Dark
Light

[Simply Business] Belajar Untuk Belajar

2 mins read
May 8, 2013

Otak manusia diciptakan untuk menyerap begitu banyak informasi. Saya bukan neurobiologist seperti Amy Farah Fowler di The Big Bang Theory yang mempelajari bagaimana otak manusia bekerja. Saya hanya tertarik untuk melihat lagi pengalaman saya pribadi, bagaimana saya dulu belajar mengenai ilmu bisnis.

Satu hal yang saya sadari adalah, seiring berjalannya waktu, otak saya terus menyerap begitu banyak informasi setiap harinya. Apalagi di era sekarang, orang yang melek teknologi seperti saya dan Anda para pembaca pasti dibombardir oleh informasi baru lewat berbagai channel. Yang sangat terasa berkurang adalah kemampuan untuk recall informasi tersebut. Entah berapa kali saya lupa nama seseorang padahal saya ingat jelas hal apa yang pernah dia lakukan.

Konteks saya menulis artikel ini adalah, bahwa saya sangat percaya seorang pebisnis harus selalu belajar dan membuka pikiran akan hal-hal yang baru. Jika tidak, sebuah bisnis yang besar pun bisa menghilang karena tidak relevan lagi setelah bertemu perubahan. Masih ingat apa yang terjadi pada Kodak? Inspirasi semua artikel saya selalu datang dari pengalaman pribadi.

Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang teman lama, setelah kira-kira lima tahun tidak bertemu. Terakhir kali kami bertemu, kami bekerja di sebuah bank yang sama dengan pengetahuan yang kurang lebih sama dan network atau jaringan yang juga tidak jauh berbeda. Lima tahun kemudian, begitu jauh perbedaan pengetahuan kami. Kebetulan saat ini kami berdua terjun ke bisnis, dengan lini bisnis yang sangat berbeda.

Teman saya ini sekarang menjadi distributor pulsa sebuah perusahaan telekomunikasi yang memegang distribusi untuk lima kabupaten di Sumatera dan sedikit di area Jakarta. Sangat menarik belajar dari perjalanannya hingga saat ini. Satu pertanyaan pertama saya waktu kami bertemu adalah, bagaimana cara dia belajar mengenai industrinya, padahal dulu dia tidak tahu apa-apa tentang bisnis ini?

Salah satu jawabannya adalah, dia mencoba belajar dari orang-orang yang sudah lebih dulu terjun ke bisnis ini sebelumnya. Dari para distributor pulsa di daerah lain (sehingga mereka lebih terbuka karena bukan direct competitor), teman-teman di industri telekomunikasi, dan mereka yang ahli di bidang distribusi consumer goods. Tentu ini selain membaca berita tentang industri telekomunikasi, analisa para ahli dan hasil riset.

Tapi hal yang paling penting, pelajaran terbesar yang dia dapatkan adalah hal-hal yang baru dia ketahui pada saat mulai menjalankan bisnis. Hal-hal ini tidak dia dapatkan dari menggali ilmu ke para guru sebelum dia memulai. Skema distribusi yang berjalan di kota besar seperti Jakarta ternyata tidak bisa diimplementasikan mentah-mentah di daerah lain yang kepadatan penduduknya berbeda. Sistem insentif yang dia buat untuk tim collector-nya di lapangan adalah sesuatu yang sama sekali baru saat itu. Karakter suku juga ternyata menjadi sebuah hal baru yang menurutnya penting dalam pemilihan staff. Rasis? Mungkin kita melihatnya begitu. Tetapi fakta yang dia temukan adalah orang dari suku tertentu lebih siap untuk dikirim ke sebuah daerah baru dan merintis bisnis dibanding suku tertentu. Hey, whatever works for his business! Hal-hal seperti ini saya yakin tidak diajarkan di sekolah bisnis manapun, bahkan mungkin dihindari

Memang benar kata lean startup guru Steve Blank, “no business plan survives first contact with customer“. Sebelum memulai, percuma saja membuat segala macam business plan yang berisi terlalu banyak asumsi. Rencana bisnis terbaik adalah yang dimulai! Dan setelah memulai, selalu siap sedia untuk belajar sesuatu hal yang baru. Salah satu jalan terbaik untuk belajar mengenai sesuatu bisnis adalah denga bekerja di bidang itu. Saya mungkin tidak akan pernah terpikir untuk berinvestasi ke bisnis rintisan jika saya tidak bekerja di bidang microfinance dan sering bertemu dengan para pengusaha. Salah satu cara terbaik untuk belajar bagaimana sebuah startup beroperasi adalah dengan bekerja di sebuah perusahaan startup juga, seperti yang pernah ditulis Ryu Kawano Suliawan di artikel Dailysocial ini

It’s easy to follow Steve Jobs’ advice to stay hungry because it’s natural. But it takes a great man to stay foolish even though he is an expert.

Setelah 12 tahun berkecimpung di dunia perbankan, Dondi Hananto mendirikan Kinara Indonesia, sebuah inkubator bisnis di Indonesia yang memiliki visi untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu pendiri Wujudkan, sebuah platform crowdfunding untuk merealisasikan berbagai macam proyek kreatif di Indonesia. Anda dapat follow Dondi di Twitter, @dondihananto.

Previous Story

Menteri Perdagangan: Foxconn Akan Memulai Produksi di Indonesia Tahun Ini

Next Story

Pensiunnya Sir Alex Ferguson Ramaikan ‘Jagat Twitter’

Latest from Blog

Don't Miss

Pengembangan di sektor environmental impact di Indonesia butuh waktu lama sehingga berisiko terhadap komersialisasi produk dan investasi

Investor Tanggapi Kesenjangan Pendanaan Startup “Environmental Impact” di Indonesia

Industri startup Indonesia sebagian besar diisi model bisnis yang bersifat customer-centric. Terpopuler

Observing Vietnam as Indonesia’s Startup Destination for Expansion

The expansion success story is one of the benchmarks for