Platform e-commerce memberikan peluang yang lebih besar untuk mengakselerasi bisnis berbasis perdagangan, akselerasinya untuk membawa bisnis ke pangsa pasar global pun dianggap lebih menjanjikan. Hal tersebut yang dipercayai Kementerian Koperasi dan UKM. Pihaknya kini tengah merancang strategi untuk membawa UKM go-digital melalui skema e-commerce. Konsepnya cukup unik, yakni dengan crowdfunding.
Bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) sebagai pengembang platform, Kementerian akan merintis sebuah sistem crowdfunding atau urun dana milik pemerintah untuk mendanai proyek-proyek yang dikembangkan UMKM berbasis perdagangan digital. Saat ini prosesnya tengah dalam pematangan, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo mengaku sedang berkoordinasi dengan para peneliti di perguruan tinggi untuk efektivitas pengembangannya.
“Tujuan pendirian platform tersebut adalah untuk meminimalkan cost (bunga) yang akan muncul apabila sebuah platform crowdfunding dimiliki oleh swasta,” ujar Braman.
Inisiatif ini dilakukan bersama dengan dirilisnya paket Paket Kebijakan Ekonomi XIV yang membahas detail seputar roadmap e-commerce, termasuk pada bagian investasi. Penyiapan sistem tersebut (crowdfunding) disampaikan Braman sudah masuk pada perencanaan anggaran kementeriannya di tahun 2017. Sedangkan konsep kebijakannya akan dibahas dalam fokus grup diskusi dan akan dibicarakan dalam waktu dekat dengan pemangku kepentingan meliputi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Kemenkominfo, dan instansi terkait.
“Hal itu dilakukan mengingat sasaran dari Paket Kebijakan XIV tentang e-commerce lebih utama untuk mencarikan pembiayaan murah bagi startup capital, menciptakan iklim usaha yang mendukung dari sisi pajak, perlindungan konsumen, pendidikan, logistik, dan infrastruktur,” ungkap Braman.
Crowdfunding sedang tahap pematangan aturan oleh OJK dan BEKRAF
Skema penggalangan dana untuk bisnis UKMKM sendiri saat ini masih masuk ke dalam agenda OJK dan BEKRAF untuk mematangkan. Selama ini sistem tersebut dinilai belum memiliki kejelasan dalam hal legalitas, OJK belum memiliki aturan spesifik terkait dengan hal tersebut. Menurut OJK aturan tersebut menjadi krusial, karena taruhannya adalah perlindungan konsumen.
“Jika aturan dikeluarkan nanti kami akan diutamakan perlindungan konsumen, yaitu baik pemberi pinjaman maupun yang mendapat pinjaman,” ungkap Peneliti Eksekutif Senior dari Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis OJK Hendrikus Passagi di awal tahun saat isu regulasi crowdfunding mulai mengudara.
Bagi OJK ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sistem crowdfunding. Pertama ialah adanya hak pemberi pinjaman untuk mengakses data peminjam. Kemudian transparansi pelaku usaha dalam memberikan rincian data pribadinya. Dan yang ketiga platform harus menjembatani proses itu semua, baik dari sisi peminjam ataupun pemberi pinjaman, sehingga mudah mengetahui prosesnya.