Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan akan mengejar pungutan pajak dari para pelaku usaha perdagangan elektronik (e-commerce) tahun 2020 mendatang. Upaya tersebut dilakukan demi mengamankan target penerimaan negara yang total mencapai Rp2.221,5 triliun. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Pembukaan Masa Sidang 1 2019-2020 beberapa waktu lalu.
“Pemerintah akan menempuh kebijakan penyetaraan playing field bagi pelaku usaha konvensional maupun e-commerce untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan di era digital,” ujar Jokowi.
Ia menerangkan bahwa penghimpunan pajak ini perlu dilakukan mengingat selama ini para pelaku e-commerce, khususnya yang melalui social commerce, masih banyak yang belum menyetor pajak kepada negara. Meningkatnya target penerimaan negara sebesar 3,68% (Rp79 triliun) menjadi alasan mengapa pajak e-commerce dikejar.
Selanjutnya pemerintah juga berupaya untuk melanjutkan reformasi perpajakan. Hal ini hadir dalam bentuk perbaikan administrasi, peningkatan kepatuhan, dan juga penguatan basis data dan sistem informasi perpajakan. Sementara untuk mendukung peningkatan daya saing dan investasi, pemerintah akan memberikan insentif perpajakan melalui beberapa instrumen.
“Yaitu perluasan tax holiday, perubahan tax allowance, insentif investment allowance, insentif super deduction untuk pengembangan kegiatan vokasi dan litbang serta industri padat karya,” ujar Jokowi. “Untuk industri padat karya, memperoleh juga fasilitas pembebasan bea masuk dan subsidi pajak,” sambungnya seperti dikutip dari Kompas.
Kabar mengenai pajak e-commerce beberapa tahun belakangan ini memang rutin menyeruak.Mengejar pajak e-commerce jelas bukan perkara yang sederhana. Kesiapan regulasi mengenai perpajakan kerap menjadi hambatan penerapan aturan. Teknologi yang terus berinovasi tampak meninggalkan aturan dan regulasi di belakang. Untuk kasus pajak e-commerce ini setidaknya pemerintah harus sudah siap, setidaknya soal skenario dan infrastruktur penarikan pajak yang sesuai.