Hampir tiga bulan sejak pemberlakuan karantina mandiri karena pandemi, coworking space adalah salah satu industri yang ikut terkena imbas. Fleksibilitasnya sebagai tempat kerja semua orang sangat memungkinkan terjadinya risiko penularan.
Faye Alund, Presiden Coworking Indonesia, asosiasi yang mewadahi coworking space, menyebut, pihaknya melakukan survei singkat untuk melihat kondisi coworking space di Indonesia selama tiga bulan terakhir. Survei ini diikuti 30%-40% anggota. Adapun total anggotanya adalah 250 orang yang mewakili sekitar 100 bisnis coworking space.
“Jawabannya adalah okupansi hampir 0% karena banyak yang tutup selama dua sampai tiga bulan. Juni sudah mulai pada buka. Untuk teman-teman yang di luar Jakarta, meski tidak ada PSBB, okupansinya juga ikut turun hampir 0%,” paparnya kepada DailySocial.
Paparan singkat Faye sejalan dengan yang dihadapi Ngalup, pemain dari Malang. Direktur Ngalup.co Andina Paramitha menceritakan, selama tiga bulan belakangan pihaknya beralih ke “survival mode” karena seluruh anggota melakukan WFH. Karena okupansi turun drastis, tim mulai mengurangi satu per satu kebutuhan yang sifatnya “nice to have”.
“Sebelum Covid-19 masuk ke Malang, kami sudah menyiapkan plan untuk bertahan hingga Desember 2020 untuk memutar roda ekonomi. Kami akan push layanan baru dan untuk mengurangi cost tiap bulannya, maka kami melakukan penyesuaian kebutuhan, mulai dari penggunaan listrik, gaji karyawan, hingga katering karyawan,” ujarnya.
Kondisi sedikit berbeda diceritakan Co-Founder dan CEO GoWork Vanessa V. Hendriadi. GoWork tergolong pemain besar dengan total ruang hampir 60 ribu meter persegi yang tersebar di 24 titik di empat kota besar di Indonesia.
Vanessa mengungkapkan, pihaknya mengikuti kebijakan pemerintah dalam hal menutup lokasi karena hal terpenting adalah mengutamakan keselamatan bersama. Hanya saja, ada beberapa lokasi beranggotakan perusahaan yang bergerak di bisnis esensial, sehingga GoWork harus tetap buka.
“Rata-rata okupansi kami masih di atas 70%, memang sedikit menurun dibandingkan sebelum Covid-19 yakni di angka 95%. Namun hal ini kami lihat hanya sementara dan kami sudah siap menghadapi “new normal” dengan semua protokol yang terus kami update,” terang Vanessa.
CoHive juga menutup mayoritas lokasinya selama PSBB berlangsung dan membuka kembali pada 8 Juni 2020, dimulai dari kantor pusatnya, CoHive 101. CEO CoHive Jason Lee menerangkan, pandemi telah membuat perubahan bisnis bagi perusahaan, namun pihaknya mulai optimis menyambut kondisi normal baru.
“Sepanjang PSBB, hunian kantor pribadi kami tetap stabil, maka dari itu tim pengembang telah menyediakan solusi terbaik untuk anggota. Kami percaya membangun hubungan jangka panjang dengan anggota akan memperkuat komunitasnya,” katanya.
Dari sisi bisnis, tim CoHive secara aktif berdiskusi dengan pemilik gedung untuk memberikan opsi dan penyesuaian terkait fleksibilitas biaya sewa untuk para anggota CoHive, terutama startup dan UKM agar runway mereka lebih panjang.
“Sebagai catatan positif, sebagai platform coworking dan komunitas terbesar di Indonesia, kami berharap menjadi salah satu industri pertama yang pulih dan tumbuh lebih kuat dari pemain lain karena kami menyediakan yang dibutuhkan untuk mengaktifkan lagi [aktivitas] dalam normal baru.”
Sumber pendapatan baru
Penerapan PSBB sejalan dengan penyebab mengapa okupansi menurun. Oleh karena itu, pemain harus mencari akal bagaimana memastikan bisnisnya tetap hidup. Faye menegaskan, esensi utama coworking space adalah aktivasi komunitas yang ingin memperluas jejaringnya, sekaligus mengakselerasi serendipity.
Serendipity adalah kebetulan-kebetulan yang menguntungkan dan bisa terjadi kapan saja. Hal ini bisa diciptakan melalui coworking space sebagai melting pot-nya.
Perluasan jejaring diterjemahkan dalam bahasa bisnis dengan menggelar program pelatihan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Kini program ini digelar dalam versi online.
“Pada Maret-April, teman-teman banyak yang buat program versi gratis untuk tes dulu karena ini pindah dari offline ke online, pelajari topiknya, dan sebagainya. Lalu pada Mei terlihat mereka mulai monetisasi dengan membuat kelas berbayar, sudah tahu market butuh apa, meski baru mulai.”
Dari sisi asosiasi, mereka mendorong anggota dengan memberikan akses dan kesempatan untuk para pemain coworking memperluas sumber pendapatan dengan mengikuti program yang digelar di luar negeri. Salah satu acara global khusus pemain coworking space adalah Hack Coworking Berlin 2020.
“Dari situ, kita bisa belajar dari pelaku lain tentang stream-stream [pendapatan baru] apa yang bisa dilakukan selama pandemi. Selain aktivasi program, ada juga cara crowdfunding, menggunakan resource dari member untuk kerja sama dan monetisasi dalam rangka capacity building, dan lainnya yang semuanya dilakukan secara online.”
Para pemain sepakat dengan pernyataan Faye. Vanessa menerangkan, meski banyak lokasi tutup, kesibukan tim GoWork justru bertambah. Selain sibuk menjalin hubungan dengan semua stakeholder (anggota, mitra, dan pemilik gedung) agar tetap survive, mereka melakukan digital activation dengan gencar melalui konten-konten yang diminati dari platform populer.
Diklaim, hampir setiap hari platform GoWork dikunjungi lebih dari 1000 pengunjung yang tune-in ke konten yang dibuat perusahaan. Dia mengaku, strategi seperti ini belum pernah dijajaki perusahaan sebelumnya. “Karena krisis ini, GoWork menemukan kesempatan bisnis baru yang sangat membantu perkembangan komunitas kami dan merupakan komplemen dari bisnis ruang kerja fleksibel kami.”
CoHive juga gencar menggelar program online untuk komunitasnya. Jason memaparkan, pihaknya mengundang kalangan profesional, baik dari individu maupun perwakilan perusahaan dari lintas industri sebagai pembicara.
“Komunitas dan kolaborasi masih merupakan bagian inti dari bisnis kami tetapi dengan fokus pada kesehatan dan keselamatan. Misalnya, kami beradaptasi dengan memindahkan acara/kegiatan sosial secara online. Tentu saja, ke depannya kami akan menggelar lebih banyak kegiatan online.”
Ngalup juga demikian. Mereka membuat program webinar berbayar dan berkolaborasi dengan coworking lain di luar Malang untuk menjangkau lebih banyak audiens. Di samping itu, Ngalup membuat layanan baru, yakni webinar studio. Ngalup menyediakan seluruh kebutuhan webinar, mulai dari kamera, microphone, laptop, background, lisensi Zoom, hingga host apabila dibutuhkan.
“Kami juga sedang mengurus layanan virtual office. Nantinya para korporat bisa menaruh alamat perusahaannya di tempat kami, tanpa harus kerja di Ngalup. Dampaknya belum terlihat signifikan, tapi kami yakin ke depannya akan ada peluang besar untuk layanan ini,” tutur Andin.
Protokol kesehatan
Sebagai tempat berkumpul orang dari berbagai perusahaan, coworking space perlu menerapkan protokol kesehatan dalam menyambut normal baru. Prosedur yang diambil mengikuti instruksi pemerintah, misalnya menyediakan sarana untuk cuci tangan, termogun untuk cek suhu tubuh, memastikan penggunaan masker, dan menyebar hand sanitizer di banyak titik.
“Kursi dan meja di ruangan kami berikan jarak satu meter untuk mencegah terjadinya penyebaran dari lingkungan kantor Ngalup,” terang Andin.
CoHive juga membuat sejumlah tindakan preventif yang perlu dipatuhi komunitasnya, seperti lebih disiplin sanitasi secara berkala di semua lokasi, menganjurkan pertemuan tatap muka hanya bisa dilakukan apabila jumlah peserta di bawah lima orang. Lalu mendorong anggota untuk datang tidak dalam waktu bersamaan agar dapat meminimalisir jumlah orang yang mengantre di lift atau elevator.
“Kami masih dalam proses menyempurnakan pedoman yang lebih rinci mulai minggu ini, sampai seterusnya ketika orang-orang kembali ke kantor. Meskipun ini adalah tambahan biaya bagi kami, namun kesehatan dan keselamatan adalah prioritas kami.”
Adapun GoWork menerapkan verifikasi kesehatan melalui QR Code sebelum masuk ke area kantor. Semua pengunjung diwajibkan melakukan registrasi dengan formulir verifikasi online melalui smartphone. Ketika pengunjung telah terverifikasi dan lolos pengecekan suhu tubuh, tim akan memberikan tanda khusus, berupa stiker penanda untuk dilekatkan di bagian sisi dada kiri.
Vanessa juga membatasi penggunaan beberapa fasilitas, seperti ruang gym, pojok istirahat, pod tidur, bantal bangku, dan peralatan tulis bertama. “Kami menghimbau agar membawa makanan dan minuman mandiri karena pembatasan pemanfaatan kawasan dapur bersih.”
Strategi survive dan tren baru
Mengantisipasi kondisi ekonomi yang belum menentu, para pemain sudah menyiapkan jangkar pengaman agar tetap bertahan setidaknya sampai akhir tahun. Strategi yang dilakukan antara pemain skala besar dan yang berskala menengah-kecil tentunya akan berbeda.
Selain mengandalkan layanan baru Andin memastikan pihaknya akan terus mengetatkan post-post pengeluaran bulanannya hingga tutup tahun 2020, mulai dari penggunaan listrik, gaji karyawan, hingga kateringnya.
Secara terpisah, dalam keterangan resmi, GoWork tetap optimis akan pemulihan berkelanjutan industri coworking dalam kurun waktu enam bulan ke depan dengan normal baru. Ekspansi lokasi baru akan dilanjutkan perusahaan, setelah sempat tertunda karena pandemi, di Jakarta, Medan, dan Surabaya. Lokasi terbaru GoWork terletak di Treasury Tower, SCBD, Jakarta.
“Operator coworking akan merasakan peningkatan angka occupancy dan interest karena banyak perusahaan yang menjadi lebih fleksibel semasa pasca Covid-19. [..] coworking akan menjadi sebuah solusi terjangkau bagi perusahaan-perusahaan yang semakin cermat dan cerdas dalam memanfaatkan modal usaha sehemat-hematnya dengan memilih coworking space,” ucap Co-Founder dan CFO GoWork Richard Lim.
Dari sisi CoHive, Jason mengaku pihaknya menerima kenaikan pertanyaan bisnis secara dramatis dalam dua minggu terakhir karena para pemilik usaha telah menunggu PSBB berakhir. Optimisme tersebut membuat dia percaya permintaan bisnis akan meningkat pada tiga sampai enam bulan mendatang, lebih tinggi dari sebelum Covid-19.
“Mayoritas perusahaan di Indonesia menyewa ruang kantornya dengan harga sewa tetap selama 5-10 tahun, meski sebenarnya kebutuhan ruangan yang dipakai tidak sebesar itu. [..] Kami pikir mereka akan beralih ke penyedia ruang kerja yang fleksibel. Kami melihat pemulihan yang kuat dalam 3-6 bulan ke depan dengan potensi yang lebih besar.”
Faye turut menambahkan optimisme serupa. Dia mengibaratkan pengaruh pandemi ini bagi pemain coworking space merupakan blessing in disguise (berkah terselubung). Ketahanan bisnis tentu akan ditantang bagaimana bisa tetap survive dalam satu tahun.
Covid-19 memang mengambil seluruh value dari fasilitas fisik yang dimiliki coworking space, tapi value yang jauh lebih penting adalah bagaimana memperbesar jejaring, meningkatkan kapabilitas diri lewat program-program yang dibutuhkan. Jadi coworking space itu bukan tempat kerja yang punya fasilitas meja, kursi, dan internet.
“Sehingga ketika masuk new normal, mindset sudah terbentuk, bahwa kerja itu bisa fleksibel, bahwa remote working itu memungkinkan, bahwa KPI itu bukan dari pasang badan tapi dari result. Ini mengubah habit the way of working, dengan pakem-pakem dari coworking space yang kita perkenalkan selama ini.”
Tren berikutnya yang mungkin terjadi saat masa transisi normal baru adalah munculnya coworking space yang berlokasi di pinggiran kota atau perumahan untuk mengakomodasi orang-orang yang ingin tetap bekerja remote tanpa harus datang ke kantor atau bekerja dari rumah.
“Jadi daripada harus commute, coworking space bisa mengakomodasi lingkungan kerja yang lebih profesional, dilengkapi fasilitas dan networking,” tutup Faye.