Dark
Light

Potensi dan Tantangan Industri Agrotech di Indonesia

2 mins read
July 12, 2018
Co-Founder & CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan dalam sebuah kesempatan acara / TaniGroup
Co-Founder & CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan dalam sebuah kesempatan acara / TaniGroup

Di tengah daftar startup agro lokal yang terus bertambah, ada beberapa pemain yang justru makin memantapkan keberadaan dan bisnisnya. Salah satunya adalah TaniGroup yang mengembangkan platform TaniHub dan TaniFund. Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan saat ini platform TaniHub sudah digunakan secara aktif oleh 680 kelompok tani sebagai vendor. Kliennya sendiri sudah mencapai lebih dari 230 unit, meliputi supermarket, restoran, eksportir, industri, dan UKM.

Sedangkan untuk TaniFund, pihaknya mengklaim sudah berhasil menyalurkan dana hingga 19 miliar rupiah ke 34 proyek yang digarap kelompok tani. Pendanaan tersebut didapat secara crowdfunding (online) maupun KUR beberapa bank. Didirikan sejak Agustus 2016, TaniGroup juga telah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, dipimpin Alpha JWC Ventures.

Guna meningkatkan kapabilitas, tahun ini TaniHub meluncurkan aplikasi vendor untuk para petani agar dapat menjual produk mereka secara langsung. Terdapat juga aplikasi klien untuk memudahkan konsumen B2B membeli produk dari para petani tadi. Diharapkan dua aplikasi tersebut dapat mempercepat proses on-boarding maupun transaksi.

“Untuk TaniFund, kami sedang dalam proses peningkatan aplikasi untuk petani dan pendamping, sehingga petani dapat menggunakan aplikasinya untuk mendapatkan bantuan asistensi dalam pembudidayaan, seperti informasi cuaca, tumpang sari, metode perawatan tanaman dan lainnya,” ujar Ivan kepada DailySocial.

Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup
Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup

Tantangan di sektor agro

Faktanya tantangan untuk bisnis pertanian sangat banyak, baik yang secara substansi dalam rantai produksi maupun unsur lainnya seperti kapasitas petani. Hal tersebut turut dirasakan oleh tim TaniGroup dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Ivan tantangan terbesar adalah proses sosialisasi, baik kepada mitra petani maupun klien.

“Meski merupakan proses yang cukup costly dan painful, namun ini proses yang mungkin wajib dilalui oleh semua startup yang ingin membuat sebuah terobosan besar. Cara kami menjelaskan proses bisnis kepada petani-petani selama ini adalah dengan mengikuti acara-acara sosialisasi keliling daerah yang dilakukan oleh Kemenkoninfo, KemenkopUKM, OJK dan BI,” terang Ivan.

Keyakinan TaniGroup lambat laun teknologi akan mentransformasikan sistem pertanian Indonesia ke arah yang lebih produktif dan transparan. Ivan mencontohkan, dengan sistem digital terdapat peningkatan jumlah supply dari petani. Petani mengakui terbantu dengan adanya kepastian pasar. Mereka lebih berani menanam lebih banyak dan memperkerjakan orang lebih banyak di ladang.

“Para kelompok tani yang mengajukan pendanaan melalui TaniFund juga bisa mendapatkan pendanaan yang relatif lebih cepat. Selain di sisi marketplace commerce maupun lending, teknologi dapat membantu dalam hal asistensi lapangan bagi petani-petani yang ingin melakukan pembudidayaan yang tepat dan optimal,” lanjut Ivan.

Dengan capaian yang berhasil diraih, TaniGroup cukup percaya diri untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa di tahun ini. Pembaruan fitur masih akan terus digencarkan, mengikuti berbagai masukan dari kelompok tani dan klien B2B. Selain itu tahun ini TaniFund menargetkan angka yang lebih besar untuk pendanaan bagi petani, dengan tujuan meningkatkan dampak sosial, khususnya pada pertanian organik yang ramah lingkungan.

Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup
Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup

“Kue” di sektor pertanian masih besar

Seiring banyak yang menyadari potensi Indonesia sebagai negara agraris, banyak startup baru berbasis agrotech bermunculan. Permasalahannya memang banyak sekali, jika melihat data pertumbuhan sektor pertanian misalnya, menurut data BPS pada tahun 2016 pertumbuhannya cuma berkisar di angka 1,85 persen. Termasuk investasi di sektor pertanian yang tidak signifikan, padahal porsi industri pertanian secara nasional masih sekitar 13,56 persen.

Banyak yang tertantang untuk menyelesaikan, sehingga banyak pemain baru. Namun menurut Ivan hal tersebut justru harus disambut baik.

“Kami menganggap ‘kue’ di sektor pertanian sangat besar sehingga tidak perlu sesama agrotech menganggap satu sama yang lain sebagai kompetitor. Harapan kami, semua agrotech dapat saling berkolaborasi karena misi utama agrotech Indonesia haruslah pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak/nelayan, mempromosikan sustainable farming untuk menjaga keberlanjutan bisnis pertanian Indonesia, dan menjaga ketahanan makanan nasional,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Previous Story

Audi Gandeng Huawei untuk Kembangkan Teknologi Konektivitas Khusus Mobil

Next Story

Smartphone Baru Sony Xperia XA2 Plus Usung Layar Penuh dan SoC Snapdragon 630

Latest from Blog

Don't Miss