Meski tak seramai sektor fintech atau e-commerce, startup di bidang agritech (agro-technology) secara perlahan terus memperkuat eksistensinya di lanskap startup global. Baru-baru ini startup bentukan salah seorang profesor Teknik Kimia University of California bernama Crop Enhancement banyak disorot pasca pendapatan pendanaan Seri B sebesar $ 8,5 juta.
Agritech yang didirikan David Soane ini berencana akan meluncurkan produknya di Indonesia, Tiongkok, Malaysia dan Taiwan. Dengan pengalamannya sebagai seorang serial entrepreneur dan akademisi, produk Crop Enhancement diyakini akan berdampak pada sektor agro di wilayah tersebut.
Crop Enhancement akan menghadirkan sebuah solusi bagi dunia pertanian dalam mengurangi infeksi hama atau penyakit tanaman dan mengurangi penggunaan pestisida dengan menghadirkan produk kimia yang lebih bersahabat. Tak hanya itu, dalam penyemaian, produk tersebut dikemas dengan pendekatan berbasis teknologi. Penerapan teknologi lebih kepada penggantian alat semprot tradisional dengan sistem yang lebih otomatis. Pendekatan ini dinilai akan banyak memberikan efisiensi dalam penyebaran zat pelindung tersebut.
Tantangan startup agritech mengubah kultur pertanian
Bisnis pertanian menjadi salah satu yang masih kurang ter-disrupt dalam hype startup saat ini, terutama yang bersentuhan langsung dengan sistem produksi yang ada di dalamnya. Tantangannya cukup unik. Contohnya saat melihat dalam cakupan pertanian di Indonesia, proses tradisional masih menjadi panutan. Tantangannya juga pada sulitnya mengubah kultur tersebut.
Sederhananya ketika harus menggantikan dari membajak sawah dengan kerbau menuju traktor saja membutuhkan proses yang cukup lama, maka terbayang jelas bagaimana jika sistem komputasi (misalnya berbasis Internet of Things) diimplementasikan. Edukasi kepada pengguna menjadi hal rumit yang harus dihadapi secara rumit.
Beberapa startup memilih menjangkau kepada sistem yang lebih sederhana, misalnya bagaimana menjembatani antara petani dengan calon pembeli melalui portal online, atau menyajikan kanal penghubung antara petani dengan investor. Beberapa startup, termasuk di Indonesia, memang sudah mencoba masuk ke sistem produksi, namun alat yang mereka kembangkan umumnya masih digunakan oleh kalangan terbatas saja. Bahkan banyak yang baru tahap pengujian.
Sektor pertanian, kendati di beberapa negara seperti Indonesia masih terbilang kurang “mewah”, diyakini ke depan akan semakin besar. Simpelnya makanan adalah kebutuhan pokok, dan semua orang membutuhkan komoditas tersebut. Sesederhana itu potensi yang akan menumbuhkan agtech. Cepat atau lambat solusi modern untuk bisnis pertanian akan kian dicari, atau bahkan digemari. Itu hanya masalah waktu, dan mungkin membutuhkan panutan untuk berlari.