Kamera sinema macam bikinan RED pada dasarnya sudah bisa dianggap sebagai sebuah komputer mini yang kebetulan memiliki sensor dan bisa dipasangi lensa. Namun yang namanya komputer semestinya dapat diprogram sesuai kebutuhan, dan kamera-kamera RED rupanya tidak demikian.
Kalau yang dicari adalah keleluasaan memprogram suatu kamera sesuai keperluan, mungkin inisiatif dari perusahaan bernama Octopus Cinema ini bisa menarik perhatian. Mereka baru saja menyingkap Octopus Camera, sebuah kamera sinema yang bersifat modular seperti besutan RED, tapi yang juga bersifat open-source, mudah di-upgrade dan mudah diprogram.
Saat ini Octopus Camera masih dalam tahap pengembangan awal, akan tetapi pengembangnya tidak segan membeberkan detail-detail seputar kapabilitasnya. Rahasia utamanya terletak pada penggunaan mainboard mini Intel NUC, lengkap beserta prosesor 8-core Intel i7-8650U dan RAM DDR4 16 GB atau 32 GB, yang dikawinkan dengan sistem operasi berbasis Linux.
Kombinasi ini secara langsung mengubah statusnya menjadi sebuah open platform, dan di sini Octopus juga menyediakan SDK (software development kit) guna memaksimalkan kinerjanya, menyesuaikan dengan berbagai skenario yang ada. Inilah yang saya maksud dengan kemudahan untuk memprogramnya sesuai kebutuhan.
Salah satu contoh yang diberikan adalah penggunaan Octopus Camera untuk keperluan menambahkan special effect pada suatu adegan film. Berkat sifat terbukanya, kamera ini bisa dijejali dengan proyek AR berbasis Unity3D yang mengemas sejumlah aset CG (computer graphics), dan ini dapat dipakai untuk ‘menembakkan’ special effect langsung di atas komposisi secara real-time tanpa bantuan hardware tambahan.
Kalau memang performanya sudah dirasa berkurang, mainboard beserta prosesornya ini juga bisa dilepas dan diganti dengan yang lebih baru. Namun sifat modularnya belum berhenti sampai di situ saja; sensornya pun juga dapat dilepas-pasang dari sasis aluminiumnya yang berwujud kubus, dengan panjang tiap sisi 110 mm dan bobot sekitar 900 gram.
Untuk sekarang, pengembangnya sedang mengerjakan dua versi Octopus Camera yang berbeda. Satu akan dibekali sensor full-frame beresolusi 5K, sedangkan satunya dengan sensor Four Thirds beresolusi 4K. Kedua versi ini sama-sama sanggup merekam video lossless 12-bit RAW dalam resolusi 4K 30 fps.
Namun jika tidak membutuhkan format lossless, resolusi dan frame rate-nya jelas bisa ditingkatkan secara drastis pada kedua versi. Untuk merekam video 10-bit HEVC misalnya, versi 5K-nya dapat merekam dengan frame rate maksimum 48 fps, sedangkan versi 4K-nya dengan frame rate 70 fps.
Dua versi tersebut barulah versi mainstream, sebab Octopus juga merancang kamera ini agar bisa mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan yang sangat niche. Contohnya adalah dukungan terhadap sensor monokrom, atau yang mendukung global shutter, dan masih banyak lagi.
Berhubung Octopus Camera saat ini masih berupa prototipe awal, pengembangnya belum bisa memberikan estimasi harga jualnya. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, mereka berharap bisa memasarkan kamera ini mulai musim panas tahun 2020.
Sumber: NewsShooter.