Minggu kemarin merupakan minggu yang sibuk, 3 aplikasi messaging mengadakan acara sekaligus di minggu yang sama. Aplikasi-aplikasi tersebut adalah KakaoTalk, Line dan juga WeChat yang kesemuanya merupakan aplikasi pengirim pesan yang dikembangkan di negara maju di Asia. KakaoTalk merupakan aplikasi messaging paling populer di Korea Selatan (88% market share), Line yang besar di Jepang (44% market share) dan WeChat memiliki basis pengguna cukup besar di China.
Beberapa pemain di segmen ini seperti WhatsApp cenderung lebih santai dan tidak se-agresif pesaingnya dari Asia, mungkin karena saat ini bisa dibilang WhatsApp merupakan pemain utama selain BlackBerry Messenger di kota-kota besar di Indonesia. Beberapa perusahaan seperti Samsung, Nokia, Facebook, Microsoft juga sudah memiliki produk messagingnya sendiri, semuanya berpegangan pada fakta bahwa masyarakat Indonesia suka chatting terutama lewat mobile.
Namun faktanya adalah, dari para pemain di segmen ini kemungkinan besar hanya satu-dua yang akan survive dengan market share signifikan di Indonesia. Lalu, pertanyaan besarnya adalah: bagaimana caranya agar para pemain di bidang ini mampu menggaet market share di Indonesia?
“Kecepatan aplikasi dan kehandalah pengiriman pesan”, kata Aria Rajasa (Tees Indonesia) dan Api Perdana (NgaturDuit) ketika ditanyakan mengenai persaingan ini. Memang aplikasi-aplikasi ini dibuat sesuai dengan standard kecepatan internet dari negaranya masing-masing, yang ketika diaplikasikan di Indonesia menjadi kurang efektif. Beberapa aplikasi ini cenderung rakus bandwidth dengan emoticon dan fitur-fitur lain yang harus terkoneksi dengan internet, hal ini menyebabkan bottleneck akses data dan aplikasi-pun menjadi lambat.
Agus Mulyono, founder Kartunama.net, memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Agus, para pemain di segmen ini harus mengusahakan agar aplikasinya tersedia di semua platform yang ada, mulai dari high-end sampai ke low-end. “Langkah selanjutnya: bekerjasama dengan produsen smartphone dan pastikan aplikasi di-preload ke handset. Pendapat lain datang dari Dondy Bappedyanto (Infinys System Indonesia), “target pasar yang menggunakan handphone murah, fokus ke low-end”. Dondy berpendapat bahwa pemain di pasar ini cenderung belum banyak, tidak lupa juga karena skala pasar yang lebih besar dibandingkan high-end.
Selain kecepatan aplikasi secara teknis, speed-to-market juga sangat berperan di tengah persaingan yang secepat ini. Kemungkinan lebih besar untuk bisa memenangkan pasar jika pemain tersebut masuk terlebih dahulu ketimbang pesaingnya, tentu saja dengan menimbang faktor kenyamanan produk terlebih dahulu. Persaingan seperti ini mirip seperti persaingan di industri telekomunikasi, dimana semuanya bergerak sangat cepat agar terlebih dahulu keluar dengan produk yang inovatif dibandingkan pesaingnya.
Ada satu hal lagi yang menurut saya sangat penting bagi para pemain aplikasi messaging untuk memenangkan persaingan: Partnership. Menjalin kerjasama dengan penyedia konten dan distribusi sepertinya krusial di tahap ini terutama bagi pemain aplikasi messaging yang kesemuanya berasal dari luar Indonesia. Penyedia konten, komunitas, perusahaan telko, produsen handphone, merupakan perusahaan yang harus didekati oleh para pemain ini untuk memulai ekspansi ke pasar Indonesia. Namun tidak berhenti sampai disitu dan tidak sembarangan, kerjasama dengan perusahaan yang salah juga bisa berakhir dengan tidak tercapainya target.
Yang pasti, tahun ini merupakan tahun yang exciting sekaligus keras untuk para pemain aplikasi messaging KakaoTalk, Line, WeChat dan WhatsApp. Yang mana yang akan menang? Waktu yang akan membuktikan.
Sambil menunggu, ayo vote aplikasi messaging mana yang menurut anda akan menang di Indonesia. Hasil dari polling ini akan kami publish dalam waktu dekat.