekosistem startup Indonesia yang persaingannya masih terbuka lebar.