Di kehidupan modern ini, data sudah menjadi bagian penting dari kegiatan hidup manusia sehari-hari. Mulai dari telepon, kartu kredit, komputer hingga dunia bisnis, data mengalir begitu cepat, dan kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa banyak keuntungan dan banyak hal yang bisa dilakukan dengan data.
Buat para praktisi bisnis digital, istilah big data sudah tidak asing lagi. Sebenarnya, apa itu big data? Ini adalah istilah populer yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan eksponensial dan ketersediaan data, baik terstruktur dan tidak terstruktur. Keberadaan data tentu sangat penting untuk bisnis internet. Alasannya, data yang besar membuat analisis manjadi lebih akurat. Selain itu, aspek yang penting dari konsep big data ini adalah bukan dari jumlah data yang luar biasa besar, tetapi bagaimana memperlakukan data itu sendiri, baik dalam mengolah, serta memanfaatkan data itu untuk menghasilkan sesuatu yang menguntungkan.
Analisis yang akurat akan berdampak kepada pengambilan keputusan yang tepat guna agar mampu menghasilkan efisiensi operasional yang lebih besar, serta hal lainnya seperti pengurangan biaya dan risiko. Misalnya, pengecer memiliki data yang lebih rinci dari kehidupan kita daripada kita sendiri. Mereka punya data tentang hal-hal yang kita sukai, preferensi pribadi dan lain-lain, sehingga mereka tahu bagaimana menyajikan produk dan layanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan.
Pentingnya menangani big data dengan baik nyatanya disadari betul oleh Benni Adham, Co-Founder dan Chief Software Architect i-811, yang kemudian mendirikan Paques (Parallel Query System). Paques diklaim sebagai produk big data tools pertama di Indonesia, dan bahkan Asia, yang mampu menganalisa big data secara cepat dan efisien dengan menggunakan metode paralelisasi. Penggunaan parelelisasi akan menciptakan teknologi yang dapat lebih diandalkan secara real time. Jika salah satu server terganggu, aplikasi tetap bisa beroperasi dengan dukungan server lain yang dihubungkan.
Benni sempat menceritakan kepada DailySocial bahwa Paques lahir dari motivasi untuk membangun software yang dapat mengolah data yang besar dan tidak tabular seperti database.
“Hal ini didorong oleh kebutuhan dan kesulitan yang selalu muncul selama karier saya. Karena itu saya menetapkan tujuan untuk membangun software dengan kemampuan tersebut ditambah dengan kemampuan untuk melakukan distributed parallel processing yang mudah digunakan,”urai Benni.
Proses pembuatannya menurut Benni dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama memakan waktu sekitar enam bulan. Tahap pertama adalah tahap mempelajari dan membuktikan konsep-konsep yang sudah ada dalam modul-modul yang kecil, guna memastikan bahwa semuanya dapat diintegrasikan. Tahap pertama ini memakan waktu sekitar enam bulan. Kemudian, tahap kedua adalah tahap pembangunan core engine dari Paques. Untuk yang terakhir hanya memakan waktu tiga bulan.
Namun setelah semuanya selesai Paques tidak langsung dipasarkan, PT Delapan Sebelas membutuhkan waktu enam bulan untuk menyiapkan demo, dan infrastruktur pendukung lainnya untuk kewajiban after sales dan support, serta channel distribution.
“Kami menyadari bahwa kami pemain kecil di industri yang akan dikuasai oleh big player namun belum ada standar atau de facto yang mendominasi persepsi pasar. Karena itu, kami mengawali tahun ini sebagai tahun awareness,” paparnya.
“Model bisnis kami lebih fokus ke arah kemitraan dan channel distribution. Kami menyadari terlalu mahal untuk membangun distribution channel tanpa kemitraan. Karena itu kami sangat aktif dan terbuka untuk bekerja sama dengan mitra yang akan menjadi ujung tombak penjualan kami. Untuk itu dalam satu tahu ke depan Paques menargetkan market coverage dan partnership,” jelasnya panjang lebar.
Benni melanjutkan, saat ini Paques sedang gencar melakukan demo dan trial dengan mitra dan calon pengguna. Meski optimist bisa meraih hasil positif, Benni menyatakan masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah masih kurangnya pemahaman terhadap big data.
“Pelaku bisnis pun telah banyak melakukan investasi untuk infrastruktur sehingga menimbulkan keraguan untuk investasi di big data. Belum lagi persepsi yang masih menganggap software high tech hanya datang dari luar negeri. Tantangan terakhir, adalah kebiasaan dunia bisnis yang mengacu ke referensi dari luar seperti Gartner Magic-Quadrant sehingga menyulitkan produsen software lokal.”
[Ilustrasi foto: Shutterstock]