Dark
Light

Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup

5 mins read
August 6, 2015

Kesempatan perempuan untuk menjadi bagian penting di industri teknologi makin terbuka / Shutterstock

Meskipun belum banyak, bisnis teknologi (terutama di sektor startup) kini sudah menginjak titik emansipasi. Keterlibatan perempuan di beberapa elemen kunci startup teknologi makin banyak bermunculan. Menarik bagi kami untuk menggali lebih dalam bagaimana kesan mereka para perempuan yang berkecimpung di lingkungan ini.

Kami berkesempatan mewawancarai tiga sosok perempuan hebat dengan peran yang berbeda. Semua memegang peranan kunci di sebuah startup. Mereka adalah Rui Ma yang saat ini bekerja dengan banyak startup melalui perusahaan investasi 500 Startups, Co-Founder Fittr Kiki Schirr yang cukup aktif di dunia digital marketing, dan Co-Founder Nomad Studio Radita Liem yang saat ini juga bekerja sebagai front end developer Traveloka.

Seberapa lama mereka telah terjun di dunia teknologi

Rui Ma mengatakan, “Saya telah terlibat dalam dunia teknologi hampir di sebagian besar hidup saya.”

Ia menceritakan bahwa saat kuliah dengan mantap memilih jurusan Teknik Elektro dan Ilmu Komputer di U.C. Berkeley. Karier di bidang teknologi diawali menjadi konsultan IT pasca kelulusannya. Saat ini ia lebih memilih untuk berada di bidang investasi teknologi sembari mengakselerasi perkembangan startup bersama 500 Startups. Ia mengaku bahagia dengan dunia yang digelutinya.

Sementara Kiki mengaku bahwa kegemarannya dengan teknologi berawal sejak 8 tahun lalu. Ia gemar membaca sesuatu tentang perkembangan teknologi yang ada. Kini ia sudah 5 tahun menjadi profesional di bisnis berbasis teknologi dan ia pun mengaku bahwa kehidupannya kini sudah menyatu dengan kegemarannya akan teknologi.

Radita sendiri meskipun sudah mengenal pemrograman sejak SMP, waktu itu masih dengan Pascal, kegemarannya dengan pemrograman justru lahir ketika kuliah. Radita banyak berbaur dengan komunitas dan memberanikan diri untuk menjadi freelance programmer saat kuliah.

Tanpa dilandasi rasa cinta akan profesinya, seseorang tak akan maksimal dalam meniti kariernya

Bagi Radita bidang IT itu sangat menarik, karena terdapat hal yang ia sebut sebagai unlimited possibilities untuk menciptakan sesuatu. “Aku bilang bidang ini malah dekat sebenarnya dengan perempuan, karena membuat program itu seperti membuat kerajinan tangan, butuh ketelatenan dan ketelitian untuk bisa menciptakan sesuatu yang dipakai banyak orang,” ujarnya.

Terdapat hal positif dan negatif yang dirasakan Kiki sebagai perempuan berkecimpung di bidang teknologi. Salah satu hal menarik bagi seorang perempuan, terutama bagi Kiki yang banyak bergelut di bidang pemasaran dan media sosial produk teknologi berpendapat bahwa sudut pandang seorang perempuan sebagai konsumen sangat berharga. Hal ini banyak ia bawa ke meja kerja sebagai pengetahuan terbaik dalam pendekatan pemasaran, meskipun ia juga mengatakan masih sering menemukan hal bias dalam keterlibatannya di bisnis teknologi.

“Awalnya bahkan saya tidak tahu apa itu kabel HDMI. Kala itu kakak saya memberikan bekerjaan untuk menjual berbagai barang elektronik. Tapi saya sangat berterima kasih kepadanya telah membukakan mata saya pada dunia yang sangat menarik ini,” ungkap Kiki menceritakan awal keterlibatannya di dunia teknologi.

Sedangkan Rui Ma justru merasa netral terkait dengan urusan gender di lingkungan teknologi. Menurutnya sebuah inovasi tidak memandang miring gender tertentu. Meskipun ia menyadari bahwa keterlibatan perempuan masih sedikit, ia begitu tertarik pada bidang ini, dan merasa nyaman dalam menggelutinya. Baginya teknologi yang dinamis memiliki potensi besar untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik, di berbagai aspek, sehingga Rui Ma memilih untuk terlibat langsung di dalamnya.

Beberapa hal yang menjadi kelebihan perempuan untuk memaksimalkan manuver sebuah bisnis teknologi

Ketiga narasumber sepakat bahwa gender bukanlah sesuatu yang begitu membedakan kinerja secara profesional. Pengalaman dan dedikasilah yang menentukan di sana. Ketiganya memiliki beberapa pengalaman unik terkait dengan keterlibatannya di industri teknologi sebagai seorang perempuan.

Di sebuah ruang rapat startup tentu akan terlibat lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Tak jarang karena harus menjadi satu-satunya perempuan di ruangan timbul persanaan malu. Hal itu yang dirasakan Kiki. Menariknya ia justru menyikapinya dengan baik. Perasaan malu tersebut cenderung membuatnya untuk beisa lebih mempersiapkan diri, untuk bisa berpikir lebih untuk berbagai hal yang akan ia lakukan. Pemikiran yang hebat menurutnya menjadi salah satu modal menjadi percaya diri.

Sedangkan dengan pekerjaannya sebagai programmer, Radita menilai perempuan lebih teliti dan telaten. Ia sama sekali tidak melihat perbedaan signifikan antara programer perempuan dan laki-laki. “Di kantor, baik cowok ataupun cewek, semuanya programmer hardcore,” ungkapnya.

Sebagai perempuan yang berinvestasi di banyak startup teknologi, keterampilan menjadi pendengar yang baik menurut Rui Ma sangat efektif untuk menciptakan iklim kolaboratif, ketimbang kompetitif. Namun ia pun juga mengatakan bahwa sifat ini tidak semata-mata dimiliki perempuan saja, tetapi juga oleh laki-laki. Hanya saja di lingkungannya sifat itu lebih kuat ia miliki.

Sudah tidak ada hambatan bagi seorang perempuan menangani masalah teknis dan teknologi

Rui Ma mengatakan bahwa hambatan terkait dengan mental yang sering dihadapi perempuan adalah warisan masa lalu. Dulu memang banyak stereotipe yang begitu sensitif dalam hubungannya antara perempuan dengan hal teknis. Dengan lantang Rui Ma berpendapatg jika saat ini urusannya bukan lagi dengan penerimaan orang lain terhadap gender tertentu, tetapi lebih kepada kemauan seseorang perempuan untuk mengejar passion-nya di bidang teknologi.

“Hambatannya kalau cewek mungkin orang tua suka khawatir kalau anaknya pulang malam karena nanggung coding-nya belum selesai,” ungkap Radita menjawab pertanyaan terkait dengan tantangan. Sebenarnya tidak ada tantangan berarti yang ia hadapi di lingkungan yang terdiri dari 80% laki-laki.

Sedangkan Kiki masih merasa di sana-sini ada saja orang dengan mindset bahwa seorang perempuan diragukan untuk bisa menguasai sesuatu hal teknis. Kini keadaan berangsur membaik, karena beberapa perempuan hebat sudah banyak mematahkan anggapan tersebut.

Woman in Code / Shutterstock

Inisiatif untuk mengajak perempuan menjadi bagian penting startup

Di Indonesia sendiri beberapa kegiatan seperti FemaleDev, Woman 2.0, dan berbagai workshop untuk programmer perempuan rajin diadakan. Radita melihat ini sebagai titik terang yang baik, bahwa kini kesempatan keterlibatan perempuan di sektor teknologi begitu terbuka. Ia juga menceritakan bahwa di tempat ia bekerja sekarang sudah mulai banyak perempuan dengan latar belakang teknis pemrograman, dengan bebagai peran pekerjaan.

Rui Ma juga memaparkan bahwa saat ini masyarakat menjadi lebih terbuka. Perempuan memiliki lebih banyak kesempatan untuk menentukan berbagai jenis karier yang diinginkan. Ketertarikan di bidang teknologi bagi perempuan kini mulai bertumbuh. Teknologi adalah sesuatu yang menjual dan menjadi aspek berharga dalam kehidupan. Dengan landasan fakta tersebut, sektor ini diyakini akan makin diperhitungkan banyak lagi perempuan untuk terlibat di dalamnya.

“Bisnis teknologi cocok untuk cewek ataupun cowok. Bahkan menurut aku, cewek atau cowok harus belajar pemrograman, karena akan membuat orang berpikir lebih terstruktur dan teratur, serta piawai dalam memecahkan masalah dan berinvasi menciptakan sesuatu,” ujar Radita.

Keterlibatan di dunia teknologi sudah tidak lagi memandang gender, yang tersisa adalah kebutuhan passion

Untuk perempuan yang kini sedang ragu akan laju kariernya di bidang teknologi atau yang kini sedang berada di bangku sekolah, Rui Ma menyarankan agar lebih yakin bahwa itu passion yang dimiliki. Ia berharap mereka belajar dari orang lain dan mencoba menanyakan banyak hal kepada orang-orang yang sudah berkecimpung di industri tersebut.

Rui Ma berpendapat tak ada salahnya juga terlibat langsung ke dalam industri dalam rangka magang atau bekerja secara paruh waktu untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Ia meyakini pada dasarnya semua butuh proses, tidak ada jalan pintas selain berupaya untuk memperbaiki diri dan belajar.

“Memiliki mentor sangat penting, namun yang perlu diingat mentor hanya sebatas membantu Anda, tidak melakukan banyak hal untuk Anda. Banyak hal harus diupayakan dengan kerja kerjas dan kemauan diri,” pungkas Rui Ma.

Kiki dan Radita juga mengakui bahwa yang paling penting justru di proses belajarnya. Baik laki-laki ataupun perempuan yang akan menentukan kepiawaiannya bukan kodratnya sebagai perempuan atau laki-laki, melainkan kemauannya untuk berusaha, belajar, dan memperbaiki diri.

Radita mengatakan, “Follow your passion and work hard for it. Pemrograman dibilang lebih cocok buat cowok itu tidak benar, baik cewek maupun cowok bisa berkontribusi di dalamnya. Pekerjaan startup konon katanya sexist, [tapi] aku belum pernah menemui kedaan tersebut di Indonesia.”

Software engineer yang aku kenal semakin ia jago pasti akan semakin humble dan mau bantu membagikan ilmu ke programmer lainnya. Malah di kantor lebih senang kalau lebih banyak software engineer cewek. Bosen para cowok yang melihat cowok terus,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Lean Startup Machine Bandung Diundur Bulan Oktober, Tiket Early Bird Mulai Dijual

Next Story

Headphone Jabra Evolve Dapatkan Fitur ‘Transfer Panggilan Pintar’

Latest from Blog