Perangkat AR dan VR kelas konsumen boleh dikatakan terlahir di saat yang hampir bersamaan. Palmer Luckey memamerkan purwarupa Oculus Rift di tahun 2011, lalu setahun setelahnya Google mengumumkan Glass ke publik. Namun cara kerja dan penyajian konten yang berbeda membuat laju pengembangan kedua teknologi cross reality ini tak sebanding. Kita tahu, adopsi produk AR lebih lambat dibandingkan VR.
Saat ini sebagian besar headset augmented reality ditujukan bagi kalangan enterprise. Namun satu perusahaan yang lama berkecimpung di ranah penyediaan perangkat komunikasi mencoba sesuatu yang berbeda. Di ajang MWC Shanghai bulan lalu, Vivo menyingkap head-mounted display AR pertamanya, Vivo AR Glass. Produsen asal Tiongkok itu merancangnya agar ia siap mendukung lima kegunaan: gaming, bekerja, ‘teater 5G’, serta mengenal wajah dan objek.
Versi purwarupa Vivo AR Glass mempunyai penampilan seperti versi besar kacamata hitam. Di sana ada tangkai dan frame yang tebal, terpasang ke bagian lensa transparan yang berfungsi pula sebagai display. Selain itu, terdapat dua buah modul kamera di sisi depannya. Dari keterangan The Verge, Vivo AR Glass ditopang olth kapabilitas pelacakan 6DoF. Itu berarti, HMD AR ini mampu mendeteksi enam gerakan di ruang tiga dimensi: maju-mundur, atas-bawah, kiri-kanan, pitch ke depan-belakang, roll ke kiri-kanan, dan menoleh (yaw) dari kanan ke kiri.
Untuk bekerja, unit prototype Vivo AR Glass mesti terhubung secara fisik ke smartphone via kabel. Dan ponsel pintarnya juga tidak sembarangan. Vivo AR Glass baru dapat beroperasi ketika disambungkan ke smartphone 5G buatan Vivo sendiri yang buat sementara belum memiliki nama. Saya menduga, proses pengolahan data bersandar pada handset, walaupun ada kemungkinan Vivo AR Glass juga menyimpan unit processing mandiri.
Begitu Vivo AR Glass mulai memproyeksikan konten, smartphone 5G tersebut akan berperan menjadi unit kendali. Dengannya, Anda dipersilakan memilih atau mengganti aplikasi/software. Ketika Anda memilih konten berupa game, handset punya fungsi sebagai ‘console-nya’; lalu saat opsi mobile office diaktifkan, input dapat dilakukan via smartphone lewat sistem keyboard virtual.
Saya pribadi penasaran dengan bagaimana Vivo AR Glass menyajikan ‘teater 5G’ atau istilah lain yang digunakan Vivo: video tiga dimensi berkualitas tinggi. Saya juga punya banyak pertanyaan terutama mengenai bagaimana perusahaan mengembangkan ekosistem kontennya.
Mengingat untuk sekarang status Vivo AR Glass masih berupa prototype, belum diketahui kapan perangkat ini akan dihadirkan sebagai produk konsumen dan berapa harganya. Vivo sendiri berniat buat melepas smartphone 5G-nya terlebih dulu, rencananya dilakukan di kuartal ketiga tahun ini.
Tambahan: PR Newswire. Gambar: Value Walk.