Awal bulan Juni kemarin, penggemar gadget tanah air dikejutkan dengan berita atas hengkangnya salah satu brand yang dikenal menghadirkan smartphone flagship killer, OnePlus.
TeknoKompas memuat komentar dari Carl Pei, founder OnePlus yang mengkonfirmasi tentang kepergian OnePlus dari pasar tanah air. Dengan kepergian ini, penggemar OnePlus yang telah dikecewakan dengan tidak hadirnya OnePlus 2 secara resmi bisa melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan untuk OnePlus 3 yang belum lama ini dirilis.
Penikmat gadget hanya bisa menikmati OnePlus X sebagai smartphone ‘selipan’ selain OnePlus One yang resmi masuk Indonesia.
Kiprahnya di Indonesia terbilang cukup singkat, dan kalau mau dibilang hadirnya perangkat OnePlus juga sebenarnya agak lambat dibandingkan rilis utama di pasar lain.
Saya tidak pernah memiliki perangkat OnePlus namun sempat mencoba OnePlus X dan menuliskan review singkat. Tetapi beberapa teman saya memiliki OnePlus One dan merasa puas dengan performanya. Komunitas OnePlus yang ada di Indonesia juga meski belum sebesar komunitas smartphone pendatang baru lain saya lihat cukup menarik, bahkan review OnePlus 3 pun sudah ada yang membuat thread-nya. Indonesia juga punya community manager khusus untuk pasar tanah air. Jadi dari sisi konsumen, OnePlus punya peluang untuk diminati konsumen.
Artikel kompas juga memuat alasan kenapa OnePlus hengkang, meski tidak rinci. Regulasi menjadi salah satu faktor (kemungkinan berhubungan dengan TKDN dan komitmen investasi di lokal), kemampuan produksi, yang berhubungan dengan harga produk, menjadi faktor lain. OnePlus dikenal dengan sistem produksi yang ‘irit’ dengan sistem invite – meski kini sistem itu sudah ditinggalkan. Untuk harga, sebagai flagship killer tentu saja harga yang ditawarkan lebih murah dari flagship merek lain.
Artikel ini tidak membahas lebih jauh tentang ada cerita apa di balik kepergian OnePlus, tetapi saya lebih tertarik dengan komentar dari para gadget reviewer yang rajin melakukan review gadget tentang perkembangan dari OnePlus ini. Apakah akan berdampak pada strategi pengembangan komunitas pecinta merek tertentu? Bagaimana dengan brand lain, apakah kita akan menemukan merek lain hengkang dari pasar lokal juga?
Saya berbincang dengan dua idola gadget review saya di ranah lokal, SobatHape (Mouldie Satria Eka) dan ObatGaptek (Nico Chandra Alam). Wawancara lewat surel sebenarnya telah selesai tanggal 10 dan 12 Juni, tetapi beberapa acara membuat saya baru bisa menyusunnya kali ini. Mari kita simak.
Pendapat perihal kepergian OnePlus
Mouldie Satria Eka menyebutkan bahwa dampak hengkang OnePlus dari Indonesia secara umum seharusnya tidak akan terlalu terasa. Belum banyak model (hanya dua yang secara resmi hadir, Oneplus One dan OnePlus X) serta kahadiran yang tidak begitu lama di ranah lokal bisa menjadi acuan.
Sebagai gadget entusias, Mouldie sendiri menyayangkan kejadian hengkangnya OnePlus, salah satu alasannya adalah karena spesifikasi dan desain yang ditawarkan kelas atas dengan harga kelas menengah. Mouldie juga menyoroti perihal peraturan TKDN yang menurut pendapatnya menjadi tantangan terbesar OnePlus di Indonesia.
Persyaratan yang dipenuhi dari TKDN diharusnya jika ingin menjual smartphone 4G, OnePlus masih merupakan brand kecil. Produksi terpusat untuk bisa menekan harga, yang mengakibatkan OnePlus tidak mampu memenuhi persyaratan TKDN.
Dengan adanya persyaratan TKDN, Mouldie juga berpendapat bahwa pilihan brand smartphone menjadi lebih dibatasi. “Hanya brand besar saja (yang punya cukup uang untuk membangun pabrik, atau bekerja sama dengan pabrik perakitan lokal) yang bisa dipilih”.
Apakah kejadian ini bisa membuat brand lain hengkang juga?
Nico Chandra memberikan pendapat bahwa dengan kepergian OnePlus ini bisa membuat persaingan sedikit banyak akan menjadi renggang. Brand lain punya sedikit urang untuk bernafas. Meski demikian, Nico menambahkan, kalau ternyata pasar yang di target masih tetap sesak dan tidak sebanding dengan investasi yang dikeluarkan oleh brand maka tidak menutup kemungkinan bisa menyusul hengkang dari Indonesia.
Menurut pendapat dia pribadi, kepergian OnePlus ini dirasa tidak masalah selama brand lain masih bisa menjual produk flagship mereka secara laris serta beberapa distributor yang membawa produk garansi distributor ke sini.
Mouldie memberikan pendapat yang relatif sama bahwa kondisi yang dihadapi OnePlus ini (merujuk pada masalah TKDN) bisa membuat brand lain ikut pergi. Contohnya beberapa brand lain seperti Coolpad, Xiaomi dan Apple kesulitan untuk memenuhi syarat TKDN.
Untuk produk OnePlus terbaru, misalnya OnePlus 3, sebagai reviewer Mouldie menganggap tidak masalah karena masih bisa mendapatkan produk dari jalur lain seperti membeli langsung dari luar negeri atau resseler. Meski untuk produk seperti ini tidak after sales service, jadi tidak direkomendasikan.
Persaingan di segmen flagship killer
Bagi saya, segmen flagship killer sangat menarik terutama di pasar negara berkembang seperti Indonesia. Spesifikasi tinggi dengan harga yang lebih terjangkau adalah jargon yang menjadi daya jual di pasar sini. Hengkangnya OnePlus membuat satu pemaing kuat di segmen ini hilang di pasar lokal.
Mouldie menyoroti kembali tentang masalah TKDN (untuk smartphone 4G – red) yang akan memberikan tantangan bagi perangkat flagship killer untuk hadir resmi di pasar lokal. Karakter flagship killer yang bisa hadir dengan memangkas ongkos produksi dan ongkos marketing akan cukup sulit dicapai jika karena salah satu syarat TKDN, produksi dilakukan di tanah air. (Meski demikian, proses kepastian peraturan TKDN ini masih dalam pembahasan).
Pasar yang ‘kosong’ dari hengkangnya OnePlus ini juga disayangkan oleh Nico. Meizu, Xiaomi dan OnePlus belum berani terjun total ambil resiko untuk menggarap asar ini secara penuh di Indonesia, padahal pasarnya kosong. Di sisi lain Infinix juga dikatakan Nico belum merilis produk yang bisa disebut flagship killer. Mouldie menambahkan bahwa Xiaomi belum bisa bicara banyak di segmen ini karena baru device kelas menegah dan entry level yang secara resmi masuk ke tanah air.
OnePlus diharapkan bisa mengisi segmen flagship killer
Mouldie berpendapat bahwa konsumen lokal cukup kecewa dengan kepergian ini, termasuk ia sendiri. Salah satu alasan adalah bahwa OnePlus merupakan brand yang mampu menghadirkan spesifikasi flagship, desain cantik, UX mirip pure Android, dukungan software dan hadir dengan harga yang lebih murah dari brand besar seperti Samsung dan LG.
Saya bertanya tentang apakah kepergian OnePlus ada hubungannya dengan gema OnePlus X yang kurang terasa saat telah dirilis di Indonesia? Mouldie menjawab bahwa tidak ada hubungannya dengan gema OnePlus X yang kurang terasa. “Selama OnePlus belum bisa memenuhi TKDN, mereka tidak akan bisa menjual produk smartphone 4G-nya di Indonesia.” Mouldie juga menambahkan bahwa OnePlus X dijual di Indonesia sebagai smartphone 3G. Dan ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa gema OnePlus X tidak begitu nyaring.
Tren rilis produk terbaru tentu saja harus menangkap tren penggunaan yang sedang berkembang. Kebutuhan akan perangkat 4G menjadi standar dalam kehadiran smartphone. Produk terbaru yang belum 4G biasanya kurang diminati penikmat gadget.
Pendapat senada dengan angle yang berbeda hadir dari Nico. Ia mengatakan bahwa fans OnePlus itu rata-rata ‘ngerti’ smartphone, jadi ketika ditawarkan smartphone dengan proseser tahun lalu dan ada isu overheat, maka para fans ini akan lebih sensitif dari fans brand lain. Nico memberikan catatan bahwa kemungkinan akan ada cerita yang lain jika OnePlus 2 kemarin hadir di Indonesia. (Baca juga: OnePlus 2 batal masuk Indonesia).
Tentang nasib komunitas OnePlus di Indonesia
Seperti yang disebutkan di atas, saya melihat bahwa komunitas OnePlus sebenarnya sudah ada dan bisa dimaksimalkan oleh brand. Bagaimana pendapat dua gadget reviewer tentang hal ini?
Nico memberikan pendapat bahwa “Saya kira komunitasnya bakal tetap ada, walau mungkin aktivitasnya nggak bakal seheboh dulu”. Ia menambahkan bahwa komunitas yang ada malah bisa lebih solid karena akan terseleksi mana yang merupakan fans sejati mana yang penggembira saja.
Mouldie juga senada dengan pendapat Nico, komunitasnya akan tetap ada terlepas dari ada atau tidaknya kehadiran sang induk di Indonesia. Mouldie melihat bahwa komunitasnya telah ada bahkan sebelum OnePlus resmi hadir di pasar lokal, mereka sudah berkumpul di forum internasional.
Apa yang bisa dipelajari brand dari kejadian ini
Kepergian brand yang telah memiliki komunitas, bagi saya pribadi adalah sebuah kesalahan. Komunitas adalah salah satu garda depan yang bisa membantu brand dalam menjaga pangsa pasar bahkan membantu target penjualan. Kesalahan dalam komunikasi bisa jadi adalah yang paling besar dilakukan OnePlus.
Mouldie memberikan pendapat bahwa apa yang dilakukan OnePlus Indonesia (pergi tanpa pamit) membuat penggemar brand ini kecewa. Ia memberikan contoh grup Facebook OnePlus yang dihapus oleh fans mereka sendiri.
Saran Mouldie jika brand memang ingin pergi, alangkah baiknya untuk memberikan pernyataan resmi pada para fans dan memberikan jaminan after sales atau garansi produk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan Nico memberikan penekanan bahwa ada perbedaan acara vendor, yang memang berniat untuk melakukan bisnis dengan fans, yang tidak murni bisnis. Namun Nico juga menyayangkan jika brand yang pamit tidak ada basa-basi atau pendekatan untuk pamit ke komunitas.
Business as usual
Mouldie mengatakan bahwa Indonesia adalah pasar yang menarik, tidak perlu takut untuk kebahisan pilihan dari brand smartphone yang masih terus berlomba untuk menjual produk mereka di sini. Brand lokal juga dipandang Mouldie sebagai pilihan yang menarik. Ia juga yakin bahwa OnePlus masih ingin kembali ke Indonesia.
Nico juga mengatakan bahwa seiring jalannya waktu, maka suasana akan adem sendiri.
—
Saya sendiri melihat kepergian dari OnePlus ini sebagai hal yang disayangkan karena kita kehilangan salah satu smartphone flagship killer paling potensial. OnePlus memang tidak mengatakan bahwa mereka akan pergi selamanya, dan masih membuka peluang untuk kembali lagi hadir di pasar lokal. Namun, pengguna di Indonesia sering kali tertinggal dari region Asia lain untuk mendapatkan gadget terbaru, kini harus menambah daftar gadget yang rilis terbarunya tidak bisa lagi dinikmati secara cepat (tidak lama setelah rilis resmi).
Tentu saja, kondisi business as usual akan tetap berjalan. Brand lain terus merilis produk baru yang hadir dengan spesifikasi yang makin canggih dan harga yang terjangkau pula. Penikmat gadget (konsumen) di tanah air juga masih diberikan pilihan merek dengan segala keunggulan dan kelemahannya. Meski demikian, saya pikir penggemar gadget tetap menanti kehadiran kembali OnePlus dengan segala inovasi mereka.
Pertanyaan bonus:
Ini mungkin agak konspirasi dan pertanyaan selingan, tapi udah menjadi rahasia umum kalau OnePlus punya kedekatan dengan Oppo. Apakah kepergian ini termasuk ‘rencana’ Oppo yang sepertinya belum menikmati kesuksesan di pasar Indonesia?
Mouldie: Saya rasa tidak. Karena OnePlus dan OPPO bersaing di pasar yang berbeda. OnePlus hanya fokus untuk pasar online (yang dapat dilakukan dengan biaya marketing sedikit) sedangkan OPPO berada di pasar offline (membutuhkan SPG dan SPB, distribusi stok, konter hape, dan masih banyak lagi).
Nico: Walau satu induk, tapi manajemen di Indonesia sama sekali berbeda, hanya memang dengan OPPO yang nggak membantu OnePlus buat pemenuhan TKDN, ya jadi wajar kalau muncul konspirasi kayak gitu, tapi ya tidak bisa nyalahin OPPO yang totalitas investasinya tidak diragukan di Indonesia, tiba-tiba OPPO F1 Plus-nya tidak laku karena OnePlus 2, kan kasian juga. (Edited tanpa mengubah isi – red)
—
Terima kasih kang Mouldie dan kang Nico. Jangan lupa untuk subscribe dan tonton review mereka yang ciamik di tautan berikut ini: SobatHape dan ObatGaptek.