Change, organisasi internasional yang memanfaatkan teknologi untuk kebaikan, memberikan wadah bagi siapa saja yang merasakan ketidakadilan sosial untuk dapat memulai perubahan yang positif di masyarakat melalui pembuatan petisi dan menggerakan masa. Kami berbicara dengan Usman Hamid dari Change Indonesia untuk mengetahui perkembangannya selama ini di Indonesia.
“Tahun 2013 petisi yang diakomodasi Change jumlahnya 922, sedangkan yang mendaftar jumlah tak terhingga,” ujar Usman Hamid, Director Change Indonesia.
Antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi untuk membuat perubahan secara online cukup tinggi, paling tidak jika dilihat dari data aktivis online yang berpartisipasi di Change. Dari petisi yang masuk, yang terbanyak berhubungan dengan hak asasi manusia, lingkungan, dan pendidikan. Sedangkan kalau dilihat dari kategori petisi terpopuler yang ditandatangani, hak asasi binatang merupakan yang paling populer (337.907 orang), diikuti oleh lingkungan (134.635 orang), hak asasi manusia (65.647 orang), kesehatan (21.060 orang) dan kebudayaan (18.929 orang).
Sedangkan untuk target tujuan petisi yang dilayangkan, Usman mengungkapkan kepada DailySocial, untuk urutan pertama yang paling sering digugat adalah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Gubernur Aceh Zaini Abdullah menempati posisi kedua karena masalah hutan dan kawasan Leuser yang akan dibabat untuk kepentingan komersial. SBY menempati nomor tiga yang paling sering dilaporkan ke Change.
Yang menarik selama 2013 adalah, tanda tangan terbanyak justru terdapat pada isu kesejahteraan satwa. Bahkan tiga petisi dengan dukungan terbanyak adalah kematian gajah yang gadingnya hilang di Aceh, sirkus keliling lumba-lumba yang hanya ada di Indonesia, dan kesejahteraan hidup satwa di Kebun Binatang Surabaya. “Banyak sekali kejadian tragis pada binatang yang menonjol pada 2013. Gambar pada petisi binatang juga amat menggugah.”
“Pada awal tahun 2012, jumlah anggota totalnya sekitar 131 ribu orang meski kami baru mulai pada bulan Juni. Lalu pada akhir 2013, total keseluruhannya sekitar 391 ribu orang. Sekarang, baru memasuki awal tahun 2014, sudah mencapai 440 ribu orang,” lanjut Usman.
Lalu apakah gerakan online ini efektif untuk membuat perubahan positif bagi masyarakat? Jawabannya adalah Ya! Pada tahun 2013 ada sekitar 23 petisi yang mencatat kemenangan dan sekitar sembilan kemenangan yang dinilai paling menonjol.
Sebut saja Cucu Saidah yang petisinya didukung 1761 orang dan lewat YLBHI berencana mensomasi Garuda Indonesia akibat perlakuan yang dirasa kurang adil bagi penyandang cacat. Aksi ini mendorong maskapai tersebut untuk mengubah pelayanannya pada penyandang disabilitas.
“Ada lagi Trian, tuna netra yang ditolak petugas untuk membuka rekening tabungan di BCA. Alasannya: Trian tak bisa membaca! Ia ngotot bisa membaca, hanya caranya berbeda. Ia memulai petisi, mengumpulkan 4187 tanda-tangan, dan berhasil mengubah kebijakan BCA untuk pelayanan nasabah tuna netra,” cetus Usman sambil menjelaskan contoh kemenangan-kemenangan lain.
Menurut Usman kemenangan ini masih dirasa kurang. Dia berharap akan makin banyak aksi sosial yang bisa membawa kebaikan bagi semua. Animo masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam aktivisme online cukup tinggi, hanya perlu diberi informasi yang mudah dipahami dan menarik.
Bila dihitung secara matematis, 23 petisi yang berhasil dari 922 jumlahnya tak sampai lima persen. Akan tetapi kemenangan sebuah perjuangan tidak bisa diukur dengan statistik. Bangkit melawan saja sudah kemenangan untuk kemanusiaan. Meski itu cuma petisi online, masih lebih baik daripada bungkam.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]