Menurut data Kementerian Perhubungan, total perjalanan di Jabodetabek sepanjang 2015 tercatat ada 47,5 juta perjalanan per hari. Sekitar 50 persen di antaranya merupakan perjalanan dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menuju Jakarta. Sementara itu, perjalanan di dalam Jakarta sendiri hanya 40 persen.
Pasar tersebut saat ini makin didominasi Grab dan Gojek, sementara di sisi lain pemain angkutan umum resmi terus tertinggal karena tidak ramah dengan teknologi.
Isu tersebut membuat terjadinya “perlawanan” dari pengemudi angkot yang masih kerap terjadi di lapangan. Tron (berasal dari kata Transportasi Online) menyadari permasalahan ini dengan merilis aplikasi ride sharing khusus untuk angkutan umum yang baru dirilis pada awal April 2019.
“Angkutan umum itu sudah ada tarif resmi, yang pasti lebih murah daripada bawa kendaraan pribadi. Kita mau menghidup mereka karena belum tersentuh digital sama sekali, secara regulasi pun jelas sekali. Mereka ada izin resmi,” terang CEO Tron David Santoso kepada DailySocial.
Tron merupakan produk PT Teknologi Olah Rancang Nusantara yang merupakan afiliasi Digiasia Bios. David sendiri sebelumnya adalah CFO PayPro. Untuk implementasinya, Tron menggandeng Via, perusahaan teknologi Amerika Serikat. Tidak ada saham Via yang ditempatkan ke perusahaan.
David menjelaskan, Via adalah mitra yang tepat untuk memodifikasi sistem transportasi umum dari sistem teregulasi dengan rute terjadwal menjadi angkutan yang sesuai permintaan dan dinamis. Via memiliki algoritma khusus untuk itu semua. Alhasil, konsumen bisa mendapat kepastian waktu tempuh, kapan supir sampai ke tujuan, dan sebagainya.
“Secara global, teknologi Tron itu sudah diakui. Mereka sudah beroperasi di lebih dari 60 kota di 15 negara. Kita mau masuk per kota karena petanya untuk masing-masing [trayek] itu berbeda sehingga butuh waktu untuk mengintegrasikannya ke Tron.”
Model bisnis Tron
David menjelaskan pengguna yang ingin menggunakan Tron cukup mengunduh aplikasi, kemudian menentukan lokasi penjemputan yang dilalui oleh angkutan tersebut atau menunggu di halte virtual yang telah ditentukan oleh Tron. Halte virtual ini bisa berupa lokasi yang umum dipakai pengemudi untuk menunggu dan mengangkut penumpang. Pengemudi akan menjemput sesuai titik penjemputan apabila ada konsumen yang melakukan permintaan.
Pengguna dapat memesan bangku lebih dari satu untuk rekan yang pergi bersama. Nanti Tron akan memberi rekomendasi moda transportasi yang sesuai dengan permintaan.
“Konsep ini kami sebut fleksibilitas yang terkontrol. Ada rute khusus yang dibuat untuk mendekatkan supir dengan penumpang di pemukiman. Jadi opsi ini hanya bisa dilalui supir apabila ada permintaan saja.”
Cara kerja supir pun akan jadi berubah. Mereka tidak perlu fokus mencari penumpang dengan berlama-lama mengetem di satu titik karena penumpang sudah pasti didapat lewat Tron. Mereka tidak lagi dikejar-kejar setoran, hanya perlu meningkatkan pelayanannya agar pengguna nyaman.
Saat ini aplikasi baru mengakomodasi pembayaran menggunakan uang tunai. Rencananya dalam waktu dekat akan segera terintegrasi dengan KasPro dan pemain uang elektronik lainnya.
Menurut David, apabila opsi tanpa tunai ini tersedia, tarifnya akan mengikuti aturan yang berlaku. Tidak ada tarif buatan dari Tron khusus untuk penggunanya. Pengguna akan dikenakan biaya pemesanan ditambah tarif yang langsung dipotong setiap kali bertransaksi.
“Supir akan mendapat insentif dan upah harian yang besarannya sesuai aturan. Biaya sewa dan bensin pun kami tanggung. Tidak ada biaya berlangganan untuk supir. Kami tidak memperbolehkan supir tembak untuk mengoperasikan Tron. Ada verifikasi yang harus dilakukan.”
Bekasi dipilih sebagai pilot project Tron, lantaran merupakan kota satelit yang berdekatan dengan Jakarta. Ketersediaan angkutan umum di kota ini tergolong di ambang kepunahan. Meskipun demikian, Pemerintah Kota Bekasi tertarik dengan konsep Tron karena berkeinginan menghidupkan kembali angkutan umum.
Tron dimulai dengan 150 unit angkutan umum yang terbagi dari dua trayek, K-11 yang terbagi jadi tiga rute dan K-12 yang terdiri dari satu rute. Secara bertahap implementasi Tron akan menyasar seluruh kota Bekasi agar bisa dinikmati seluruh warga.
Strategi dan rencana Tron
Tron akan memperluas penetrasinya ke lima kota pinggiran Jakarta, seperti Tangerang dan Depok. Perusahaan tengah bersiap gandeng berbagai pengelola angkutan umum, seperti Koasi (Koperasi Angkutan Bekasi), Organda (Organisasi Angkutan Darat), dan sebagainya untuk menjaring para pemilik angkutan umum.
David menargetkan setidaknya pada tahun ini perusahaan dapat mendigitalkan 7 ribu unit angkutan umum, yang terdiri atas berbagai jenis moda, seperti angkutan kota, bajaj, bus, mikrolet, dan lainnya yang belum tersentuh implementasi digital.
“Investor kami cukup serius untuk mengembangkan Tron supaya terintegrasi dengan berbagai jenis angkutan umum yang menghubungkan jalur MRT dan KRL. Bahkan kami siap rekrut ahli tata kota untuk bantu sistem pemetaan di tiap kota agar semakin cepat tersedia di Tron.”
Terkait strategi dengan para pemain besar, David menyebut perusahaan memiliki proposisi yang cukup kuat karena memiliki visi mendigitalkan angkutan umum agar tetap memiliki nilai di lapangan. Angkutan umum adalah moda transportasi berpelat kuning yang resmi dari pemerintah sehingga Tron diharapkan tidak menambah penuh kendaraan di jalan.