Eksplorasi peluang melalui kanal digital terus diupayakan oleh pebisnis di berbagai skala. Pasar e-commerce yang terbuka semakin lebar memberikan kesempatan perluasan dan distribusi produk, tak terkecuali bagi pemilik brand besar yang telah mengedarkan produknya selama bertahun-tahun. Tapi terkadang perubahan digital yang kencang tanpa dibarengi transformasi digital menyeluruh membuat proses adaptasi ke online menjadi lamban. Melihat permasalahan tersebut, berbagai startup hadir menyajikan platform enabler.
Salah satunya adalah PowerCommerce, digagas oleh Hadi Kuncoro dan tiga co-founder lainnya, mereka menghadirkan platform e-commerce omni-channel dan supply chain management. Di dalamnya ada beberapa fitur, salah satunya untuk mengintegrasikan semua kanal penjualan, baik online maupun offline. Kanal online tidak hanya mencakup C2C/B2C marketplace, tapi juga B2B marketplace dan layanan on-demand.
“Kami tidak hanya membantu brand principal masuk ke marketplace populer seperti Shopee, Tokopedia, Lazada dll; tapi juga ke B2B marketplace seperti Ralali, Mbiz, sampai Bhinneka. Selain itu, teknologi kami juga memudahkan beberapa brand untuk masuk ke layanan on-demand, contohnya ada perusahaan farmasi kami hubungkan dengan Halodoc,” ujar Hadi.
PowerCommerce turut sajikan fitur yang memungkinkan pemilik brand untuk membuat situs jualannya. Mereka mengembangkan framework sendiri, nilai uniknya menghubungkan proses bisnis secara O2O (online-to-offline). Situs tersebut dapat terhubung dengan sistem stok di toko offline melalui koneksi ke layanan POS via API, ke distributor, hingga fulfillment center. Pinnacle House Indonesia jadi salah satu yang menggunakan layanan tersebut.
“Beberapa waktu lalu, Pinnacle melakukan peluncuran situsnya, sepenuhnya didukung PowerCommerce. Mereka menjual makanan segar dan beku, memanfaatkan 13 hub kami yang tersebar di Jabodetabek. Sehingga ketika ada orang Jakarta Barat memesan, maka akan diambilkan dari gudang terdekat. Selain lebih cepat, memungkinkan brand untuk memberikan flat rate untuk biaya pengirimannya,” terang Hadi.
Lalu layanan pamungkasnya adalah PowerBiz, pusat integrasi dari seluruh kanal penjualan. Fitur ini memudahkan pebisnis mengelola katalog produk dan pemesanan. Di sini, pebisnis juga bisa menghubungkan beberapa fulfillment sekaligus, ke distributor, gudang (milik sendiri atau sewa), sampai toko offline.
Solusi tersebut sudah dimanfaatkan oleh perusahaan besar seperti Unilever, Mustika Ratu, Soho, hingga Wardah yang saat ini menjadi klien PowerCommerce. Mereka mencoba menghadirkan pengalaman paling efisien untuk mendistribusikan produk kepada konsumen online mereka. “Kalau ada konsumen di Makassar, ya kita bisa bantu kirimkan barang dari gudang atau kantor distribusi terdekat di sana, bukan di kirim ke Jakarta. Sehingga lebih cepat dan murah. Sekarang penjual semen dan material bangunan lainnya juga jadi bisa memanfaatkan kanal penjualan online,” kata Hadi.
Dengan solusi yang unik, di Indonesia sudah ada beberapa platform yang coba membantu pebisnis memaksimalkan potensi e-commerce, baik di sisi pengelolaan kanal online seperti Sirclo atau aCommerce, pergudangan seperti Crewdible, logistik seperti Shipper atau Waresix.
Upaya membantu UKM
Hadi bukan orang baru di lanskap industri ini. Sebelumnya ia sempat memimpin aCommerce, juga mendirikan layanan serupa bernama Feedr. “Saya dan founder lain bersepakat untuk tidak melanjutkan Feedr, karena masing-masing sedang punya agenda sendiri. Budi Handoko sekarang fokus di Shipper, Subiakto Priosoedarsono sibuk dengan bisnis branding-nya, dan Riyeke Ustadiyanto di iPaymu,” terangnya.
Pengalaman tersebut turut mengantarkan Hadi bersentuhan dengan banyak pelaku bisnis sekala kecil dan menengah. Ia pun mengatakan, sejauh ini ada enam permasalahan mendasar yang masih banyak dihadapi pelaku UKM di Indonesia. Yakni terkait dengan permodalan, akses pasar, pengetahuan bisnis, administrasi, gagap teknologi, dan kurang jaringan.
“Selama ini kalau tanya pelaku UKM masalahnya selalu permodalan. Tapi kalau pemerintah yang ngomong, selalu arahnya mengajak UKM untuk go online agar membuka pasar. Dari sini saja sudah tidak match,” ujar Hadi.
Merasa punya tanggung jawab untuk turut merangkul kalangan UKM, PowerCommerce turut hadirkan sejumlah fitur, misalnya Social Commerce dan Chat Commerce. Mereka juga membantu produsen produk lokal untuk berjualan secara online dengan menghadirkan portal seperti HalalPlaza. Saat ini portal marketplace tersebut sudah mengakomodasi sekitar 600 brand, segera hadir 5 ribu brand lagi yang tengah dalam tahap pematangan.
“Total ada 15 ribu UKM yang mendaftar, tapi kami ada seleksi dan kriteria tersendiri. Yang kami targetkan mereka yang benar-benar memproduksi jualannya, bukan menjual ulang barang misalnya dari Tiongkok. Kami bantu mereka, mulai dari memfoto produknya dengan baik sampai memasarkan. Selain di Indonesia, HalalPlaza juga sudah menjangkau negara tetangga, bekerja sama degan pemain lokal di sana,” imbuh Hadi.
Bangun big data
Bermain dengan teknologi yang memfasilitasi proses bisnis dari hulu ke hilir memungkinkan PowerCommerce untuk mengelola berbagai jenis data. Dari sini, tim tengah menyempurnakan solusi “big data closed-loop ecosystem”, direpresentasikan dalam dasbor data visual untuk membantu pebisnis memahami secara detail perilaku konsumennya.
“Setiap konsumen akan memiliki ID unik yang bisa di-track kebiasaan belanjanya. Kita sendiri kan kadang sering belanja di Shopee, kalau pas ada free ongkir Tokopedia belanja di sana, dan kalau pas ada diskon gede bisa juga belanja di situs brand langsung. Yang kayak gitu bakal ditangkap, termasuk sampai ke perilaku pemilihan logistik. Harapannya bisa mendasari strategi bisnis pemilik toko,” jelas Hadi.
Ia cukup yakin bahwa semua solusi yang dihadirkan PowerCommerce akan menjadi tren di masa mendatang. Karena bisa dilihat, sekarang semua pemain e-commerce besar makin minat bangun fulfillment center sendiri, karena mereka sadar bahwa Indonesia membutuhkan model pelayanan yang unik.
“Saat ini kita sudah ada strategic investment dari SAP, memungkinkan PowerCommerce menggunakan fasilitas gudang mereka di 154 kota di Indonesia,” katanya.
PowerCommerce sendiri baru dilahirkan tahun 2019 lalu. Hadi menegaskan perusahaannya ini sejak awal didesain sebagai profitable company. Tahun ini masih ada pipeline untuk menggenapi jumlah klien, dari 33 jadi 100 perusahaan. Untuk melakukan perluasan kanal profit, pihaknya juga tengah melakukan penggalangan dana ke investor, ditargetkan putaran tersebut akan final di akhir tahun.
“Di tengah pandemi seperti ini, penjualan kami naik 15 kali lipat. Jika dibandingkan tahun lalu naiknya sampai 5-6 kali lipat. Salah satunya karena kami turut menjualkan produk kesehatan dan imun tubuh. PowerCommerce sudah live, bukan beta lagi. Tinggal kita gencarkan scale-nya,” tutup Hadi.