Tingkat partisipasi perempuan di dunia teknologi yang rendah masih menjadi isu di Indonesia. Meski banyak perusahaan teknologi yang tergolong sebagai startup berisi kalangan milenial yang melek teknologi dan terbilang memiliki kultur modern.
Diskusi panel “She Loves Tech” yang diadakan Cocowork pekan lalu (4/8), menghadirkan Co-Founder Impact Hub at Coworkinc Cynthia Hasan dan Chief Business Development Binar Academy Dheta Aisyah. Mereka saling berbagi tips untuk memulai karier di dunia teknologi dan kondisi terkininya.
Dheta Aisyah bercerita, ketimpangan peserta perempuan untuk kelas engineer di Binar Academy juga terjadi cukup tajam. Dari total peserta, peserta perempuan hanya sekitar 10%-15%. Masih banyak yang menganggap pekerjaan sebagai engineer terasosiasi dengan dunia khusus laki-laki karena erat kaitannya dengan unsur logika.
Padahal, menurutnya, hal tersebut juga berlaku untuk perempuan. Justru karena harus berpikir logis, perempuan punya naluri yang sangat baik untuk menyelesaikan masalah dan akan sangat berguna dalam coding.
“Di Binar Academy, salah satu lulusan terbaiknya justru dari perempuan. Ini menunjukkan bahwa perempuan punya insting yang baik untuk menyelesaikan masalah dan diterapkan saat coding,” ujar Dheta.
Cynthia mencontohkan, Alibaba sebagai perusahaan teknologi raksasa dari Tiongkok memiliki 49% karyawan perempuan dari total karyawannya. Menurut Jack Ma, saat menyaring karyawan yang masuk dirinya hanya melihat apakah setiap calon karyawan mampu melakukan suatu pekerjaan atau tidak, tanpa melihat status gender mereka.
“Pada dasarnya kembali ke diri masing-masing, apakah perempuan itu mampu berkecimpung di dunia teknologi. Enggak ada korelasinya sama sekali dunia teknologi itu isinya harus laki-laki semua.”
Untuk perempuan yang ingin memulai karirnya di dunia teknologi, Cynthia menekankan pada pentingnya mencari sosok mentor. Berikutnya belajar sebanyak-banyak dari mereka, mempraktikkan dalam kehidupan nyata. Bila gagal, ulang lagi dari awal dan begitu seterusnya.
“Usia 20-30 tahun adalah waktu untuk belajar dan buat kesalahan sebanyak-banyaknya. Lalu ketika sudah di usia 40 tahun harus sudah tahu apa yang bisa dilakukan menuju langkah sukses. Saat usia 50 tahun ke atas, saatnya give back dan jadi mentor untuk orang lain. Mentorship itu penting dalam perjalanan hidup seseorang.”
Selain itu, Cynthia juga menekankan kepada para perempuan untuk jadi pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri. Apabila bukan tipe yang cocok untuk memimpin orang lain, tidak ada keharusan bagi perempuan untuk jadi sosok leader karena ini tidak bisa dipaksa.
“Bisa cari orang lain yang bisa gantikan kamu untuk jadi leader. Tidak apa-apa kalau memang bukan tipe yang ada di depan. Intinya harus jujur untuk mengakui kesalahan, karena semuanya bisa diperbaiki,” tutup Cynthia.
Riset iPrice tentang manajemen perusahaan e-commerce Indonesia
Kondisi yang dijabarkan Dheta dan Cynthia terpampang jelas dari hasil studi teranyar iPrice yang menganalisis soal partisipasi kedua gender di jajaran manajemen perusahaan e-commerce Indonesia. iPrice menghitung peranan laki-laki dan perempuan di tiga posisi manajemen teratas yakni Founder/Presiden Direktur, Direktur, dan Kepala Divisi/Manager.
Secara keseluruhan, partisipasi perempuan di posisi manajemen perusahaan e-commerce hanya sebesar 31%, sementara laki-laki 69%. Bila dilihat dari posisi manajerial, hanya 21% perempuan yang menduduki posisi Presiden Direktur, 21% posisi Direktur, dan 36% posisi Kepala Divisi/Manager.
Temuan ini menunjukkan kemiripan dengan riset berskala global. Bank Data Dunia menunjukkan pada posisi entry-level professional, perempuan sudah berada di angka 47%. Namun angka tersebut terus mengerucut untuk posisi manajemen tingkat menengah dan tingkat tinggi.
Pada manajemen tingkat menengah, perempuan hanya mencakup 20%, sedangkan pada manajemen tingkat tinggi hanya 5% yang menduduki posisi CEO dan 5% untuk posisi board members.
Lebih jauh, dari temuan iPrice, partisipasi perempuan di posisi manajemen perusahaan e-commerce Indonesia paling rendah se-Asia Tenggara. Filipina menjadi negara yang memiliki partisipasi perempuan di posisi manajemen tertinggi, yakni 55%, diikuti Malaysia (42%), Thailand (40%), Vietnam (37%), dan Singapura (34%).
Dari indeks World Economics Forum, Indonesia berada di posisi ke-10 dalam Indeks Kesenjangan Gender. Artinya Indonesia masih tertinggal dibanding negara berkembang lain seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand dalam kesetaraan gender. Rapor merah ini disebabkan oleh kecilnya partisipasi perempuan di lapangan kerja untuk posisi senior dan manajerial.
Fakta ini semestinya menjadi cukup sorotan, pasalnya berdasarkan studi dari Peterson Institute di tahun 2016 melakukan riset terhadap 21.980 perusahaan di 91 negara. Hasilnya adalah banyaknya kepemimpinan perempuan di manajemen perusahaan menghasilkan kenaikan profit tahunan 2,7% lebih tinggi dibanding mereka yang tidak.
Sektor e-commerce menjadi industri online yang berkembang sangat pesat di Indonesia. Survei Snapcart pada Januari 2018 lalu menunjukkan mayoritas konsumen belanja online adalah perempuan dengan jumlah mencapai 65%. Perempuan menjadi target konsumen yang paling potensial, namun posisi manajerial yang mengambil keputusan penting dalam strategi bisnis e-commerce masih didominasi laki-laki.