Ranah gaming yang kian populer dan memperoleh banyak perhatian terlalu menarik untuk diabaikan. Kini semakin banyak produsen consumer electronic dari berbagai bidang turut berkecimpung di sana, termasuk perusahaan spesialis audio asal Jerman, Sennheiser. Sudah lama mereka berkompetisi dalam penyediaan gaming gear dengan brand-brand terkenal.
Diperkenalkan perdana di acara Gamescom 2016, Gaming Series GSP 300 adalah salah satu headset gaming terbaru Sennheiser. Sang produsen bilang mereka meraciknya sedemikan rupa agar dapat menyuguhkan depth of field mendetail serta bas membahana. Selain itu, GSP 300 juga didesain agar nyaman dikenakan di waktu lama, ringan, serta mudah didesesuaikan ke beragam tipe kepala. Ketika GSP 350 dikhususkan untuk gamer di PC, GSP 300 siap mendukung para console gamer berkat konektivitas fisik berupa colokan 3,5mm.
Beberapa minggu lalu, saya diberi kesempatan oleh Sennheiser untuk mencoba sendiri performa GSP 300. Berpedoman pada temanya, mayoritas waktu saya habiskan bersama headphone buat ber-gaming. Dan lewat artikel ulasan ini, saya bermaksud mengungkapkan pengalaman selama memakainya. Ayo silakan disimak.
Design
Perangkat-perangkat untuk gaming umumnya terkenal dengan desain yang ‘berlebihan’. Kadang hal itu membuat kita berpikir, apakah arahan tersebut sebetulnya benar-benar bermanfaat atau diusung hanya supaya terlihat menarik atau sekedar gimmick? Konsep Sennheiser GSP 300 cukup bertolak belakang dengan produk-produk rivalnya. Walaupun lekukan-lekukan khas gaming gear bisa Anda temukan di tubuhnya, kesan simpel tetap sangat menonjol di sana.
Tubuh GSP 300 tersusun dari material plastik, dan ini alasannya headphone terasa ringan saat dikenakan, bobotnya hanya sekitar 290-gram. Menariknya, material tersebut tidak membuatnya tampak murahan berkat sambungan-sambungan yang rapi dan penggunaan warna plastik berbeda – kombinasi hitam dan abu-abu gelap. Selanjutnya, permukaan matte mempertegas kesan profesional, sekaligus bisa meminimalisir baretan akibat benturan.
GSP 300 memiliki rancangan identik dengan varian GSP 350 di mana earcup over-ear-nya menyelubungi seluruh permukaan telinga. Perbedaan keduanya hanya terletak pada warna striping di mic, di area dalam earcup dan bantalan di headband. GSP 300 dibumbui warna biru, sedangkan GSP 350 berwarna merah. Tak seperti SteelSeries atau Razer, Sennheiser tidak menyediakan pilihan warna lain.
Saya pribadi cukup menyukai penampilan ergonomis Sennheiser GSP 300. Ia tidak memiliki sudut yang terlampau tajam, dan semua komponen di sana punya fungsi. Ukuran headband bisa Anda panjangkan dengan menarik earcup, kemudian silakan tarik lengan boom mic ke bawah ketika ingin berkomunikasi dengan rekan tim dan kembalikan lagi ke atas buat menyalakan fungsi mute, lalu Anda juga dapat mengatur volume dengan memutar kenop di area bawah earcup kanan.
Headphone tidak mempunyai pencahayaan LED, namun saya rasa, gamer pro tidak membutuhkan warna-warni lampu LED sewaktu mereka sedang sibuk membidikkan crosshair ke wajah musuh dari tempat berlindung.
Kendala yang saya temui pada desain ada pada penyajian kabelnya. Kabel 2,5-meter di sana memang cukup panjang sehingga Anda leluasa dalam bergerak, tapi bagian ini tidak bisa dilepas. Kabel juga hanya berlapis karet dan bahannya lembut; jadi Anda harus memberikan perhatian ekstra saat memakai ataupun membawa headphone, serta pastikan kabel tidak terinjak atau tersangkut roda kursi gaming/kerja Anda.
Comfort
Sennheiser GSP 300 telah menemani saya menikmati Titanfall 2, Ghost Recon Wildlands dan Mass Effect: Andromeda, dan sejauh ini, headset mampu menunaikan tugasnya dengan sangat baik. Di beberapa kesempatan, saya memakainya selama kurang lebih 12 jam non-stop (bermain, bekerja, dan kembali bermain). GSP 300 tidak membebani dan menekan kepala secara berlebihan, tapi tetap bisa mencengkeram mantap – walaupun gerakan menggeleng cepat dapat membuatnya terlepas.
Rahasia mengapa GSP 300 tidak membebani kepala terletak pada penggunaan konstruksi split di headband. Bukannya memanfaatkan satu struktur melengkung, headband GSP 300 terbelah di tengahnya. Hal ini dimaksudkan buat menyebar titik tumpu di atas kepala, lalu tekanan diminimalisir lagi dengan bantalan berisi memory foam. Sewaktu dipakai, headphone seolah-olah hanya menempel di sisi atas kepala saya.
Bahan memory foam serupa Sennheiser gunakan mengisi pad di earcup. Namun bukan kain biru, bantalan tersebut berlapis kulit sintetis. Material ini sangat lembut, dan lebih kuat terhadap keringat dari kulit asli. Faktor sirkulasi udaranya cukup baik, namun di ruang tanpa pendingin, telinga yang tertutup rapat tentu lama-kelamaan terasa panas.
Tekanan earcup di kepala terdistribusi dengan baik, dan tidak ada area yang menekan terlalu keras. Sedikit adaptasi dibutuhkan khusus bagi para gamer berkacamata karena bagian tangkai awalnya akan mengganjal. Namun karena GSP 300 mempunyai padding memory foam, ia akan mengikuti konturnya setelah dikenakan beberapa saat.
Terlepas dari kekurangan di kabel, saya mengapresiasi keputusan Sennheiser buat membenamkan modul kendali volume ke headphone – tidak terpisah seperti SteelSeries Siberia V2. Dengan begini, setting suara jadi lebih mudah dan kabel tak gampang tersangkut.
Audio performance
Ada banyak headphone gaming ditawarkan lebih murah dari produk Sennheiser ini, tapi soal kualitas suara, rasio performa dan harga GSP 300 ialah salah satu yang terbaik di kelas gaming. Sesuai janji mereka, nada-nada rendah tersaji ciamik. Bass terdengar tajam, padahal awalnya saya khawatir fokus pada kekuatan bass menyebabkannya jadi kehilangan detail.
Berkatnya, audio terdengar kaya, entah itu suara hantaman artileri serta proyektil senapan mesin helikopter yang mendarat di tanah dalam Ghost Recon Wildlands, hingga gemuruh anomali badai ion dan momen ketika peluru Concussive Shot mengenai badan musuh di Mass Effect: Andromeda.
Buat permainan yang lebih kompetitif seperti Titanfall 2, tentu saja Sennheiser GSP 300 sangat membantu. Detailnya memungkinkan saya membedakan suara lari AI dan pilot lawan, sehingga mereka tidak bisa seenaknya mengendap dan menyerang dari belakang. Derap langkah kaki titan juga terasa lebih meyakinkan (dan mengerikan, terutama saat Anda sedang diburu oleh Ronin musuh).
Ada sedikit kompresi di nada-nada menengah yang memengaruhi suara vokal, lalu sejumlah rincian di nada tinggi juga tidak muncul. Tapi secara keseluruhan, hal ini bukanlah masalah besar karena GSP 300 memang dispesialisasikan buat menunjang kegiatan gaming, bukan untuk menangani musik-musik akustik dengan format lossless. GSP 300 tidak mempunyai kemampuan active noise cancelling, tapi struktur earcup tertutup berperan sebagai solusi pasif dan sangat efektif membungkam bunyi-bunyian eksternal.
Berkaitan dengan Titanfall 2, aspek soundstaging merupakan salah satu senjata andalan GSP 300. Faktor ini memungkinkan headphone menyajikan arah datang bunyi secara akurat, sangat menguntungkan sewaktu Anda menggunakannya di permainan-permainan multiplayer yang menuntut akurasi. Umumnya, perhatian seksama terhadap soundstaging baru ditemukan di headphone-headphone premium.
Lalu bagaimana soal mutu penyuguhan musik? Bagi saya, kinerjanya boleh dibilang setara dengan headset reguler di kisaran satu jutaan. Output tidak sejernih produk mainstream Sennheiser, tapi kekurangan itu diisi dengan aspek depth tadi.
Mic
Komunikasi adalah hal penting dalam ber-gaming, dan dengan gembira saya menyatakan bahwa performa boom microphone GSP 300 sesuai ekspektasi. Mic menyimpan fitur noise cancelling untuk menyaring suara-suara yang tidak Anda inginkan, sehingga mereka tidak didengar oleh lawan bicara – misalnya bunyi kipas atau ketikan keyboard mekanik.
Ukuran lengan mic berpotensi menjadi masalah. Saya mengerti jika Sennheiser meminimalisir panjangnya agar tidak mengganggu, namun hal tersebut juga menyebabkan perkataan Anda lebih sulit tertangkap, apalagi microphone hanya bergerak di satu poros dan tidak bisa ditekuk agar mendekati mulut.
Verdict
Berdasarkan bayangan saya pribadi, Sennhesier GSP 300 adalah headphone gaming ideal bagi mereka yang jauh mementingkan fungsi dibanding rupa, yang menginginkan keunggulan dalam berkompetisi, kenyamanan, serta konsumen yang rela mengorbankan uang sedikit lebih mahal demi memperoleh performa teroptimal di kelasnya. Headphone juga kompatibel ke berbagai platform game: PC, Xbox, PlayStation bahkan perangkat mobile.
GSP 300 juga cukup fleksibel untuk menghidangkan konten hiburan non-game, meski jika ditakar dengan faktor tersebut, ia tidak sebaik produk yang dikhususkan buat musik atau film. Andai performa penyajian musiknya lebih baik lagi, saya tidak keberatan untuk merekomendasikan headphone ini ke semua orang.
Kendalanya, di Indonesia penawaran kompetitor terlihat lebih menggoda – harga mereka lebih murah, rancangan ‘ala gaming-nya’ mencolok, lalu headphone sudah dilengkapi kelap-kelip LED.
Sennheiser Gaming Series GSP 300 dijual di harga Rp 1,66 juta.