RedDoorz, platform pemesanan online hotel budget, mengungkapkan telah mendapat investasi lanjutan untuk mengembangkan pasarnya di Indonesia. Hanya saja, pengumuman ini tidak diungkap secara langsung, baik dari siapa VC yang mendanainya dan nilai investasi yang didapat perusahaan.
Dalam pertemuan bersama media yang diadakan kemarin (15/11), Founder dan CEO RedDoorz Amit Saberwal menuturkan pihaknya siap mengalokasikan lebih dari US$10 juta (sekitar Rp130 miliar) untuk mengembangkan pasar RedDoorz khusus Indonesia saja sampai akhir tahun depan.
Dana tersebut akan dipergunakan untuk merekrut talenta baru, biaya pelatihan, standarisasi layanan, dan meningkatkan kualitas kamar. Terlebih, RedDoorz akan menambah sembilan kota baru di Indonesia untuk ekspansi bisnis.
Secara terpisah kepada DailySocial, Amit menuturkan pihaknya mengonfirmasi bahwa dana alokasi ini berasal dari penggalangan pendanaan baru yang tidak diumumkan ke publik.
“Ini benar, sebagai kebijakan RedDoorz tidak mengumumkan putaran pendanaan kami yang berasal dari VC. Semoga kamu mengerti. Kami hanya mengumumkan venture debt satu kali saja sebesar US$1 juta,” katanya.
Yang pasti, sambungnya, putaran pendanaan ini berasal dari modal ventura. Sebelumnya, perusahaan juga mendapat komitmen investasi yang tidak diumumkan secara publik dari SIG (Susquehanna International Group), Jungle, dan IFC. Menurut Amit, ketiga investor tersebut menunjukkan komitmennya untuk terus mendukung perusahaan.
Pendanaan yang diterima perusahaan dan diumumkan secara publik adalah berjenis debt financing sebesar US$1 juta dari InnoVen Capital pada April 2017. Beberapa investor RedDoorz lainnya adalah 500 Startups dan IFC.
Mengembangkan pasar utama
Indonesia adalah pasar utama RedDoorz, sehingga perusahaan fokus memberikan pelayanan yang terbaik untuk penggunanya. Bisnis RedDoorz sendiri, selain di Indonesia, juga terdapat di Singapura dan dalam waktu dekat akan membuka operasional baru di Filipina. Singapura menjadi kantor pusat RedDoorz, sementara India menjadi pusat pengembangan teknologi.
Untuk bisnisnya di Indonesia, perusahaan kini telah menggandeng 450 pemilik properti dengan lebih dari 3 ribu kamar yang tersebar di tujuh kota di Indonesia. RedDoorz mengklaim telah melayani sekitar 500 ribu pengguna di Indonesia dengan tingkat pemesanan ulang mencapai 65%.
Artinya, setiap orang secara rerata menggunakan layanan RedDoorz lima kali dalam setahun. Aplikasi RedDoorz disebutkan telah diunduh lebih dari 500 ribu kali.
Agar penetrasi bisnis RedDoorz di Indonesia meningkat, perusahaan akan ekspansi ke sembilan kota baru sepanjang tahun depan. Kota yang akan disasar di antaranya Aceh, Balikpapan, Lombok, Makassar, Manado, Medan, dan Solo.
Perusahaan pun akan terus memperluas kehadirannya di tujuh kota yang telah beroperasi saat ini. Diantaranya, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.
Pemilihan kota baru ini, menurut Amit, bukan tanpa alasan. Pihaknya melihat seluruh kota tersebut, meski bukan tergolong kota besar namun memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi. Sehingga ada potensi bisnis dan perputaran ekonomi di sana.
“Kami percaya tim yang tepat, berbagai investor yang tepat dan peluang pasar yang tepat telah memainkan peranan kunci bagi kesuksesan kami di Indonesia. Tim kami di Indonesia merupakan perpaduan yang hebar dari para talenta yang memiliki pengalaman luas dan berkembang di dalam dinamika startup di tanah air.”
Bahkan, Amit optimis dengan seluruh strateginya ini dapat menghasilkan profitabilitas di Indonesia pada kuartal III 2018. Kendati, cakupan RedDoorz terhadap total industri hotel budget di Indonesia baru mencapai 0,16%.
COO RedDoorz Rishabh Singhi menambahkan, pasar Indonesia terbukti menjadi awal yang hebat bagi RedDoorz. Perusahaan telah bekerja sama secara erat dengan hotel budget kelas menengah, properti pribadi, dan penginapan untuk berinovasi, berkolaborasi, dan fokus menciptakan pengalaman unik.
“Kami secara aktif ingin menggapai lebih dari 100 juta konsumen digital. Melalui platform kami, hotel dapat menyasar pasar khusus dan memastikan keberlanjutan tingkat okupansi yang baik,” terang Rishabh.
Pihaknya percaya bahwa industri ini di Asia Tenggara adalah peluang besar yang bisa terus dikembangkan. Pasalnya, secara total bila dibandingkan dengan India saja, potensi di Asia Tenggara mencapai tiga kali lipat lebih besar senilai US$20 miliar.
RedDoorz pertama kali berdiri di Indonesia pada Juli 2015. Tingkat pertumbuhan bisnis yang diklaim cukup signifikan. Pada tahun lalu bisnis RedDoorz tumbuh 11 kali lipat, sementara tahun ini diperkirakan tumbuh 5 kali lipat. Ditargetkan sampai lima tahun mendatang, pertumbuhan perusahaan bisa tetap stabil di kisaran 4-5 kali lipat.
Dalam memasarkan layanannya, RedDoorz bermitra dengan penyedia layanan OTA lainnya. Beberapa diantaranya seperti Agoda, Booking, Expedia, MG, Airbnb, Goibibo, Pegipegi, Ctrip, dan Hotels.