Layanan edtech kian diminati semenjak pandemi, momentum tersebut banyak dimanfaatkan para pemain berlomba-lomba menyajikan produk dengan targetnya masing-masing. Kesempatan tersebut juga dimanfaatkan oleh startup edtech berbasis di San Francisco ELSA (English Language Speech Assistant) pasca peroleh pendanaan Seri B senilai $15 juta yang dipimpin VI (Vietnam Investments) Group dan SIG.
Investor dari putaran sebelumnya yang turut berpartisipasi dalam putaran ini ada Gradient Ventures (VC milik Google yang fokus pada AI), SOSV, dan Monk’s Hill Ventures. Endeavor Catalyst dan Globant Ventures adalah dua investor baru yang masuk dalam putaran Seri B. Globant akan membantu ELSA masuk ke negara Amerika Latin.
Dalam keterangan resmi, ELSA akan memanfaatkan dana segar untuk membangun R&D khusus pengembangan AI, menyempurnakan platform B2B, dan merekrut talenta baru. Indonesia yang merupakan salah satu negara target ELSA juga akan kebagian porsi, tim lokal akan diperbanyak di sini.
Aplikasi ELSA telah dimanfaatkan oleh 13 juta pengguna yang tersebar di lebih dari 100 negara sejak pertama kali beroperasi di 2015. Perusahaan sendiri telah membangun kantor di Portugal, Vietnam, India, Indonesia, dan Jepang. Aplikasi ELSA telah mendukung bahasa Indonesia untuk menjangkau pengguna dari Indonesia.
Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial, Co-Founder & CEO ELSA Vu Van menjelaskan, Indonesia adalah salah satu target utama dari ELSA. Oleh karenanya, perusahaan akan banyak berinvestasi di sini dengan perluas kanal distribusi digital, bekerja sama dengan influencer, dan lainnya untuk mengakuisisi lebih banyak pengguna.
“Sejauh ini kami memiliki beberapa anggota tim yang membantu pertumbuhan dan ekspansi di Indonesia untuk mendorong lebih banyak daya tarik di tahun mendatang,” kata Van, Selasa (2/2).
Meski Indonesia masih relatif negara baru buat ELSA, namun di sini perusahaan mengklaim telah menarik hampir 200 ribu pengguna dengan pertumbuhan per bulannya antara 30%-50% dalam beberapa bulan terakhir. “Dengan lebih banyak investasi untuk strategi pemasaran, kami yakin bahwa akan ada lebih banyak saluran pertumbuhan yang dapat dimanfaatkan dalam waktu dekat. Kami melihat di sini masih luas peluang yang bisa digarap.”
Ia menerangkan salah satu kemitraan lokal yang sudah dijalin adalah bersama Yuna & Co, startup AI untuk personal stylist. Van juga menuturkan sedang menjajaki kemitraan dengan edtech dan platform online lainnya di Indonesia.
“Mengenai saluran distribusi, selain langsung berlangganan lewat aplikasi, pengguna bisa membeli lewat Shopee. Kami sedang menjajaki dengan Tokopedia dan mitra e-commerce lainnya untuk perluas saluran distribusi.”
Model bisnis dan pertumbuhan bisnis ELSA
Van mengklaim, ELSA adalah satu-satunya aplikasi edtech yang hanya fokus pada pembelajaran bahasa Inggris yang fokus pada pelafalan sedekat mungkin dengan penutur asli (native speaker). Dibantu AI, ELSA menilai setiap pelafalan dari pengguna untuk meningkatkan pengucapan, intonasi, dan kefasihan.
“90% pengguna kami melaporkan peningkatan kejernihan ucapan dan lebih percaya diri hanya dalam tiga minggu setelah menggunakan aplikasi. Kami percaya ELSA memberikan nilai tambah yang unik dan kuat dalam lanskap pendidikan bahasa Inggris, di mana tata bahasa dan membaca yang lebih ditekankan, tapi keterampilan yang paling penting, berbicara, memiliki alat terbatas untuk pelatihannya.”
Dia bilang, sebagian besar pelajar bahasa Inggris mengungkapkan berbicara adalah keterampilan yang paling sulit dikuasai. Sebagian alasannya karena berbicara membutuhkan banyak latihan tatap muka, yang mahal dan lebih sulit untuk diatur. Berkat AI, pelajar dapat berlatih berbicara kapan saja, dengan pelatih yang dapat mengoreksi pengucapan dan berbicara, tanpa rasa malu berbicara dengan orang asing.
ELSA merilis sejumlah fitur sosial di aplikasinya, seperti Community untuk terhubung dengan teman di kota yang sama atau kesamaan terhadap suatu kegemaran, untuk belajar bersama masuk ke posisi tertinggi. Van mengatakan, fitur ini hadir untuk menjawab kebutuhan pelajar yang terkadang bosan selama beberapa saat. “ELSA ingin menjadi platform di mana pelajar dapat mencapai kesuksesan dalam belajar bahasa Inggris bersama.”
ELSA memiliki bisnis B2C dan B2B. Untuk bisnis B2B, perusahaan menyediakan jasa pelatihan untuk korporat dan sekolah yang dapat dilakukan di rumah atau secara grup di platform ELSA. Dengan durasinya selama 10 menit setiap hari, cukup untuk melihat progres dalam beberapa minggu.
Di dalam aplikasi dilengkapi dengan dasbor yang memungkinkan sekolah dan perusahaan melacak berapa banyak waktu yang dihabiskan pelajar dan seberapa banyak dari mereka yang telah meningkat kemampuannya dari waktu ke waktu. Metode ini dinilai efektif untuk mengukur dampak pelatihan, ketimbang harus melakukan offline yang sulit untuk melacak progresnya.
Selain itu, bisnis B2B ELSA dapat dieskalasi dengan menawarkan kursus bahasa Inggris yang disusun oleh University of Pennsylvania (UPenn) tentang pengembangan karier dan mendapatkan sertifikat ketika selesai mengikuti kursus. “Kami akan menambahkan konten dari beberapa mitra dan penerbit bergengsi lainnya di seluruh dunia.”
Untuk memperkaya konten, Van mengatakan perusahaan merilis fitur baru disebut Study Set. Di sini guru atau pelajar dapat membuat konten sendiri untuk dibagikan ke siswa, teman, atau kolega mereka. Harapannya konten pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan terlepas dari usia atau minat mereka. Diklaim dalam beberapa bulan setelah peluncuran, terdapat ratusan ribu study set yang dibuat dan dibagikan di seluruh dunia.
Layanan B2B ini sudah diujicobakan di sekolah dan perusahaan di Vietnam dan India, dalam waktu dekat akan digulirkan ke negara-negara lainnya di mana ELSA beroperasi.
Ekspansi geografis ELSA akan fokus pada wilayah Amerika Latin karena pertumbuhan perusahaan paling eksponensial di sini. Sementara, di Vietnam, India, dan Jepang pertumbuhannya mencapai lima kali lipat pada tahun lalu, diantisipasi permintaan akan semakin tumbuh dari ketiga negara tersebut.
Selain ELSA, baru-baru ini Ruangguru menyeriusi segmen pembelajaran bahasa Inggris dengan merilis English Academy. Terdapat pula LingoAce yang tertarik akan masuk, meski mereka sendiri adalah pemain edtech yang khusus pembelajaran bahasa Mandarin.
Menurut World Economic Forum, dari sekitar 1,5 miliar penutur bahasa Inggris secara global, diestimasi lebih dari 1 miliar bukan penutur asli belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem pendidikan seperti demikian.