Investasi berdampak atau impact investment menjadi topik yang turut menonjol di samping sektor yang tumbuh hijau semenjak pandemi berlangsung. Menurut artikel yang dipublikasi oleh Schroders, Covid-19 telah memperbesar pentingnya investasi berdampak di negara berkembang.
“Saat dunia keluar dari pandemi, masalah lingkungan dan sosial kemungkinan akan mendapatkan fokus yang lebih besar. Alat yang lebih baik untuk menganalisis dan memantau perusahaan dan operasinya membutuhkan dorongan yang ada di tangan investor,” paparnya.
Di dunia, ukuran pasar investasi berdampak sekitar $715 miliar pada akhir 2019, berdasarkan perkiraan dari Global Impact Investing Network (GIIN). Potensi pertumbuhannya signifikan dan kemungkinan besar didorong oleh permintaan investor untuk menyelaraskan nilai mereka dengan tujuan investasi mereka.
Inti dari investasi berdampak adalah niat untuk menghasilkan manfaat sosial, dalam kombinasi dengan pengembalian finansial bagi pemegang saham dan untuk mengukur dampaknya.
Di Indonesia sendiri, segmen ini awalnya diisi oleh para filantropi, aktivis, dan lembaga nirlaba, hingga akhirnya belakangan mulai dilirik oleh investor mainstream. Salah satunya adalah Instellar Indonesia, perusahaan yang berfokus pada pengadaan kegiatan pengembangan kapasitas untuk wirausaha dan bisnis sosial, yang sudah beroperasi sejak 2014.
Kepada DailySocial.id, CEO Instellar Indonesia Romy Cahyadi menjelaskan dari tahun ke tahun semakin banyak wirausaha sosial atau social enterprise yang muncul dan berkembang. Menurut riset yang dipublikasi British Council pada 2018, ada sekitar 342 ribu wirausaha sosial di Indonesia dengan kontribusi terhadap PDB negara sebesar 1,9%.
Sementara itu, mengutip dari sumber lainnya, seperti yang dipublikasi oleh ANGIN bertajuk “Investing in Impact in Indonesia 2020”, terlihat adanya kenaikan dari sisi investasi, baik impact investor maupun mainstream investor, ke wirausaha sosial di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Jumlah social enterprise (SE) yang diinvestasi oleh impact investor meningkat hingga 31 investor sepanjang 2019-2020, dan jumlah SE yang diinvestasi oleh mainstream investor adalah 19 usaha di tahun yang sama.
Berangkat dari hasil temuan tersebut, ia meyakini bahwa bakal semakin banyak wirausaha sosial yang tumbuh dengan sokongan modal/investasi tidak hanya dari impact investor, tapi juga mainstream investor. “Selain itu startup secara umum juga akan semakin mempertimbangkan/berusaha menciptakan social impact melalui bisnis mereka, walaupun startup tersebut belum tentu merupakan social enterprise,” terang Romy.
Dia melanjutkan, “Jadi akan terjadi semacam mainstreaming mengenai social & environmental impact ke dalam praktik bisnis wirausaha sosial dan/atau startup pada umumnya. Mainstreaming ini juga terjadi di sisi investor. Semakin banyak investor akan menanamkan modalnya di wirausaha sosial atau bisnis komersial biasa yang menciptakan social atau environmental impact.”
Posisi Instellar
Sedari awal, Instellar memosisikan diri sebagai katalisator, konsultan, dan konektor dalam ekosistem wirausaha sosial. Terdapat tiga departemen yang menjalankan masing-masing peran tersebut. Pertama, Enterprise Development (ED) yang memiliki beberapa program utama yang bertujuan mengembangkan ekosistem berkelanjutan (sustainable ecosystem) di Indonesia. Sebagai katalisator, Instellar menyediakan modul untuk program inkubasi dan akselerasi.
“Dalam setiap programnya, kami berusaha memahami tujuan masing-masing enterprise untuk mendukung mereka dengan implementasi program yang sesuai kebutuhan. Melalui ED, Instellar membuat Enterprise Development Program bernama Rise Inc atau Rich and Impactful Social Enterprise Incubation, yang merupakan program inkubasi 6 bulan yang fokus pada social enterprise tahap awal.”
Selain itu, Instellar berkolaborasi dengan korporat untuk membuat program CSR yang impactful and sustainable, serta membuat sinergi yang horizontal. Serta, Instellar menjadi country implementing partner untuk beberapa organisasi internasional yang memiliki perhatian untuk mengembangkan enterprise di Indonesia.
Kedua, Instellar Impact Advisory (IIA) merupakan bagian jasa konsultasi one-on-one, baik untuk social enterprise atau investor yang tertarik dengan impact investing. IIA juga menyediakan jasa konsultasi kepada CSO seperti lembaga-lembaga non-profit yang perlu mengembangan strategi bisnis untuk kemandirian finansial.
Terakhir, Community and Partnership (CP) bertugas untuk membangun komunitas Instellar dengan bekerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki tujuan yang sama dan memastikan para social entrepreneur mendapatkan program-program berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan perkembangan bisnis mereka. CP bertujuan untuk membangun dan menjaga ekosistem wirausaha dan bisnis-bisnis berdampak sosial agar tetap maju dan berkembang.
Program I-SEA
Lebih lanjut dijelaskan, dalam menjalankan perannya sebagai katalisator, Instellar mengadakan program inkubasi dan akselerasi. Ada kerangka kerja yang digunakan, disebut SEED Map, yang dikembangkan Instellar untuk mengukur perkembangan usaha sosial selama mengikuti program. Tak hanya itu, Instellar juga membekali usaha sosial dengan Business Development Plan (BPD) untuk mengukur dampak yang ditimbulkan kepada penerima manfaat.
“Kami juga menyediakan program yang dibuat khusus dengan menerapkan Teori Perubahan (Theory of Change/Impact Model) bagi wirausaha usaha sosial pemula. Sedangkan untuk yang sudah berkembang, diperkenalkan konsep pengukuran dengan Pengembalian Investasi Sosial (SROI/Social Return on Investment) atau sertifikasi bisnis sosial dengan model B Corp.”
Salah satu program akselerasi teranyar yang sedang digelar Instellar adalah Instellar and IKEA Social Entrepreneurship Indonesia Accelerator (I-SEA). IKEA Social Entrepreneurship sebagai inisiatif global oleh IKEA, usaha retail perabot rumah berbasis di Swedia, berfokus pada kegiatan-kegiatan pemberdayaan wirausaha sosial dari seluruh dunia. Objektif dari I-SEA adalah mengajak para wirausaha sosial untuk meningkatkan bisnis sosialnya demi mencapai visi dan misi membangun sebuah bisnis dalam lingkungan sosial yang setara dan inklusif, tidak lagi Jawa-sentris.
Kegiatan ini berfokus pada wirausaha sosial yang menargetkan dampak sosial dan dampak lingkungan di luar Jawa, atau yang saat ini beroperasi di Jawa namun memiliki rencana panjang untuk mengembangkan target area terdampak di luar Jawa.
Pendaftaran program ini sudah dibuka sejak 22 Oktober 2021 hingga 10 Desember 2021. I-SEA akan memilih 10 tim wirausaha sosial dengan profil terbaik yang berbasis di luar Jawa atau memiliki penerima manfaat di luar Jawa untuk diikutsertakan dalam program yang berlangsung selama dua tahun.
Setiap tim akan berkesempatan mendapatkan dana hibah untuk membantu meningkatkan kualitas bisnis mereka. Program ini sendiri terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan rekrutmen, selanjutnya tahap akselerasi yang mana peserta didampingi konsultan, termasuk melakukan penilaian kebutuhan bisnis dan memfasilitasi mereka dengan sejumlah workshop.
Tahap akselerasi ini diakhiri dengan showcase event, peserta akan mempresentasikan hasil dari apa yang telah mereka pelajari dan praktikkan. Pada akhir program, peserta akan berada di tahap Growth and Impact Hack yang didampingi mentor untuk diberikan dukungan lebih jauh, termasuk perluasan jejaring yang akan menghubungkan mereka dengan berbagai pelaku di ekosistem.
Wirausaha sosial terbantukan
Romy melanjutkan, hingga saat ini, sudah lebih dari 174 usaha yang menjadi alumni program-program Instellar dan telah memberi dampak kepada lebih dari 7000 beneficiaries yang tersebar di 18 provinsi di seluruh Indonesia. Keseluruhan usaha ini terbagi menjadi sembilan sektor.
Persentase terbesar dipegang oleh creative, art, fashion & cultural (20,71%), agrikultur dan perikanan (15,71%), F&B (14,29%), edukasi (12,14%), environment & sustainable energy (11,43%), kesehatan (5,71%), pariwisata (5%), infrastruktur (3,57%), dan terakhir IoT, beauty & skincare (2,86%).
Sementara itu, bila melihat dari ketahanan bisnis, menariknya dari survei yang diselenggarakan Instellar mengungkapkan bahwa sebanyak 90% usaha dapat bertahan. Faktor utamanya adalah karena mereka berhasil menemukan model bisnis yang bagus dan sustainable, sehingga bisa memperluas pasar dan dampak sosial dan berhasil mengatasi masalah pendanaan.
“Sementara, sisanya yang 10% tidak bertahan karena dua penyebab utama, yaitu tidak berhasil menemukan model bisnis yang sustainable dan founder-nya melanjutkan studi atau bekerja.”
Menurut Romy, sejauh ini dana hibah yang sudah disalurkan Instellar adalah $340 ribu (sekitar 4,8 miliar Rupiah). “Instellar tidak mengelola fund khusus untuk disalurkan kepada wirausaha sosial, tetapi kadang-kadang ada beberapa partner yang memang dibantu untuk menyalurkan financial support melalui kami,” tutup Romy.