Dark
Light

Seputar Pemanfaatan Teknologi pada Layanan Kesehatan Gigi

2 mins read
July 2, 2020
Ilustrasi Konsultasi Online / Pexels
Ilustrasi Konsultasi Online / Pexels

Selama masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, layanan kesehatan berbasis online merupakan salah satu dari sejumlah layanan yang banyak diburu masyarakat di Indonesia. Layanan ini dinilai dapat membantu mengurangi penyebaran Covid-19 tanpa perlu bertatap muka.

Sebetulnya, sebelum penyebaran wabah Covid-19, startup di bidang kesehatan berbasis teknologi (healthtech) memang digadang bakal bersinar pada tahun ini.  Healthtech memampukan setiap stakeholder di dalamnya untuk menyediakan layanan kesehatan lebih mudah, cepat, dan terjangkau bagi pasien.

Pemanfaatan teknologi di bidang ini dianggap sangat dinantikan oleh banyak pihak, terutama bagi pasar yang memiliki keterbatasan akses pada layanan kesehatan.

Bicara healthtech, Chief Marketing Officer Rata Deviana Maria berbagi informasi menarik seputar pemanfaatan Artificial Technology (AI) pada jenis layanan ini. Simak selengkapnya pada sesi #SelasaStartup kali ini.

Pemanfaatan AI untuk decision-making

Rata merupakan contoh startup di bidang kesehatan yang memanfaatkan teknologi untuk menyediakan solusi permasalahan estetika gigi. Startup ini memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk menciptakan sebuah solusi terprediksi bagi pasiennya.

Pada kasus ini, AI dapat dimanfaatkan untuk mengolah dental record dan memperoleh sebuah hasil dari photo scan gigi pasien tentang bagaimana perawatan pasien selanjutnya.

“Teknologi yang kami gunakan bisa menghasilkan sebuah prediksi, misalnya berapa lama gigi pasien bisa rata kembali. Kami kan juga punya video pergerakan gigi pasien. Nah, teknologi ini dapat memudahkan dokter dan pasien untuk mengambil keputusan,” papar Deviana.

AI bantu untuk memilah kasus

Deviana mengakui bahwa implementasi AI di Indonesia belum secanggih di Tiongkok yang sudah diterapkan ke berbagai use case. Pada kesehatan gigi, pemanfaatan AI di Tiongkok sudah bisa digunakan untuk menghasilkan bentuk gigi yang sesuai dengan wajah pasien.

Bagi Deviana, adopsi AI di Indonesia memang masih sangat mendasar. Tak hanya menghasilkan prediksi, AI dinilai sangat membantu para dokter untuk memilah kasus.

Pada contoh berikut, AI dapat memudahkan dokter untuk menentukan apakah kasus pasien terkait dapat ditangani atau tidak. Pada kasus perataan gigi, AI dapat membantu untuk melihat bagaimana prosesnya untuk mencapai bentuk ideal.

“Misalnya, dokter ingin ingin menggerakkan gigi ke posisi ideal. AI akan mengolah data dan menghasilkan output apakah bisa atau tidak. Teknologi AI kan terus belajar dan semua hasilnya pasti memiliki batasan. Sebagai dokter, kami harus mencari cara lain,” tuturnya.

Peluang bisnis healthtech 

Secara umum, Deviana menilai bahwa layanan healthtech di Indonesia saat ini kebanyakan diisi oleh kesehatan umum (general health) yang sangat kuat pada layanan konsultasi online dan pemesanan obat. Misalnya, Halodoc dan Alodokter. Belum banyak yang mengarah yang pada layanan estetika gigi.

Menurutnya, selama lima tahun terakhir melakukan R&D, masyarakat Indonesia belum melek terhadap kesehatan gigi. Terlebih, selama ini masyarakat lebih banyak menggunakan perawatan saat sakit (sick care), bukan perawatan untuk menghindari penyakit (healthcare).

Maka itu, layanan ini dinilai dapat mendorong masyarakat untuk aware terhadap kesehatan karena lebih accessible berkat dukungan teknologi. “Apalagi pada situasi pandemi saat ini. Orang menjadi lebih sadar terhadap kesehatan. Health is something to invest on,” ungkapnya.

Peluang kolaborasi dengan pelaku healthtech lain

Sama halnya dengan startup lain, kolaborasi antar-pelaku bisnis healthtech juga sangat memungkinkan. Terutama bagi startup yang memiliki layanan niche, seperti Rata. Kolaborasi ini dapat saling mengisi dan memperkuat ekosistem layanan.

Layanan kesehatan umum dan pemesanan obat yang didominasi oleh Halodoc dan Alodokter memungkinkan terjadinya kolaborasi dengan layanan estetika gigi maupun wajah.

“Sejak awal introduce ke investor, kami memang tidak memosisikan diri sebagai penyedia layanan health care, tetapi direct-to-customer product untuk lifestyle and beauty. Dengan tren layanan gaya hidup dan kecantikan, tentu peluangnya juga semakin besar,” ujar Deviana.

Previous Story

Fitur Scan QR Code Akhirnya Tersedia di WhatsApp

Like Superstar battle
Next Story

Likee Superstar Battle Adu Tim Influencer Perempuan dengan Laki-Laki

Latest from Blog

Don't Miss

Perubahan Perilaku Gamers Selama Pandemi Menurut Data dari Unity

Ketika pandemi COVID-19 dimulai, banyak negara yang menetapkan lockdown. Pada

Kiat Tepat Membangun “Growth” Bisnismu Melalui Pengembangan Produk

Banyak cara dilakukan untuk menarik dan meyakinkan orang agar membeli