Tidak ada kisah sukses tanpa bumbu drama yang memilukan.
Mark Zuckerberg, Bill Gates hingga cerita hidup almarhum Steve Jobs membuktikan bahwa sesuatu yang besar selalu dimulai dari hal terkecil. Sang co-founder Android, Andy Rubin, juga mengalami hal yang sama. Namun kini sepertinya Andy bisa tertawa geli jika mengingat apa yang telah terjadi kurang lebih satu dekade lalu.
Diprakarsai oleh Andy Rubin, Rich Miner, Nick Sears dan Chris White, pada tahun 2003 mereka mencoba mengembangkan perangkat mobile cerdas yang mampu mengerti lokasi dan preferensi sang pemilik.
Awalnya kuartet ini bermaksud untuk mengembangkan sistem operasi canggih di dalam kamera digital. Namun ia sadar bahwa pasar digital kamera tidak sebesar smartphone, akhirnya ia merancang sesuatu untuk menandingi Symbian dan Windows Mobile yang ‘merajalela’ saat itu.
Info menarik: Bocoran Foto BlackBerry Z3 ‘Jakarta’
Sayangnya di tahun yang sama Rubin kehabisan uang. Sahabat dekatnya – yang kini menjabat sebagai CEO layanan gaming cloud OnLive – Steve Perlman bahkan sempat memberikannya bantuan uang sebesar US$ 10.000 di dalam amplop tapi menolak untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Dengan pengembangan software yang telah berjalan kurang lebih setahun, Rubin memutar otak agar proyek ini dapat bertahan hidup. Untuk itu, ia perlu ‘menjual’ Android ke perusahaan bermodal besar.
Ketika itu hampir semua orang tahu bahwa Samsung merupakan produsen ponsel terbesar di dunia. Butuh beberapa waktu hingga jajaran direksi Samsung setuju untuk mendengarkan presentasi para perancang Android. Dan akhirnya pada tahun 2005, tim berjumlah delapan orang yang dipimpin oleh Andy Rubin mengepak tas dan ransel mereka untuk terbang ke ibukota Korea, Seoul.
Dikelilingi oleh sekitar 20 orang petinggi Samsung, Rubin mempresentasikan ide revolusionernya tanpa gentar. Tapi bukannya mendapatkan respon positif ataupun pertanyaan-pertanyaan penuh antusiasme, para eksekutif Samsung melihat mereka dengan dingin.
Dan akhirnya mereka angkat bicara, “Kira-kira kekuatan ‘supranatural’ macam apa yang akan membantu Anda melangsungkan proyek ini? Anda hanya memiliki tim enam orang lagi. Apa Anda mabuk?”
Rubin menceritakan kembali pengalaman tak terlupakan itu, “Mereka benar-benar mentertawai kami di dalam ruang direksi.”
Info menarik: [Review] Samsung Galaxy Note Pro 12.2
Tapi sepertinya para dewa gadget dan gizmo yang mendiami semesta teknologi tanpa ujung mampu melihat potensi besar yang disimpan sistem operasi open source tersebut – bahkan di dalam kelamnya ruang rapat direksi Samsung. Tepat dua minggu kemudian Andy Rubin mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan sang CEO Google, Larry Page.
Setelah mendengarkan Rubin menjelaskan ide cemerlangnya, Page bukan hanya setuju untuk membantu keuangan Android, Google berniat untuk mengakuisisinya. Dan semenjak saat itu, kiblat dunia teknologi perlahan-lahan berubah.
Dua tahun setelahnya, Google dengan bangga memamerkan Android bersama dengan pendirian Open Handset Alliance. Saya penasaran apa yang para petinggi Samsung pikirkan ketika mereka sadar telah melakukan sebuah kesalahan besar…
Cerita ini tentunya menarik untuk dicermati, memang dalam dunia teknologi ‘kesalahan’ seperti ini kerap terjadi. Apa yang tampaknya mustahil, dimata perusahaan lain adalah merupakan permata yang menunggu untuk dipoles.
Cerita tentang penolakan Android yang didapatkan Samsung ini mereferensi pada sebuah buku berjudul Dogfight: How Apple and Google Went to War and Started a Revolution.
Uniknya, kini Samsung-lah yang tampak ‘gencar’ memaksimalkan fungsi sistem operasi tersebut. Dan Android jugalah yang berhasil membantu Samsung memperoleh kesuksesan seperti yang bisa kita lihat saat ini – ia merajai pasar ponsel di berbagai belahan dunia.
Tapi kita harus bersyukur Google mengusung konsep terbuka untuk sistem operasi Androi, karena mungkin jika Android dimiliki oleh Samsung, bisa jadi mereka tidak menerapkan hal yang sama. Dengan begitu ia tidak mungkin bisa sebesar sekarang.
Sumber artikel: Phone Arena. Sumber gambar header: Bild.de.