Selama ini kita mungkin bertanya-tanya, wilayah mana di Bumi dengan jumlah pengguna internet paling banyak, dan mana area yang sama sekali hampir tidak terjamah? Seorang programmer komputer bernama John Matherly akhirnya berhasil memberikan sebuah jawaban sederhana, berupa peta yang menunjukkan perangkat terkoneksi internet.
Sudah lama John Matherly memiliki ide untuk mencari device-device yang terhubung ke internet. Pada tahun 2009, ia meluncurkan proyek sampingan bernama Shodan: sebuah search engine dengan fungsi untuk mencari tipe komputer secara spesifik, termasuk server dan router. Shodan juga mampu menemukan lampu lalu lintas, kamera keamanan, pemanas rumah, hingga sistem kontrol taman bermain, pom bensin, serta pembangkit listrik bertenaga nuklir.
Memanfaatkan Shodan, Matherly melepas sebuah peta dunia, memperlihatkan koneksi device ke internet. Peta tersebut dipublikasi pertama kali oleh anallis dan ahli geopolitik, Ian Bremmer melalui Twitter miliknya. Silakan Anda simak di bawah.
Info menarik: Dirumorkan Ganti Nama, Internet Explorer 11 Justru Makin Populer di Sektor Desktop
Wilayah berwarna hitam bukan saja menunjukkan ketiadaan akses internet, tapi juga menandakan area berpopulasi rendah. Anda bisa melihat bagaimana penduduk Amerika dan negara-negara Eropa-lah yang mengakses internet paling banyak. Jika melihat ke kanan bawah, pengguna internet di Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa.
Lalu terlepas dari fakta bahwa India merupakan negara yang paling padat, penggunaan internet tidak seintens di Amerika dan Eropa. Hal serupa berlaku untuk negara dengan jumlah penduduk terbanyak, China. Melalui peta ini, kita bisa memahami bahwa persebaran akses internet memang sangat timpang: internet hanya terkonsentrasi di bagian Selatan Kanada, bagian Barat Australia dan sebagian kecil Afrika Selatan.
Perbedaan warna pada peta mengindikasikan tingkat intensitas perangkat. Merah artinya sangat banyak dan biru berarti lebih sedikit. Pada Business Insider, Matherly menjelaskan bagaimana peta ini dibuat. Ternyata ia menggunakan beberapa langkah sederhana.
Info menarik: Meninjau Kematangan Ekosistem Digital di Indonesia Lewat Tiga Perusahaan Internet Terbesar
Pertama, ia mengirim request Ping ke seluruh alamat IPv4 publik dari pemindai berprotokol stateless – tidak membutuhkan server. Kemudian ia melacak ‘echo‘ IP yang merespon, dan selanjutnya menemukan lokasi fisik IP dengan memanfaatkan library GeoIP, mengubah kode kode alamat menjadi titik koordinat. Lalu ia tinggal menggambar petanya.
Keseluruhan proses di atas memakan waktu 12 jam, dengan bagian pengumpulan data selama lima jam. Peta tersebut hanya dapat dibuat berkat teknologi yang tersedia saat ini. Tapi Shodan sendiri sudah cukup lama dikhawatirkan mampu memangsa jaringan berproteksi lemah (banyak perangkat menggunakan kata ‘admin‘ sebagai user name dan ‘1234’ sebagai kata sandinya).
Nama Shodan diambil dari karakter antagonis seri video game System Shock, SHODAN, artinya Sentient Hyper-Optimized Data Access Network.
Sumber tambahan: Gizmodo. Gambar: Shutterstock.