Kondisi pandemi memaksa platform marketplace B2B Ralali memilih jalan yang lebih konservatif. Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menegaskan bahwa untuk saat ini tak akan ada ekspansi atau pengeluaran yang gila-gilaan dari perusahaan di masa tak menentu seperti ini.
Patut diingat e-commerce B2B seperti Ralali ini merupakan salah satu yang paling terdampak dari lesunya ekonomi selama wabah Covid-19 melanda dunia. Lemahnya daya beli masyarakat dan rusaknya rantai pasokan bisnis memaksa Ralali untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Masih segar di ingatan bagaimana startup marketplace B2B Stoqo gulung tikar pada April lalu.
Kehati-hatian dalam menghadapi potensi krisis tercermin dari ucapan Aditya. Dalam konferensi pers virtual siang tadi, Aditya menekankan bahwa selain tak akan ada pengeluaran besar-besaran, keputusan mereka harus berorientasi untung.
“Intinya yang kami lakukan itu membuahkan revenue atau return. Artinya semua cost yang berubah seperti variable cost harus bisa diukur menjadi revenue. Sementara untuk yang menjadi operasional harus dioptimalkan bertahan tidak naik drastis,” jelas Aditya.
Dengan kerangka berpikir demikian, Aditya berani memasang target Ralali memperoleh break even point sebelum ulang tahun perusahaan berikutnya. “Kami inginnya bukan jadi e-commerce yang bakar-bakar duit, tapi menjadi e-commerce yang profitable,” imbuh Aditya.
Sumber keyakinan Aditya berasal dari kenaikan e-commerce B2B yang selama ini selalu didominasi oleh e-commerce B2C. Edukasi produk dan teknologi yang cukup lama dari para pelaku B2C menurutnya membantu Ralali dikenal lebih cepat oleh target pengguna.
Strategi bisnis ke depan
Ralali yang baru berusia 7 tahun sekarang punya sejumlah strategi untuk bertahan dari kencangnya guncangan ekonomi akibat pandemi. Salah satu di antaranya adalah dengan merancang hyperlocal business. Konsep ini memungkinkan satu titik bisa menyuplai kebutuhan bisnis di radius 15-20 kilometer.
Strategi lain yang diutamakan oleh Ralali adalah pendanaan UKM. Bedanya pendanaan yang disediakan oleh Ralali berbentuk barang. Menurut Aditya, pendanaan jenis ini dibutuhkan oleh para UKM yang kesulitan beroperasi kembali.
“Kita punya tim di lapangan untuk profiling yang nanti kita bisa beri bantuan dana dalam bentuk supply chain financing atau dengan kata lain pendanaan dalam bentuk barang. Jadi nanti dikasih barangnya dulu, lalu ketika produknya sudah terjual baru mereka bisa bayar ke kami,” terang Aditya.
Guna melewati masa-masa sulit saat ini, Ralali juga meluncurkan kampanye untuk mendukung dan menggandeng UMKM kembali bangkit. Kampanye tersebut meliputi promo, diskon, ongkir gratis, yang bisa dinikmati pembeli di platform Ralali.
Selama 7 tahun beroperasi, Ralali tercatat digunakan lebih dari 11.000 pemasok dan 160.000 UMKM. Angka-angka tersebut menjadikan Ralali sebagai salah satu e-commerce B2B terbesar di Indonesia.