Revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 yang lebih dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI) akhirnya dituntaskan oleh pemerintah. Dalam perubahan aturan tersebut, pemerintah memutuskan membuka investasi asing hingga 100 persen untuk penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (marketplace). Tapi, ada ketentuan lain yang harus dipenuhi.
DNI sendiri sempat menjadi perbincangan hangat karena isu yang melarang investor asing di layanan e-commerce Indonesia. Berbagai tanggapan pun datang dari para pelaku e-commerce dan disikapi oleh pemerintah dengan janji untuk segera melakukan perubahan terhadap DNI. Peluang kepemilikan 100 persen asing di e-commerce pun terbuka.
“Perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI) ini telah dibahas sejak 2015 dan sudah melalui sosialisasi, uji publik serta konsultasi dengan kementerian/lembaga, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya,” ujar Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seperti dikutip IndoTelko.
Ditambahkan Darmin, “Kebijakan ini bukanlah liberalisasi, tetapi upaya mengembangkan potensi geo-politik dan geo-ekonomi nasional, antara lain dengan mendorong Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dan perusahaan nasional meningkatkan kreativitas, sinergi, inovasi dan kemampuan menyerap teknologi baru dalam era keterbukaan.”
Meski DNI telah direvisi, masih ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan oleh asing bila ingin mendapat kesempatan memiliki 100 persen layanan e-commerce di Indonesia.
Rudiantara menyebutkan bahwa perusahaan e-commerce berpeluang keluar dari DNI asal sudah melewati fase seed-capital. Tidak semua layanan e-commerce juga yang mendapat hak istimewa tersebut, hanya yang berstatus marketplace yang akan mendapat kelonggaran tersebut. Rudiantara juga menyebutkan secara gamblang dalam pemberitaan Kompas bahwa ada tiga tingkatan yang harus diperhatikan terkait investasi asing.
Tingkatan pertama adalah yang tidak boleh sama sekali mendapat investasi asing, yakni perusahaan e-commerce dengan nilai valuasi di bawah Rp 10 miliar. Tingkat kedua adalah yang bisa mendapat investasi asing maksimal 49 persen, yakni e-commerce dengan valuasi di rentang Rp 10 miliar – Rp 100 miliar.
Baru di tingkat terakhir pihak asing boleh memiliki layanan e-commerce hingga 100 persen. Di sini, nilai valuasi perusahaan e-commerce harus berada di atas Rp 100 miliar.
Rudiantara mengatakan, “Kalau yang baru mulai, yang kecil-kecil itu kan banyak, yang UKM itu kita proteksi dulu. Tidak boleh ada asing. […] Karena asing itu kan masuk, tetapi suatu saat harus keluar kan. Jadi perlu dipikirkan strategi exit-nya.”
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga memberikan repon positif untuk mendorong startup potensial masuk pasar modal. Menurut identifikasi Kadin, setidaknya ada 50 UKM yang sanggup untuk masuk pasar modal. Sektor bisnisnya sendiri didominasi oleh startup, khusunya e-commerce, dengan nama-nama seperti Bukalapak, Bhinneka, dan Traveloka yang muncul ke permukaan.