Belakangan industri game menjadi the rising star di Indonesia karena keberadaan e-sport yang mendorong anak muda untuk terjun sebagai atlet. Berbagai game bermunculan dengan mulai dari kesulitan tinggi hingga casual, bahkan sempat menjadi bahan debat saat Pilpres 2019.
Apabila menarik waktu sampai 10 tahun ke belakang, bisa dikatakan tren ini belum ada sama sekali. Berkarier secara profesional di industri game bisa dianggap mustahil dan tidak bisa dilakukan. Angan-angan tersebut akhirnya dihempas oleh Steve Jobs saat merilis iPhone di 2007 dan cerita orang yang mendapat penghasilan sehari $60 ribu seharinya setelah menjual aplikasi buatannya di App Store.
Setidaknya, cerita inilah yang melatarbelakangi Anton Soeharyo untuk memulai kariernya bangun perusahaan game.
Di #SelasaStartup kali ini mengundang Anton CEO dari PlayGame untuk berbagi bagaimana peluang industri game saat ini, kiat-kita mulai karier di perusahaan game, dan pekerjaan apa yang paling dicari. Berikut rangkumannya:
1. Tren global industri game sangat menjanjikan
Menurut Newzoo, pendapatan industri game pada tahun ini diprediksi mencapai $118 miliar dengan pertumbuhan minimal 6,5 kali lipat sepanjang lima tahun mendatang. Kenaikan fantastis ini akan dipicu oleh banyak hal. Di antaranya pendapatan terfokus online, pengembangan besar-besaran di AR dan VR, fokus ke game mobile, cloud gaming, dan meningkatnya acara esports.
Di riset itu juga menyebutkan, pada tahun lalu Tiongkok mengambil alih posisi dari Amerika Serikat sebagai negara terbesar untuk game video dengan pendapatan $27,4 miliar. Lalu, negara dengan jumlah pemegang smartphone terbanyak menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat di seluruh dunia.
“Saya lihat tren game itu harus liat ke Tiongkok karena market-nya besar dan teknologinya datang dari sana. Sementara Indonesia itu mundur dari mereka sekitar delapan tahun ke belakang. Tapi itu jadi peluang untuk berkaca sehingga dapat percepat ketertinggalan,” kata Anton.
Melihat perkembangan teknologi game, yang paling teranyar adalah cloud game yang terpacu prospek 5G. Segmen game ini memberikan prospek yang begitu cerah, bahwa semua game yang terhubung dengan perangkat dapat tersambung asal ada jaringan internet.
“Berikutnya adalah VR, memang masih niche. Tapi sekarang jadi game changer. Jadi kalau mau mulai karier di gaming bisa masuk ke VR, enggak banyak yang melakukan tapi ini hot, beda sekali dengan esports.”
2. Tren industri game di Indonesia
Masih dikutip dari sumber yang sama, industri game di Indonesia berada di posisi ke-16 di seluruh dunia dengan jumlah pemain 43,7 juta. Potensi penghasilannya mencapai $880 juta (Rp11,9 triliun). Besarnya potensi ini, membuat Bekraf memiliki program kerja sendiri untuk bidang gaming.
“Menariknya dari setengah smartphone gamer di Indonesia ini willing to pay. Beda dengan sterotip yang menganggap bahwa gamer itu lebih suka yang bersifat gratis. Itu salah, orang banyak yang mau bayar karena sekarang sudah banyak opsinya, sementara itu dulu hanya ada kartu kredit.”
Stereotipe ini, sambungnya, juga terjadi di Tiongkok sekitar 10 tahun yang lalu. Banyak yang menganggap orang sana lebih suka beli bajakan daripada yang versi asli. Namun ketika akses pembayaran dipermudah, banyak orang yang akhirnya migrasi dan membeli yang asli.
3. Karier di industri game
Membuat game itu bukan hal yang mudah, perlu banyak keahlian di berbagai bidang, tidak hanya jago desain dan buat coding-nya. Selain punya programmer dan UI/UX, menurut Anton, idealnya suatu perusahaan game itu punya 2D & 3D artist, game tester, game producer, composer, game journalist, quality assurance. Juga bagian umum dan marketing, seperti business development, marketing, finance, admin, dan human capital.
Tapi yang paling susah itu cari game tester karena mereka harus cari kesalahan. Mereka harus cari lokasi yang biasanya enggak dicari orang pada umumnya. Lalu harus memberikan laporan dan bagaimana perbaikannya dalam bentuk step agar bisa dibaca oleh programmer.
“Game tester ini pekerjaan paling stres menurut saya karena orang biasanya main game untuk lepas penat, justru dapat stres lewat bermain game.”
Begitu pula untuk cari composer yang tepat. Mereka harus bisa membuat musik yang jarang didengar, mudah diingat, namun tidak mengganggu pemain. Itulah bagian tersusahnya.
Tak lupa untuk terus mengembangkan bisnis perusahaan, tidak hanya fokus buat game saja. Sebab apabila game tidak laku di jual, justru tidak bisa buat game yang lain karena kehabisan dana. Makanya perlu rekrut orang business development dan analis untuk memastikan gamer tetap memainkan game dari awal diunduh sampai seterusnya.
“Analis itu buat menganalisa kebiasaan gamer lalu memberikan sejumlah reward kepada mereka agar tetap setia main game kita. Makanya bekerja di perusahaan game itu tidak harus melulu dari latar belakang IT saja, bisa juga dari ekonomi,” pungkasnya.