Bertujuan untuk membantu siswa lulusan SMA/K dan profesional yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Radyum Ikono (CEO) dan Muhammad Aziz (COO) kemudian mendirikan Schoters. Beroperasi sejak Januari 2019, platform edutech ini berbentuk marketplace yang memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk mendapatkan akses pendidikan di luar negeri.
“Saya melihat bahwa begitu banyak warga Indonesia dari pelajar SMA hingga profesional yang ingin kuliah ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Namun demikian, akses terhadap informasi dan persiapannya sangat terbatas. Kami kemudian mendirikan Schoters sebagai platform yang memberikan end-to-end solution untuk siapa pun yang ingin study abroad ke negara manapun,” kata Ikono.
Fitur-fitur yang ditawarkan pada platform Schoters adalah konsultasi pendaftaran kampus dan beasiswa, persiapan TOEFL/IELTS, persiapan tes seperti SAT/GRE/GMAT, layanan penerjemahan dokumen, kursus bahasa asing lainnya (Jerman, Jepang, Korea, Arab), hingga bantuan cicilan pembayaran uang kuliah. Schoters ingin agar masalah apapun yang dihadapi oleh calon siswa dapat dibantu untuk diatasi. Selain bisa diakses melalui situs web, Schoters memiliki aplikasi untuk platform Android.
“Model bisnis Schoters adalah marketplace yang melibatkan mitra yang memiliki keahlian dalam jasa-jasa yang spesifik. Schoters mengambil fee dari setiap transaksi yang dilakukan oleh siswa terhadap mitra tersebut,” kata Ikono.
Menjangkau seluruh kalangan
Disinggung apa yang membedakan Schoters dengan layanan serupa yang sudah hadir lebih dulu, Ikono menegaskan beberapa perusahaan pada sektor study abroad lainnya cenderung hanya menyentuh segmen menengah ke atas. Sehingga dipersepsikan bahwa kuliah ke luar negeri itu mahal dan hanya terjangkau untuk kalangan tertentu.
“Di Schoters, kami menyajikan alternatif layanan persiapan yang terjangkau, sehingga siapa pun bisa mewujudkan mimpinya untuk kuliah ke luar negeri. Selain itu, berbeda dengan Schoters yang sudah full online, beberapa perusahaan lain di sektor study abroad masih membuka kelas dan outreach konvensional berbasis offline (dengan cabang-cabang di kota besar),” kata Ikono.
Hingga saat ini Schoters telah memiliki lebih dari 200 ribu pengguna aktif, yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Schoters mencatat, banyak para siswa berasal dari kota-kota yang umumnya tidak dijangkau oleh penyedia layanan lainnya.
“Yang menyenangkan juga adalah ketika mereka mengikuti program Schoters dan akhirnya berhasil berangkat ke luar negeri untuk jenjang S1, S2 maupun S3. Saat ini Schoters telah membantu siswa mendapatkan ratusan acceptance pada kampus dan beasiswa di lebih dari 15 negara. Mulai dari Jepang, United Kingdom (UK), Australia, New Zealand, Korea, Tiongkok, Rusia, Belanda, Swiss, Thailand, Malaysia dan lain sebagainya,” kata Ikono.
Dalam waktu dekat, perusahaan berencana melakukan penggalangan dana untuk tahapan Pra- Seri A. Selama pandemi virus Covid-19 berlangsung saat ini, cukup mempengaruhi jalannya bisnis perusahaan. Namun Schoters mengklaim telah mengakalinya dengan strategi khusus.
“Dengan strategi marketing yang tepat, tim berhasil melakukan turnaround, yang justru uniknya banyak siswa yang datang dan ingin belajar di Schoters karena ingin mengisi waktu produktif selama masa bekerja dan belajar di rumah. Dapat dikatakan bahwa secara bisnis, tidak ada dampak negatif yang signifikan dari pandemi Covid-19 ini,” kata Ikono.