Startup pengembang food chain yang fokus pada makanan sehat, SaladStop! Group, mengumumkan penutupan pendanaan seri B senilai SGD12 juta atau setara 125,7 miliar Rupiah. Putaran tersebut dipimpin Temasek, dengan keterlibatan East Ventures, Vulcan Capital, K3 Ventures, dan DSG Consumer Partners.
Saat ini layanannya sudah digunakan 3,5 juta orang per tahun oleh pengguna di Indonesia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, dan beberapa negara lainnya. Di Indonesia sendiri, layanan SaladStop! baru bisa dinikmati oleh pengguna di Jakarta dan Surabaya. Mereka juga telah mengoperasikan beberapa merek, termasuk Heybo, Wooshi, dan GoodFoodPeople dengan 69 gerai di seluruh negara basis operasionalnya.
Sesuai namanya, menu yang disuguhkan berupa salad, memadukan bahan segar nabati dan hewani. Selain itu ada beberapa menu lain juga seperti Wraps, Protein Bowl, dan makanan Korea. Menariknya, melalui situs yang disuguhkan untuk pemesanan, kita bisa menyusun makanan kita sendiri dengan memilih bahan dasar, sayuran, topping, sampai dressing-nya. Setiap makanan yang dipesan akan dihitung kandungan nutrisinya.
“Misi kami untuk membentuk masa depan makanan di Asia dan memastikan bahwa makanan sehat itu nyaman dan dapat diakses oleh semua orang. Pandemi menunjukkan ketahanan bisnis kami di semua pasar dan mempercepat penetrasi online. Dipicu oleh teknologi inovatif, jaringan cloud kitchen, dan generasi baru merek makanan sehat kami sangat senang dapat bermitra dengan investor strategis untuk meningkatkan skala bisnis,” ujar Co-Founder & CEO SaladStop! Adrien Desbaillets.
Manfaatkan cloud kitchen
Dalam menjajakan produknya, SaladStop! memanfaatkan konsep cloud kitchen. Ini dipilih agar dapat mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi, terlebih didukung dengan teknologi yang mereka kembangkan. Di proses distribusi, mereka juga memanfaatkan ekosistem food delivery di masing-masing negara tujuannya. Seperti di Indonesia, mereka bermitra dengan GoFood dan Grab Food untuk pemesanan dan pengantaran makanan.
Selain itu, di Indonesia SaladStop! turut menggandeng operator cloud kitchen untuk membantu mereka memproduksi makanan untuk pelanggan. KitaKitchen menjadi platform yang mereka gandeng saat ini. Sebenarnya banyak opsi yang bisa digunakan juga, DailySocial.id mencatat setidaknya ada 15 operator yang kini terus memantapkan bisnis.
No | Nama Operator | Tahun berdiri | Lokasi | Minimum kontrak | Ukuran dapur | Harga sewa (mulai dari) | Mitra brand |
1 | GrabKitchen | 2018 | 45 outlet | 1 tahun | 10-20 m2 | Bagi hasil | Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express |
2 | Dapur Bersama GoFood | 2019 | 27 outlet | 1 tahun | 14-25 m2 | Bagi hasil | FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu |
3 | Everplate | 2019 | 9 outlet | 1 tahun | 6-17 m2 | Biaya tetap, 6 juta/bln | 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul |
4 | Yummy Kitchen | 2019 | 40 outlet | 6 bulan | 5-10 m2 | Bagi hasil, 7 juta/bln | Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera |
5 | Kita Kitchen | 2020 | 3 outlet | 6 bulan | 6-17 m2 | Biaya tetap, 5 juta/bln | Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop |
6 | Telepot | 2020 | 1 outlet | 6 bulan | 7-19 m2 | Bagi hasil, 6 juta/bln | Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS |
7 | Hangry | 2020 | 40 outlet | N/A | N/A | N/A | Own brand |
8 | Popitsnack | N/A | 1 outlet | N/A | N/A | N/A | Segara Market, Tehna |
9 | Tabula | 2020 | 53 outlet | N/A | N/A | N/A | Mujigae, Palava, Fondre |
10 | Eden Kitchen | 2020 | 1 outlet | N/A | N/A | Biaya tetap, 5 juta/bln | Oppa Corn Dog, Unicorn Burger |
11 | Foodstory | 2021 | 2 outlet | N/A | N/A | N/A | Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok! |
12 | Lookalkitchen | 2021 | 50 outlet | N/A | N/A | N/A | Dapoer Bang Jali by Denny Cagur |
13 | DishServe | 2021 | 100 outlet | N/A | N/A | Komisi | Phago, Daipan |
14 | Eatsii | 2021 | N/A | N/A | N/A | N/A | Nasi Goreng Endoy, Simply Fry |
15 | Boga Kitchen | 2020 | 16 outlet | N/A | N/A | N/A | Own brand |
Dengan mereduksi beban di sisi operasional, brand pengembang produk makanan memang cenderung bisa lebih gesit dalam melakukan inovasi produk dan ekspansi. Sebaran penyelenggara cloud kitchen yang terus meluas juga menjadi kesempatan tersendiri bagi pemain untuk memperluas pangsa pasarnya di tengah pergeseran kebiasaan pelanggan pascapandemi. Ini terbukti, sepanjang pandemi, lebih dari 50% penjualan SaladStop! dihasilkan secara online.
“Untuk mencapai strategi pertumbuhan ambisius kami berencana untuk memperdalam akar kami di pasar yang ada, sementara juga memperluas jejak di negara-negara baru yang dipilih. Kami telah membangun infrastruktur yang luas di seluruh wilayah selama beberapa tahun terakhir dan akan terus memanfaatkan kemampuan teknologi dan model operasi cloud kitchen eksklusif kami untuk mempercepat pertumbuhan kami di pasar negara berkembang,” imbuh Chief Growth Officer of SaladStop! Frantz Braha.
Konsep bisnis serupa di Indonesia
Hangry, Foodstory, Legit Group, dan beberapa pemain lokal lain sebenarnya juga telah mengadopsi model bisnis yang serupa, yakni “multi-brand cloud kitchen”. Melalui gerai-gerai mini yang tersebar di berbagai kota, bahkan sebagian tidak menyediakan opsi dine-in, mereka menghadirkan beberapa brand makanan sekaligus ke dalam satu opsi pemesanan. Contohnya Hangry!, dalam kedainya mereka memberikan beberapa opsi makanan mulai dari Moon Chicken, San Gyu, Kopi Dari Pada, dan Ayam Koplo.
Dari sisi pengguna model multi-brand ini juga menghadirkan keuntungan tersendiri. Dalam satu kali pemesanan, mereka bisa memperoleh varian item makanan dari merek yang berbeda — termasuk menghemat ongkos kirim.
Penerimaan pasar yang apik ternyata turut membuka mata pemodal ventura untuk turut menggarap lini industri ini. East Ventures berinvestasi ke Legit Group, sementara Alpha JWC Ventures juga turut mendukung Hangry! sejak debut awalnya.
Model bisnis yang dijalankan saat ini seperti bisa menjadi “template” untuk pengusaha kuliner generasi selanjutnya. Selain memungkinkan mereka bisa bergerak lincah untuk memperluas area bisnis, penerimaan pasar juga menjadi aspek penting yang kini mulai terbentuk. Di sisi lain infrastruktur yang mengakomodasi bisnis tersebut juga terus diperdalam. Sebut saja, untuk layanan pemesanan kini tidak hanya terpaku ke duo Grab-Gojek, platform lain seperti Shopee dan Traveloka mulai meningkatkan kualitas layanan food delivery mereka.
Tantangannya justru bagaimana ini pengusaha makanan menciptakan brand yang relevan dengan pangsa pasar di Indonesia – demi menghadirkan produk makanan berkualitas dengan biaya terjangkau. Toh di sisi operasional banyak biaya yang seharusnya bisa ditekan untuk diprioritaskan ke produk.