Tiongkok merupakan pasar esports terbesar di dunia. Menurut Statista, pemasukan industri esports di Tiongkok pada semester pertama 2022 mencapai puluhan juta dollar. Sementara dari segi jumlah penonton, di semester pertama 2022, jumlah fans esports di Tiongkok diperkirakan mencapai 487,4 juta orang.
Mengingat besarnya pasar esports di Tiongkok, tidak heran jika negara itu punya platform streaming game mereka sendiri. Meskipun begitu, biasanya, data viewership dari platform streaming asal Tiongkok — seperti Huya dan Douyu — kurang dipercaya. Esports Charts menjelaskan alasan mereka untuk tidak memasukkan data viewership dari platform streaming game Tiongkok ke laporan yang mereka buat.
Perbedaan Cara Menghitung Viewership
Fans esports di Tiongkok memiliki karakteristik yang berbeda dari fans esports di Amerika Utara dan Eropa. Fans esports di negara-negara Barat cenderung beragam karena mereka berasal dari negara yang berbeda-beda, dengan bahasa ibu yang juga tidak sama.
Sebaliknya, fans esports di Tiongkok cenderung serupa. Mereka juga menggunakan bahasa ibu yang sama. Perbedaan karakteristik dari penonton esports inilah yang membuat platform streaming game asal Tiongkok memutuskan untuk menerapkan metode yang berbeda dalam menghitung viewership.
Platform streaming game yang populer di negara-negara Barat, seperti Twitch dan YouTube Live, selalu menampilkan jumlah penonton saat siaran sedang berlangsung.
Memang, setiap perusahaan punya ketentuan yang berbeda terkait frekuensi update dari jumlah penonton live. Tapi, pada akhirnya, platform streaming game seperti Twitch dan YouTube menggunakan metrik yang sama untuk mengukur viewership, yaitu concurrent viewers atau jumlah penonton saat siaran berlangsung. Lain halnya dengan platform streaming game Tiongkok.
Platform streaming game yang populer di Tiongkok, seperti Huya atau Douyu, biasanya tidak menjadikan concurrent viewers sebagai tolok ukur. Sebagai gantinya, menggunakan metrik yang disebut “The Heat”. Metrik ini juga dikenal dengan nama “Popularity Index” atau “Hot Index”. Untuk menentukan Heat Index, platform streaming memperhitungkan beberapa variabel. Beberapa variabel itu antara lain:
1. Jumlah penonton saat siaran berlangsung.
2. Durasi siaran live
3. Jumlah konten video yang ada di channel yang sedang siaran
4. Apakah konten interaktif atau tidak
5. Jumlah visitors ke channel yang sedang melakukan siaran
Platform streaming game Tiongkok menggunakan mekanisme The Heat bukan tanpa alasan. Mereka mengaplikasikan sistem Heat Index demi membantu streamer yang kurang populer, agar mereka bisa tetap bersaing dengan para top streamers.
Jika Huya atau Douyu hanya menggunakan jumlah penonton live sebagai metrik, maka streamers terpopuler sudah pasti akan selalu mendapat eksposur dan mendominasi. Pasalnya, penonton esports di Tiongkok memiliki bahasa ibu yang sama. Jadi, Duya atau Houyu tidak bisa mempromosikan streamer berdasarkan bahasa yang mereka gunakan, seperti yang dilakukan oleh Twitch.
Masalah yang Bisa Muncul Dalam Sistem Heat Index
Secara teori, mekanisme Heat Index memiliki keuntungan sendiri. Karena perhitungan viewership tidak sepenuhnya tergantung pada jumlah concurrent audience, hal ini akan mempersulit streamer untuk berbuat curang menggunakan bots. Di Twitch, terkadang, streamers menggunakan bots untuk membuat jumlah penonton terlihat lebih banyak dari sebenarnya.
Dengan mekanisme Heat Index yang digunakan oleh platform streaming game Tiongkok, streamers tidak lagi bisa menggunakan bot untuk membuat jumlah penontonnya lebih banyak. Karena jumlah penonton langsung bukan satu-satunya metrik yang diperhitungkan.
Namun, sistem Heat Index juga memiliki masalah. Salah satunya, mekanisme Heat Index tidak transparan. Karena, hanya developer dari platform streaming game yang mengetahui perhitungan Heat Index atau variabel yang digunakan untuk menentukan Heat Index itu sendiri.
Sistem yang tidak transparan ini memunculkan rumor bahwa platform streaming game Tiongkok sengaja menaikkan jumlah viewership di platform mereka. Dan rumor ini bertahan selama bertahun-tahun.
Masalah lain dari sistem The Heat adalah ia tidak merepresentasikan dinamika viewership dari sebuah turnamen esports dengan akurat. Esports Charts menjadikan League of Legends Worlds 2019 sebagai contoh. Mereka membandingkan viewership dari Worlds 2019 di Twitch, YouTube, dan Douyu.
Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, pola viewership pada Twitch dan YouTube terlihat serupa. Pada grafik YouTube dan Twitch, terlihat bagaimana jumlah audiens cenderung naik selama turnamen. Jumlah penonton mencapai titik tertinggi pada bagian akhir. Kemungkinan, peak viewers tercapai pada saat babak Grand Final diselenggarakan. Setelah babak final berakhir, jumlah penonton mengalami penurunan drastis.
Sementara itu, di grafik Douyu, The Heat naik sejak awal dan cenderung stabil hingga akhir turnamen. Titik puncak pada grafik Douyu juga tercapai pada pertengahan turnamen. Sementara di bagian akhir, metrik The Heat justru tidak menunjukkan kenaikan. Padahal, biasanya, penonton akan tertarik untuk menonton babak Grand Final. Apalagi, di 2019, Grand Final mempertemukan G2 Esports asal Eropa dengan FunPlus Phoenix, asal Tiongkok.
Sumber header: Panda Daily