Jumlah Pemilik Mata Uang Kripto Perempuan di Luar Prediksi, Menurut Laporan Ini

Sebanyak 40% pemilik crypto di Singapura membeli crypto pertama kali pada tahun lalu.

Bursa cryptocurrency, Gemini, baru saja mengeluarkan Global State of Crypto Report terbaru. Dalam laporan tersebut, Gemini mengungkap bahwa tingkat adopsi crypto di Singapura meningkat pesat pada 2021. Buktinya, dua dari lima pemilik crypto di Singapura mengaku, mereka membeli crypto pertama kali pada tahun lalu. Sementara itu, sebanyak 42% pemilik crypto yang disurvei mengungkap, alasan mereka membeli crypto adalah karena mereka percaya, nilai crypto tidak akan tergerus oleh inflasi.

Salah satu temuan menarik lain dalam laporan terbaru Gemini adalah 82% investor crypto di Singapura menganggap cryptocurrency sebagai investasi jangka panjang. Sementara 26% lainnya percaya, cryptocurrency merupakan uang di masa depan. Feroze Medora, Interim Managing Director dan Director of Trading, Gemini APAC mengatakan, Singapura bukan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang warganya menunjukkan ketertarikan akan cryptocurrency. Tren yang sama juga terjadi di Indonesia.

"Ketika orang-orang yang tidak memiliki crypto di Asia Tenggara disurvei, sebanyak 42% non-pemilik crypto di Singapura dan 45% di Indonesia mengklaim sebagai 'crypto-curious'. Artinya, walau mereka belum memiliki crypto, mereka tertarik untuk mempelajari crypto lebih lanjut atau mungkin, mereka berencana untuk membeli cryptocurrency di tahun depan," kata Medora, dikutip dari e27.

Faktor yang Mendorong dan Menghambat Pertumbuhan Crypto

Medora menjelaskan, sekarang, pasar crypto tidak lagi penuh dengan ketidakpastian. Dan hal ini menjadi salah satu alasan mengapa semakin banyak orang yang tertarik untuk membeli atau berinvestasi di crypto. "Tahun lalu, nilai industri crypto mencapai US$3 miliar. Kebanyakan investor crypto di Asia Pasifik yang disurvei mengatakan, mereka melihat crypto sebagai investasi jangka panjang," ujar Medora.

Pemerintah Singapura dianggap cukup ramah untuk industri crypto. | Sumber: PYMNTS.com

Faktor lain yang mempengaruhi persepsi masyarakat akan pasar crypto adalah regulasi dari pemerintah. Di Singapura, pemerintah bersedia untuk peraturan yang ketat demi memberikan kejelasan akan sektor cryptocurrency. Kesiapan pemerintah Singapura untuk meregulasi industri crypto justru menumbuhkan minat masyarakat akan cryptocurrency. Pasalnya, ada negara yang sepenuhnya menutup pintu untuk pelaku industri crypto.

Medora merasa, pemerintah punya peran penting di industri crypto. Karena, pemerintah bertugas untuk regulasi yang berfungsi sebagai pondasi di industri crypto. "Komunikasi dua arah dengan komunitas crypto akan menjadi kunci dalam membuat regulasi yang efektif dan bermanfaat," ujarnya. "Pada akhirnya, regulasi yang tepat bisa menciptakan pasar crypto yang sehat dan mendorong tingkat adopsi crypto di masyarakat."

Selain regulasi, inflasi menjadi hal lain yang mendorong masyarakat untuk membeli crypto. "Para investor yang tinggal di negara yang mata uangnya mengalami penurunan mungkin melihat crypto -- khususnya bitcoin -- sebagai salah satu cara untuk mengatasi inflasi," ujar Medora. "Jumlah bitcoin terbatas, hanya 21 juta bitcoin. Karena itu, banyak orang percaya, bitcoin adalah 'emas digital'. Dan keterbatasan jumlah bitcoin membuatnya berbeda dari mata uang tradisional, yang jumlahnya bisa naik."

Lebih lanjut, Medora menjelaskan, "Jika nilai bitcoin, atau crypto lainnya, naik seiring dengan berjalannya waktu, kenaikan nilai tersebut akan menjadi perlindungan akan turunnya daya jual dari mata uang yang mengalami devaluasi. Dengan metode ini, crypto menawarkan alternatif untuk mempertahankan nilai tabungan para investor."

Edukasi masih jadi penghambat terbesar dari industri crypto. | Sumber: Bitcoin News

Tentu saja, industri crypto punya tantangan tersendiri yang bisa menghambat pertumbuhan pasar. Menurut laporan Gemini, salah satu faktor penghalang terbesar adalah kurangnya edukasi pada orang-orang yang tidak memiliki crypto. Selain itu, hal lain yang bisa menjadi penghambat pertumbuhan industri crypto adalah ketakutan masyarakat akan nilai crypto yang tidak stabil. Memang, para investor yang membeli crypto tetap punya kekhawatiran bahwa membeli crytpo justru akan membuat mereka merugi. Faktor terakhir yang bisa menjadi menghambat industri crypto adalah masalah keamanan.

"Kabar baiknya, ada banyak materi edukasi tentang crypto di internet, termasuk di Cryptopedia," kata Medora. "Para pemain crypto juga menciptakan lingkungan yang terbuka untuk para investor baru. Sehingga, pasar crypto tidak hanya eksklusif untuk para investor senior saja. Memang, crypto dibuat agar ia bisa diakses oleh siapapun, terlepas dari tingkat edukasi atau bahkan gender mereka."

Sementara itu, tentang ketakutan masyarakat akan nilai crypto yang tidak stabil, Medora mengungkap, para pemilik crypto memang wajib untuk mencari tahu tentang sebuah token sebelum mereka menanamkan investasi di sana. Dia menyarankan, calon pembeli tidak membeli sebuah token hanya karena dia ingin ikut-ikutan atau karena Fear of Missing Out (FOMO). Selain riset tentang token yang bisa dipercaya, masyarakat juga sebaiknya melakukan riset tentang bursa cryptocurrency yang bisa dipercaya untuk melakukan jual-beli crypto.

Masa Depan Crypto di Asia Tenggara

Ketika ditanya tentang masa depan industry crypto di Asia Tenggara, Medora mengatakan, meroketnya popularitas Non-Fungible Token (NFT) dalam satu tahun terakhir membuat masyarakat luas menjadi lebih tahu tentang potensi Web 3. "Dengan adanya NFT, muncul hype tentang metaverse," kata Medora. "Tahun ini, kemungkinan, diskusi tentang metaverse akan menjadi semakin banyak. Selain itu, popularitas NFT juga kemungkinan masih akan terus naik."

Medora percaya, naiknya popularitas NFT dan metaverse di tahun ini akan mendorong pertumbuhan bursa crypto. "Sejak lama, bursa crypto telah menjadi gerbang bagi ekonomi digital. Semakin banyak orang yang masuk ke dalam ekonomi digital, semakin banyak pula orang yang membutuhkan akses  ke fitur-fitur yang bisa diberikan oleh bursa crypto," katanya.

Calon investor juga sebaiknya mencari tahu tentang bursa crypto terpercaya. | Sumber: Investopedia

Selain itu, Medora memperkirakan, tahun ini, akan ada semakin banyak lembaga yang mencoba untuk masuk ke crypto. "Sekarang, pemerintah dari berbagai negara terus memperhatikan perkembangan crypto. Kami harap, dalam satu tahun ke depan, kita akan mulai melihat adanya regulasi matang yang akan menguntungkan industri dan juga para investor," ujarnya.

Dari laporan Gemini, juga diketahui bahwa 40% pemilik crypto di Singapura merupakan perempuan. Angka ini lebih tinggi dari persentase pemilik crypto perempuan di negara-negara Barat. Misalnya, di Amerika Serikat, persentase pemilik crypto perempuan hanya 32% dan di Inggris hanya 35%. Medora menganggap, hal ini menjadi bukti bahwa cryptocurrency bukanlah industri khusus laki-laki. Dia menambahkan, di Indonesia, jumlah pemilik crypto perempuan bahkan lebih banyak dari pemilik laki-laki.

"Di era modern seperti sekarang, semakin banyak orang yang memahami teknologi, apalagi dengan adanya smartphone," ujar Medora. "Kemunculan aplikasi mobile crypto juga membuat crypto menjadi lebih mudah diakses oleh semua orang, tidak peduli apa gender mereka."

Sumber header: Pexels