Oyo memboyong vertikal bisnis yang bergerak di hunian jangka panjang atau indekos ke Indonesia dengan brand “Oyo Life.” Indonesia adalah negara ketiga yang disambangi Oyo Life, setelah India dan Jepang.
Country Head for Emerging Business Oyo Indonesia Eko Bramantyo menjelaskan, pasar indekos di Indonesia terus bergeliat, didorong oleh permintaan yang tinggi dan potensi pengembangan rantai bisnis yang besar termasuk katering, laundry, housekeeping, dan lain-lain.
Di Asia, pemanfaatan co-living space menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gaya hidup milenial. Studi yang ia kutip menunjukkan bahwa 70 juta orang Asia memilih tinggal di kos, dengan total sepertiganya ada di Indonesia (estimasi 23 juta jiwa).
Data Property Affordability Sentiment Index H1 2019 menunjukkan kenaikan harga rumah menjadi salah satu alasan utama orang Indonesia tidak terburu-buru membeli rumah. Makanya sebagian besar yang baru memulai karier cenderung memilih tinggal di kos sampai mendapat tempat tinggal permanen.
“Keputusan kami untuk bawa Oyo Life ke Indonesia, salah satunya karena permintaan para mitra properti kami yang mendorong Oyo untuk ikut mengelola properti ke segmen kos. Melihat dari pencapaian kami dalam kurang dari setahun, kami percaya ini adalah saat yang tepat,” terang dia, Rabu (9/10).
Perlu ditekankan ekspansi Oyo ke indekos ini adalah bagian dari investasi $300 juta (setara 4,2 triliun Rupiah) di Indonesia yang telah diumumkan sebulan lalu.
Status Oyo kini resmi menyandang sebagai decacorn (valuasi di atas $10 miliar), setelah mengantongi pendanaan dari CEO-nya sendiri Ritesh Agarwal, SoftBank, dan investor lainnya sebesar $1,5 miliar (sekitar Rp21 triliun).
Di global, Oyo Life baru hadir di tiga negara dan diklaim mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat dalam kurang dari setahun terakhir. Sejak beroperasi di India pada Oktober 2018, Oyo Life telah mengakuisisi lebih dari 500 gedung, menyediakan 30 ribu kasur, dan tiap bulannya menambah 5 ribu kasur baru.
Sementara di Jepang baru diresmikan pada April 2019, telah mengakuisisi 1000 kunci tersebar di 20 titik sekitar Tokyo. Pada peluncurannya di Indonesia, Eko menyebut pihaknya hadir di delapan kota dengan 2500 kamar. Lokasinya di Jakarta, Bekasi, Bogor, Padang, Solo, Yogyakarta, dan Surabaya. Diklaim tingkat okupansinya berada di angka 80% dalam 30 hari.
Tidak tanggung-tanggung, dia menargetkan sampai akhir tahun Oyo Life dapat memiliki 10 ribu kamar di 10 kota utama di Indonesia yang memiliki populasi profesional muda dan mahasiswa yang tinggi sebagai konsumen utamanya. Di 10 kota ini, punya potensi 2 juta kamar kos yang bisa diakuisisi.
Model bisnis Oyo Life
Meski berangkat dari luar negeri, Oyo tidak semata-mata langsung copy paste model bisnis Oyo Life ke Indonesia. Ada perbedaan yang menonjol dari gaya hidup penghuni kos di luar negeri, yang akhirnya disesuaikan dengan kebiasaan orang Indonesia.
Di antaranya adalah konsep kunci, berapa banyak kunci yang bisa disewakan. Ini adalah hitungan untuk memperlihatkan pencapaian bisnis Oyo Life. Lantaran, di luar negeri itu, berbagi kamar (sharing room) dengan orang asing adalah hal yang normal.
“Beda dengan Indonesia, di sini tidak terbiasa dengan sharing room. Makanya kami pakai istilah kamar, bukan kunci karena orang Indonesia suka privasi.”
Berikutnya adalah kebiasaan untuk berinteraksi satu sama lain. Di luar negeri tidak ada itu karena masyarakatnya lebih individualis. Makanya di sini Oyo menyediakan kegiatan berbasis komunitas untuk saling engage satu sama lain antar penghuni.
Bila tertarik asetnya dikelola Oyo, persyaratan umumnya memiliki properti dengan langit-langit yang tinggi, ruangan yang cukup luas, dan minimal memiliki 10-15 kamar di dalam satu gedung.
“Nanti ada tim QC di lapangan yang akan memeriksa, lalu ada paperwork untuk perjanjiannya. Setelah setuju, tim kami yang akan renovasi properti, kami berinvestasi di situ, kurang lebih dua minggu selesai.”
Tidak hanya pugar properti, staf dari mitra properti akan dilatih secara rutin agar bisa memberi pelayanan yang terstandar hotel.
Dari segi teknologi dan layanan yang disediakan Oyo Life untuk para mitra properti, tidak ada perbedaan yang mencolok dengan Oyo Rooms. Mitra properti disediakan aplikasi yang dapat memantau seluruh proses bisnisnya dari jarak jauh. Nilai lebih inilah yang diklaim membedakan Oyo Life dengan kompetitornya.
“Layanan Oyo itu tergolong full stack dari hulu ke hilir, setelah aset dipugar kami pula yang akan memasarkan, mengelola operasional, hingga pembayaran, pemilik tidak perlu mengurusnya lagi.”
Eko enggan mengungkap bagaimana persentase pembagian hasil antara pemilik properti dengan Oyo karena rentangnya cukup bervariasi. Namun penentuan harga dilihat dari kisaran lokasi kos di sekitarnya, harga sewa di Oyo Life mulai dari Rp1,5 juta sampai Rp4,5 juta per bulannya.
Fasilitas yang disediakan mulai dari koneksi internet, pendingin ruangan, televisi, jasa housekeeping, kamera CCTV, dan layanan 24 jam. Apabila ada keluhan, penghuni cukup menghubungi tim Oyo Support tanpa biaya tambahan dari harga sewa bulanan.
“Kalau mau extend kos cukup fleksibel. Opsi pembayarannya juga bervariasi. Kalau ada yang telat bayar, tentu ada approach yang kami lakukan langsung dari Oyo, bukan dari pemilik kosnya.”
Eko mengungkap Oyo Life bakal tersedia sebagai aplikasi terpisah dari Oyo Rooms. Rencananya dalam waktu dekat akan meluncur. Sementara ini bisa diakses melalui situs resminya, dan situs OTA lain yang dimanfaatkan Oyo untuk memasarkan propertinya.
Di Indonesia, Oyo hadir di 100 kota dengan total 35 ribu kamar yang tersebar di lebih dari 1.000 hotel dari Sabang hingga Kupang.
Pemain indekos belakangan ini makin ramai, sebelumnya ada RedDoorz, Mamikos, dan RoomMe.