Majalah SWA dan perusahaan konsultasi Accenture mengumumkan hasil survei sementara mengenai pemetaan tingkat kedewasaan bertransformasi digital di berbagai sektor industri di Indonesia.
General Manager Business Digest SWA R. Purnadi menuturkan survei ini sebenarnya masih terus bergulir dan belum mencapai kesimpulan akhir. Hasil sementara menunjukkan tingkat kedewasaan lebih baik diserap oleh industri yang bergerak di B2C, yakni perbankan, teknologi informasi, telekomunikasi, dan asuransi.
“Kita mau lihat tingkat pemahaman dan penerapan teknologi digital di berbagai sektor industri. Sebab tingkat pemahamannya itu bisa berbeda-beda. Mungkin ada yang anggap digital itu terkait proses bisnis internal, tapi sebenarnya bisa lebih dari itu,” terangnya dalam Digital Summit Indonesia 2017, Rabu (8/11).
Industri pendidikan dan media menempati posisi di tengah-tengah. Sementara, sektor yang paling lambat menyerap digital dan berada di posisi akhir adalah industri yang bergerak di B2B berbasis komoditas yaitu, manufaktur, transportasi, dan minyak & gas.
Rentang waktu survei dilakukan mulai dari September 2017-Desember 2017. Jumlah responden yang terkumpul sebanyak 54 orang. Mereka berasal industri pendidikan 24%, telekomunikasi 20%, manufaktur 17%, perbankan 9%, media 7%, IT 5%, asuransi 6%, transportasi 6%, dan migas 6%.
Responden yang diambil berasal dari kalangan eksekutif C-level ke atas dengan latar belakang perusahaan skala menengah hingga atas. Metode yang dilakukan adalah kuantitatif dengan menyebar survei secara online. Untuk penilaian kematangan menggunakan indeks dengan rentang angka dari 0 sampai 5.
Secara rerata, dari sembilan industri yang disurvei tingkat kedewasaannya terhadap transformasi digital mencapai 3,91. Ada empat indeks poin transformasi digital yang disoroti, yaitu digital strategy dengan nilai keseluruhan 3,95, digital consumer 3,86, digital enterprise 3,98, dan digital operation 3,98.
Namun bila disoroti lebih dalam untuk masing-masing poin ada yang menarik. Digital strategy sangat diperhatikan oleh industri perbankan, teknologi, dan telekomunikasi. Indeksnya secara rerata untuk ketiga industri ini ada di kisaran 4,00 sampai 4,5.
Untuk digital customer, tidak hanya didominasi oleh tiga sektor unggulan, tapi juga ada industri pendidikan. Digital enterprise menjadi daerah yang sangat disoroti oleh industri media. Sedangkan digital operation sangat diperhatikan oleh industri perbankan.
Purnadi menyimpulkan industri dengan penetrasi teknologi yang tinggi seperti teknologi dan telekomunikasi memang wajar bila adopsi digitalnya sudah cukup matang. Namun bagi perbankan dan asuransi pertimbangan transformasi digital sangat tinggi karena ini berkaitan dengan keamanan data nasabah.
Inilah yang menyebabkan indeks digital consumer dalam dua industri ini cukup tinggi, perbankan 4,18 dan asuransi 3,83. Sedangkan untuk industri dengan evolusi pemanfaatan teknologi yang kurang, seperti manufaktur, transportasi, dan migas cenderung belum begitu memerhatikan transformasi digital.
Dari empat poin digital yang disoroti, sambung Purnadi, digital enterprise dan digital operation menjadi poin yang paling banyak diperhatikan oleh seluruh industri dibandingkan digital costumer. Dengan kata lain, perhatian pemimpin perusahaan dalam transformasi digital sangat dipengaruhi untuk kebutuhan internal perusahaan.
Mengatasi tantangan transformasi digital
Managing Director Technology Consulting Accenture Leonard Nugroho Tjiptoadikusumo menambahkan ada sembilan tantangan yang dihadapi setiap perusahaan saat mengadopsi teknologi digital. Namun keseluruhan masalah tersebut bisa diatasi dengan solusi yang bisa diterapkan.
Poin masalah mulai dari kelimpahan data, migrasi data ke sistem yang berbeda, membaca data, budaya perusahaan yang kaku, memisahkan digital, dan keamanan.
“Ambil contoh untuk kelimpahan data (data noise), banyak yang belum mengerti bagaimana validasinya. Padahal sebenarnya bisa di-over cut dengan data analytics dan media sosial bagaimana membuat data jadi lebih menarik,” kata Leonard.
Untuk solusi yang bisa dipakai dalam mengatasi masalah, sambung Leonard, perusahaan dapat memanfaatkan media sosial, analisis, aplikasi, mobilitas, cloud/IoT, dan server. Keseluruhan solusi ini menjadi enabler bagi kesembilan masalah tersebut.
Menurutnya, tidak semua sektor menerima dampak digitalisasi yang sama. Ada tiga elemen sebagai tolak ukur untuk menganalisis dampak dari digitalisasi, yakni defend, differentiate, dan distrupt. Ketiganya membantu perusahaan menentukan ruang lingkup, kedalaman dan luas dari setiap bidang proyek diagnostik.
“Dengan mengombinasikan ketiga elemen tersebut, kemungkinan akan menghasilkan terobosan baru buat perusahaan agar tetap sejalan dengan perkembangan zaman,” pungkas Leonard.