Di mana para programmer berbakat Indonesia berada? Mengapa tidak ada perusahaan teknologi internasional yang dikuasai oleh orang Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan ini mengindikasikan masalah yang berhubungan dengan kurangnya pengakuan orang TI berbakat dari Indonesia dikancah internasional. Indonesia memang memiliki programmer berbakat tapi hampir semua dari mereka ‘bersembunyi’ di negara ini. Mereka menghindar dari sorotan.
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa. Mengapa mereka ‘bersembunyi’? Mengapa mereka tidak bekerja untuk perusahaan-perusahaan internasional asal Amerika atau yang lainnya?
Memang tidak semua, beberapa dari mereka ada yang bekerja untuk perusahaan internasional, tetapi tidak dalam posisi yang akan bisa menempatkan mereka dalam sorotan. Kebanyakan dari orang Indonesia tidak memegang posisi eksekutif. Saya memiliki teori yang mungkin saja menjadi alasan utama mengapa orang Indonesia tidak begitu dikenal di luar negeri. Artikel ini cukup panjang, jika Anda ingin langsung sampai pada kesimpulan, silahkan menuju tiga paragraf terakhir untuk langsung membaca teori yang saya usulkan.
Setiap kali kita mendengar tentang berita besar di Indonesia selalu tetang perusahaan lokal yang beroperasi lokal pula. Meski ada, namun Indonesia memiliki jangkauan yang sangat sedikit di tempat-tempat seperti Silicon Valley.
Salah satu dari beberapa orang Indonesia yang ada di posisi tersebut adalah Sehat Sutardja, pendiri, presiden dan CEO Marvell Technologies, perusahaan pembuat mikroprosesor yang digunakan di setiap perangkat BlackBerry yang ada di pasar. Dia bahkan memiliki sebuah bangunan dengan namanya di University of California di Berkeley. Tapi, mana yang lain?
Seorang Googler -yang tidak mau disebutkan namanya, baru-baru ini mengatakan bahwa Google (pada waktu itu) tidak melihat Indonesia dengan cara yang sama ketika mereka melihat India, di mana ada banyak bakat yang berpotensi untuk membantu usaha penelitian Google. Menurutnya Indonesia adalah negara konsumen, sehingga rencana untuk negara kita hanya melibatkan aktivitas menjual AdSense dan AdWords.
Saya tidak menyalahkan orang ini karena pandangan itu. Dia mungkin mewakili atau tidak mewakili pandangan Google, namun pendapatnya bisa dipahami. Meskipun sekarang jelas bahwa pandangan Google telah berubah karena kini mereka ingin membangun kantor di negara ini.
Pada umumnya, orang Indonesia tampaknya tidak berusaha untuk mengambil kesempatan mengubah dunia, untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru, dan untuk meninggalkan keluarga serta teman-teman mereka demi menemukan peluang di luar negeri. Mereka yang pergi ke luar negeri pada akhirnya cenderung kembali ke negara asal, bukan menetap.
Sebagai gambaran, lihatlah pengajuan hak paten internasional dalam dekade terakhir dan kita dapat melihat berapa banyak yang berasal dari Indonesia. Tidak lebih dari hitungan jari di tangan. Hal ini memberikan sedikit gambaran bahwa orang Indonesia tidak membuat atau berinovasi. Orang Indonesia mengkonsumsi. Faktor lain adalah kurangnya penelitian yang dipublikasikan oleh orang Indonesia atau perusahaan Indonesia tentang pasar.
Sebagai media, cukup mudah untuk merasa frustasi ketika mengetahui kurangnya penelitian independen di sektor teknologi informasi telekomunikasi indonesia yang dipublikasikan. Memang hal ini telah membaik namun prosesnya tidak cukup cepat.
Dalam menemukan bakat TI orang Indonesia, cukup mengejutkan bahwa banyak programmer yang tidak peduli atas hal yang berhubungan dengan proses berinovasi. Kebanyakan hanya menggunakan atau memodifikasi teknologi yang sudah ada untuk mengerjakan proyek-proyek mereka.
Kontributor dari Indonesia sangat sedikit untuk memajukan teknologi berbasis open source. Kondisi yang ada adalah dorongan kuat untuk menggunakan teknologi open source tapi hampir tidak ada yang memberikan kontribusi kembali dan mengirimkan kode mereka ke masing-masing proyek open source.
Orang Indonesia di dunia teknologi tidak terlihat, semua orang terlalu menyebar atau ‘bersembunyi’. Sebagian besar perusahaan terlalu sibuk untuk menggali dan menemukan bakat orang Indonesia sehingga masing-masing orang Indonesia perlu berusaha sendiri dan memperlihatkan diri. Mereka yang telah disewa secara internasional mungkin harus mencoba dan membawa juga teman-teman mereka dan mengajak mereka untuk bermigrasi.
Novistiar dari Founder Institute Jakarta mengatakan bahwa, “di semua bidang di universitas dulu juga orang Indonesia sebenarnya pintar, tapi diam di kelas, kalah sama orang Amrik yang ngomong terus.”
Tentu saja, banyak bicara tidak selalu berarti mereka lebih cerdas tetapi mereka akhirnya mendapatkan perhatian dan mereka yang mendapatkan perhatian akan mendapatkan pekerjaan. Tidak ada yang tahu seberapa baik Anda sampai Anda menunjukkannya kepada mereka.
Masalah dengan banyak orang Indonesia, dan inilah teori saya yang saya sebut di atas, adalah bahwa orang Indonesia menetap di luar negeri dan karenanya sangat sedikit yang mendapatkan perhatian. Orang-orang Cina dan India bermigrasi dalam jumlah besar ke sebanyak mungkin negara sedangkan orang Indonesia memilih pulang setelah studi mereka dan ya, saya juga salah satu contohnya, saya juga setelah 11 tahun di luar negeri, akhirnya pulang ke Indonesia. Tetapi dalam kasus saya, hal ini tidak sepenuhnya karena pilihan karena saya izin tinggal saya tidak dapat diperpanjang.
Saya pikir masalah mengapa sebagian besar orang Indonesia yang pergi ke luar negeri cenderung untuk kembali adalah kekurangan yang cukup besar atas makanan asli Indonesia. Indonesia bangga akan makanan mereka, terutama Nasi Padang dan makanan pinggir jalan lainnya, dan ini adalah alasan mengapa tidak banyak dari mereka yang beredar di luar negeri.
Di mana pun Anda pergi di planet ini Anda hampir selalu menemukan makanan Cina atau India, tapi lain halnya dengan makanan asal Indonesia. Mereka yang sudah berada di luar negeri mengatakan bahwa harga rempah-rempah dan bahan lainnya cukup mahal. Nah, pertanyaan berikut adalah, mengapa tidak menempatkan lebih banyak koki dan chef asal Indonesia ke tempat-tempat seperti Silicon Valley serta membuka lebih banyak restoran Indonesia?
Mungkin sulit untuk mereplikasi pengalaman makan jajanan pinggir jalan layaknya di Indonesia, tetapi membuat makanan asal Indonesia itu sendiri seharusnya tidak terlalu sulit. Ide saya adalah, tempatkan sebanyak mungkin Nasi Padang di luar sana, maka orang Indonesia akan menetap di luar negeri dan akhirnya mendapatkan perhatian.
[Foto oleh Wynnie di Flickr, digunakan di bawah lisensi Creative Commons]
Hahaha bisa nyambung juga programmer ke makanan padang. Btw, bukannya makanan India itu rasanya mirip-mirip dengan makanan padang ya?
Mas, pesen nasi padang atu. Ga pake sayur ya. 🙂
Oke, kembali ke topik. Intinya, banyak kan yang berbakat positif di Indonesia? Tapi masalahnya, mereka tertimbun dengan banyaknya orang Indonesia yang negatif. Yah, Anda tau lah. Saya merasakan kok.
menurut saya sebenarnya masalah utama adalah ketakutan untuk berinovasi karena takut tidak diterima pasar. memang tidak mudah untuk buat product dan diterima pasar. product saya sendiri sudah masuk tahun kedua dan release ketiga tetapi masih belum terlalu terdengar di pasar.
Saya sangat tidak setuju dengan artikel ini.
Tidak ada hubungannya antara banyaknya orang Indonesia di luar negeri dengan seberapa hebatnya programer indonesia.
Kemaren saya ikut konferensi BlankOn (distro linux indonesia).
Saya miris mendengar anak BlankOn bilang “Kalo sudah kuliah dan mendapat mata kuliah Sistem Operasi, itu sudah cukup.”
Menurut saya itu gila…
Lebih banyak programer tetap di dalam negeri itu lebih bagus.
Rasanya tempat tidak menjadi masalah di dunia NET.
Tambo cie
Terlepas dari kesimpulan akhir, saya setuju dengan yang banyak bicara yang menjadi perhatian dan akhirnya mendapatkan pekerjaan, meski sebetulnya belum tentu pintar.
Yang saya tahu itu tipikal orang India. Setiap ada tawaran pekerjaan, mereka bilang ‘Bisa’ dulu, yang penting dapat job, soal bisa enggak-nya belakangan. Seperti halnya di bidang Programming atau Tech-related, di bidang Internet Marketing pun, dominasi Marketer India (dibanding negara Asia lainnya) terlihat sekali di banyak forum IM atau situs outsourcing service.
Padahal banyak Internet Marketer orang Indonesia yang kemampuannya lebih dari memadai namun kurang berani ‘bicara’.
jadi karena satu orang programmer mengatakan hal seperti itu anda langsung berkesimpulan bahwa programmer2 di indonesia jelek? terlalu menggeneralisir
bukan makanan india menggunakan banyak rempah rempah juga? 🙂