Melihat trend keyboard mechanical dengan layout 60% seperti Royal Kludge RK61, Geek GK61, hingga Redragon K552, sejumlah brand lokal ternyata juga ingin menunjukkan kemampuan mereka untuk menyuguhkan keyboard mechanical yang murah meriah.
Brand-brand lokal seperti Vortex, Rexus, hingga Koodo, semuanya berjuang untuk merusak harga pasaran untuk keyboard mechanical 60%. Namun, sebelum memutuskan untuk membawa pulang keyboard dengan layout 60%, mungkin Anda harus mempertimbangkan beberapa hal ini.
Keyboard yang hari ini akan saya reviewadalah keyboard Gecko Series dari brand Koodo. Keyboard ini menarik perhatian saya karena memiliki fitur nirkabel menggunakan Bluetooth 5.0 dengan harga Rp450 ribu. Melihat sejumlah kompetitornya (di range harga 400 ribuan) tidak memiliki fitur ini, saya pun tertarik untuk membeli keyboard ini dan telah menggunakannya selama satu minggu.
Sebelum masuk ke review keyboard Koodo Gecko, saya harus memberi tahu Anda soal pengalaman saya di dunia keyboard mechanical — karena setiap review pasti sangat subjektif tergantung pengalaman sang reviewer. Saya membeli keyboard Koodo Gecko ini sebagai keyboard mechanical pertama yang saya miliki. Namun, saya sudah pernah mencoba beberapa keyboard mechanical seperti Rexus Legionare MX9 (TKL), Redragon K552(60%), dan Logitech G413(full-sized). Jadi, saya akan memberikan review dari sudut pandang orang yang terbilang masih awam di dunia keyboard mechanical.
Build Quality
Untuk build quality Koodo Gecko sebenarnya tidak bisa dibilang bagus, malah relatif jelek jika dibandingkan dengan kompetitornya. Mulai dari kualitas casing-nya, rubber feet, hingga keycaps bawaannya, benar-benar tidak ada yang bisa dibanggakan.
Mari mulai dari yang paling mengganggu saya, rubber feet-nya. Rubber feet milik Koodo Gecko ini tidak simetris di bagian kiri atas dan kanan bawah, membuatnya tidak stabil alias goyang-goyang saat dipakai. Hal ini sangat mengganggu saya saat main game maupun mengetik artikel seperti ini. Entah semua unit Koodo Gecko seperti ini atau memang saya lagi sial mendapat unit yang cacat pabrik.
Bagi Anda yang memiliki sifat perfeksionis seperti saya, keycaps bawaan Koodo Gecko mungkin akan mengganggu Anda. Pasalnya, beberapa cetakan tulisan F1-F12 di bawah tombol angka ini tidak konsisten, ada yang mencong ke kanan, atas, dan bawah. Namun, font keycaps yang dipakai Koodo Gecko bisa dibilang sangat clean (tidak seperti Vortex VX5 yang style-nya gamer abis…). Secara pribadi, saya lebih suka font keycaps yang clean, seperti memberikan kesan profesional dan enak dipandang. Tentu saja, keycaps sangat mudah untuk diganti sesuai selera.
Satu lagi yang menurut saya kurang di keyboard Koodo Gecko ini adalah stabilizer-nya. Meskipun sudah pre-lube dari pabrik, kawat/wire stabilizer keyboard ini masih menghasilkan suara rattle di tombol spasi, enter, serta shift kiri dan kanan. Namun, hal ini tidak menjadi masalah, mengingat harganya yang terjangkau.
Switch dan Fitur Hotswap
Nah di sinilah salah satu kelemahan Koodo Gecko, fitur hotswap-nya yang masih 3 pin dan “Outemu Only”. Jadi, jika ingin mengganti switch, keyboard ini hanya mendukung switch Outemu. Sebenarnya bisa dipaksa untuk ganti ke Gateron atau ke switch 5 pin lain. Namun, switch pengganti harus dikikir terlebih dahulu atau bahkan dipotong kakinya untuk muat di PCB. Sebagai perbandingan, Vortex VX5 Pro dan Fantech Maxfit61 yang harganya juga 400 ribuan sudah memiliki fitur hotswap 3/5 pin.
Koodo Gecko memiliki tiga pilihan switch bawaan, yaitu Outemu Blue (Clicky), Brown (Tactile), dan Red (Linear). Karena lifespan-nya yang terkenal cukup pendek, reputasi Outemu memang tidak sebagus Gateron. Namun, feel linear yang saya dapatkan di Outemu Red milik Koodo Gecko terbilang cukup smooth — membuatnya cocok untuk Anda yang ingin mencoba keyboard mechanical dengan switch linear dengan budget terbatas.
Software
Koodo Gecko memiliki software bawaan yang memiliki berbagai fungsi. Meskipun tidak selengkap Logitech G Hub atau Razer Synapse, pengaturan RGB, individual key setting, hingga macro, semuanya ada di software Koodo. Anda juga bisa menambahkan fungsi multimedia seperti volume up dan down di key yang Anda inginkan. Untuk menyimpan pengaturan, software Koodo menyediakan tiga profile penyimpanan. Namun, software ini tidak mengizinkan mengganti kombinasi Fn setelan pabrik atau menambah kombinasi Fn baru.
Meskipun fungsinya yang sudah lumayan lengkap, UI (User Interface) dari software Koodo ini kurang bagus. Pertama, sepertinya resolusi software-nya tidak dioptimisasi untuk layar 900p ke bawah — karena di monitor saya yang 900p, menu drop-down untuk memilih mode RGB sedikit terpotong. Lalu, beberapa tombol di UI-nya terlihat seperti hanya text dan bukan tombol.
Hal ini masih bisa saya maklumi, mengingat brand Koodo yang masih dianggap sebagai pendatang baru. Yah.. semoga saja di masa depan akan ditingkatkan lagi kualitas UI-nya.
Layout 60%-nya Yang Ringkas
Koodo Gecko mengusung layout 60% dengan 61 tombol, membuatnya super ringkas untuk dibawa ke mana-mana. Bagi Anda yang senang kerja di luar rumah, keyboard ini cocok untuk Anda. Untuk layout 60%-nya sendiri tidak berbeda dengan keyboard 60% lainnya seperti GK61, VX5, dan banyak lagi.
Sebelum menggunakan Koodo Gecko, saya memiliki keyboard dengan layout full-sized. Jadi, saat beralih ke layout 60%, saya harus beradaptasi atas hilangnya tombol panah, F row, serta numpad. Jika Anda sudah terbiasa dengan keyboard full-sized, mungkin hilangnya tombol-tombol ini harus Anda pertimbangkan sebelum mengganti ke keyboard ini.
Fitur Lainnya
Di bagian terakhir review ini, saya akan membahas fitur tambahan di Koodo Gecko ini. Pertama, keyboard ini dilengkapi dengan fitur wireless dengan menggunakan Bluetooth 5.0. Sistem Bluetooth wireless dari keyboard ini bisa mengingat tiga device sekaligus dan dapat diganti dengan tombol Fn+Q, Fn+W, dan Fn+E. Keyboard ini juga bisa dihubungkan ke ponsel Android maupun iOS. Untuk daya tahan baterai pada mode Bluetooth, pihak Koodo mengklaim bahwa keyboard ini dapat bertahan hingga 48 jam dari full charge.
Untuk indikator mode wired/wireless, Koodo menempatkannya di lampu tombol TAB. Dan untuk indikator baterai, ada di tombol Fn. Ini membuat RGB keyboard ini kurang sedap untuk dipandang. Kelihatannya seperti ada yang belang di RGB keyboard ini. Pengaturan di software-pun tidak bisa mengganti warna lampu tombol TAB atau Fn ini.
Kedua, ada rubber feet-nya. Rubber feet ini cukup bagus, karena membuat bodi keyboard tidak licin saat digunakan. Apalagi jika menggunakan deskpad, pastinya akan lengket di posisinya. Namun, seperti yang sudah saya bilang di atas, kualitas dari rubber feet ini sangat kurang.
Kesimpulan
Pendatang baru di dunia keyboard mechanical ini memang menawarkan fitur wireless yang tidak dimiliki oleh para kompetitornya di harga 400 ribuan. Namun, dengan build quality-nya yang seperti itu, mungkin keyboard ini harus lebih dipertimbangkan untuk dibeli. Memang, soal rubber feet-nya bisa diganjal sesuatu agar tidak goyang-goyang, namun rasa kesal tidak hilang dari pikiran saya mengetahui keyboard ini ada cacat tersebut.
Terlepas dari semua itu, konklusi akhirnya adalah jika Anda memang membutuhkan fitur wireless, keyboard ini sangat layak untuk dibeli. Namun, jika Anda cenderung lebih sering memakai wired, saya sarankan untuk membeli salah satu kompetitornya saja seperti Vortex VX5 Pro atau Fantech Maxfit61. Jika Anda sudah membeli keyboard mechanical dan tidak puas dengan performanya, Anda bisa membaca artikel kami tentang beberapa hal mudah untuk mengupgrade keyboard mechanical Anda.