Penetrasi asuransi di Indonesia baru menyentuh angka 1,7%, tergolong rendah dibandingkan negara tetangga. Melihat minimnya ketertarikan tersebut, startup insurtech Qoala mencoba hadir menyederhanakan proses klaim asuransi dengan pendekatan digital. Diharapkan memberikan citra positif layanan asuransi dan pengalaman pengguna yang lebih baik.
Founder dan CEO Qoala Harshet Lunani menjelaskan, perusahaan mengembangkan layanan secara end-to-end dengan teknologi; mulai dari tahap KYC, fraud management saat proses klaim, dan proses pembayaran. Dengan solusi tersebut, perusahaan asuransi dapat mengurangi biaya operasional dan menciptakan pengalaman klaim yang machine-driven.
Contoh pemrosesannya, Qoala dapat membantu menilai kerusakan layar ponsel dalam hitungan detik melalui embedded machine learning pada teknologi video assesment. Dengan teknologi ini, perusahaan asuransi dimungkinkan untuk dapat memproses dan membayar klaim asuransi lebih cepat.
“Kami bertujuan untuk terus mendukung pertumbuhan industri asuransi dan inklusi asuransi dengan menyediakan layanan mobile yang sepenuhnya automated dengan proses yang disederhanakan,” terang Harshet, Kamis (13/12).
Fokus bisnis Qoala lebih mengarah ke post-sales, berbeda dengan pemain agregator yang pre-sales. Secara regulasi, belum ada payung hukum yang selaras dengan model bisnis Qoala. Oleh karena itu, diungkapkan saat ini perusahaan masih dalam proses pendaftaran untuk masuk ke regulatory sandbox mengikuti aturan POJK Nomor 13/2018 tentang inovasi keuangan digital (IKD).
“Sejak 3-4 bulan lalu kami sudah mulai berkomunikasi dengan OJK. Mereka cukup terbuka dengan model bisnis seperti ini karena bisa mendukung industri asuransi,” tambah COO dan Co-Founder Qoala Tommy Martin.
Pada tahap awal ini, Qoala baru menyediakan produk yang khusus mengurangi risiko bagi para konsumen yang bepergian seperti produk 90 menit penundaan penerbangan tanpa klaim dan 100% pengembalian uang untuk pembatalan kereta. Dua produk ini dihadirkan berkat kolaborasi antara Asuransi ACA dan Simasnet.
Nasabah yang membeli asuransi dari perusahaan asuransi cukup mendaftarkan polisnya ke dalam sistem Qoala. Berikutnya mengunggah KTP, tiket penerbangan (apabila membeli asuransi perjalanan), dan memasukkan nomor rekening bank untuk permudah pembayaran klaim. Nanti sistem Qoala akan memberi notifikasi apabila ada pembayaran klaim.
Nasabah tidak perlu lagi melakukan dokumentasi ulang apabila ingin klaim atas risiko yang menimpa mereka. Pasalnya, dalam sistem Qoala juga terhubung dengan jadwal dari berbagai maskapai penerbangan.
Harshet mengatakan dengan teknologi Qoala nasabah dapat menerima klaim asuransi perjalanannya dalam kurun waktu 1,5 jam saja. Sementara kalau memakai proses manual, bisa memakan waktu hingga 4 jam.
“Perusahaan asuransi dapat menghemat biaya operasional hingga 25% dari 40% biaya yang mereka keluarkan setiap kali membayarkan klaim asuransi perjalanan kepada nasabahnya.”
Dalam model bisnisnya, Qoala menganut konsep B2B2C. Ada delapan mitra travel yang sudah bekerja sama dengan perusahaan; di antaranya Pegipegi, Panorama JTB, Padiciti, MNC Travel, Bravo Wisata, Travel Nusa, dan sebagainya.
Rencana bisnis
Tommy melanjutkan dalam waktu dekat, perusahaan akan merilis beragam teknologi untuk mendukung produk asuransi umum. Asuransi produk gadget ditargetkan bakal rilis dalam waktu dekat.
Berikutnya adalah asuransi kendaraan dengan teknologi. Bahkan dalam situs, Qoala tengah mempersiapkan produk asuransi untuk e-commerce, kesehatan, dan p2p lending.
“Tidak menutup kemungkinan kami akan mengembangkan ke asuransi jiwa, namun untuk tahap awal kami akan mengedukasi masyarakat dengan asuransi umum yang produknya bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.”
Untuk mengakses layanan Qoala, sementara ini bisa diakses melalui versi PWA (Progressive Web Apps). Harshet menjelaskan paling lambat aplikasi Qoala bakal meluncur pada kuartal I/2019.
Qoala beroperasi sejak Februari 2018 dan kini memiliki 30 karyawan, lebih dari separuh adalah tim engineering. Diklaim Qoala telah digunakan oleh puluhan ribu pemegang polis. Perusahaan telah menerima investasi awal dengan nilai yang tidak disebutkan dari Central Capital Ventura (CCV), Seedplus, dan Genesia Ventures.