Di balik kemajuan ekonomi Cina dan India ada peran besar dari para diaspora mereka. Diaspora adalah orang-orang yang belajar, bekerja hingga tinggal dan menjadi warganegara di luar negeri. Meski sudah menetap di luar negeri, para diaspora ini tidak lupa kacang akan kulitnya. Mereka masih mencintai tanah air asal, dan dengan ilmu serta pengalaman mereka yang mendunia, mereka ingin dapat memberikan kontribusi terhadap negara asalnya.
Orang Cina yang berkiprah di luar negeri berjumlah sekitar 50 juta orang, sedangkan India sekitar 20 juta orang. Mereka membentuk semacam organisasi dan giat melakukan banyak hal untuk negara asalnya, mulai dari menyumbangkan kemampuan, keterampilan, hingga investasi. Sangat nyata, kontribusi mereka memberi dampak besar bagi kemajuan ekonomi dan teknologi dua negara ini.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Bisa dibilang, diaspora Indonesia adalah macan yang sedang tidur. Potensinya sangat besar, tetapi masih belum tergali secara maksimal.
Bayangkan, menurut Chairman Indonesian Diaspora Network Edward Wanandi saat ditemui pada acara Indonesia Tech Community, di @america, Pacific Place (22/7/13), Indonesia memiliki sekitar delapan juta penduduk yang tersebar di seluruh dunia dan mayoritas dari mereka memiliki keterampilan dan kemampuan tinggi di bidang manajerial, teknologi, finansial, kreatif, dan lain-lain.
Bahkan, data yang dilansir di Kongres Pertama Diaspora Indonesia yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat, Juli 2013 2012 lalu, setiap tahun komunitas Indonesia di seluruh dunia mengirimkan uang hingga US$ 7 miliar ke negeri ini. Coba bayangkan jika seluruh potensinya bisa dimanfaatkan.
Menurut Edward, saat ini potensi diaspora Indonesia memang belum tergali maksimal. “Saat ini diaspora Indonesia masih tercerai berai, belum terintegrasikan secara baik dalam satu network. Sehingga memang masih banyak potensi ekonomi maupun kepintaran atau keterampilan yang belum termanfaatkan untuk memajukan Indonesia.”
Edward menjelaskan, di Amerika Serikat tempat ia bermukim, mereka membuat satu perkumpulan diaspora network, yang salah satu cita-citanya adalah memberikan kontribusi kepada kemajuan Indonesia. Setelah bertahun-tahun belajar atau bekerja di lembaga-lembaga terkenal di bidang keuangan hingga industri teknologi, mereka ingin kembali membawa skill kelas dunia dan keahlian yang diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kemajuan.
“Cina, India, dan Filipina adalah negara Asia dengan jumlah diaspora yang besar dan sudah kembali berkontribusi pada negaranya. Indonesia juga memiliki jumlah diaspora yang banyak dan kami ingin kembali membantu indonesia,” ujar Edward.
Menurut Edward, potensi 8 juta diaspora Indonesia luar biasa. Mereka adalah kelompok mahasiswa, seniman, pendidik, profesional, pengusaha hingga inovator. Mereka memiliki pengetahuan yang besar, keterampilan, modal dan jaringan yang dapat digunakan untuk mengantar ke era ekonomi berbasis pengetahuan.
Dengan menitik beratkan dalam industri kreatif, Indonesia bisa mendapat manfaat dari bakat yang sangat baik di luar negeri.
Selain itu, diaspora dapat berfungsi sebagai link untuk investasi, akses ke pasar global dan pelanggan global. “Kami dapat membantu memberikan bimbingan kepada investor, meyakinkan mereka untuk investasi ke Indonesia. Menjadi penghubung dan membantu membangun networking yang luas serta jaringan usaha di luar negeri.”
Salah satu pasar yang potensial adalah pasar startup yang di Indonesia masih luas dan terus berkembang. Saat disinggung soal direct investor untuk startup, Edward mengamini potensinya, tetapi menyinggung faktor-faktor penghambatnya.
Salah satu kesulitan yang paling sederhana adalah soal imigrasi. “Karena sangat rumit dan membatasi bagi kami untuk selalu memperbaharui visa setiap tiga bulan sekali. Solusinya adalah memberi visa dengan masa berlaku lima sampai sepuluh tahun.”
Selain itu, Edward mengambil contoh betapa pemerintah India dan Cina sudah melakukan regulasi yang mempermudah para diaspora dalam berkontribusi bagi kemajuan negaranya. “Di India, keturunan India yang sudah menjadi warganegara asing dapat kembali ke negaranya, menetap di sana, membuka usaha, menjadi investor termasuk membuka rekening bank. Yang mereka tidak dapatkan hanya hak untuk memilih (di pemilihan umum). Hal ini sangat memudahkan diaspora India dan China kembali membawa skill, networking, hingga dana untuk membantu startup.”
Jika itu bisa dilakukan di Indonesia, Edward percaya bahwa niscaya aliran keterampilan, networking hingga dana investasi dari para diaspora akan membawa dampak besar demi kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia. Semoga.
Sumber foto Shutterstock