Assassin’s Creed adalah franchise Ubisoft yang bisa dibilang paling ‘disalahgunakan’. Awalnya direncanakan sebagai trilogi, namun publisher asal Prancis ini langsung membuatnya sebagai title tahunan setelah sadar bahwa IP ini terbukti sangat laris.
Sayangnya setelah Assassin’s Creed Brotherhood (sebagai game ketiga mereka), seri ini bisa dibilang minim akan inovasi gameplay yang berarti. Bahkan Assassin’s Creed III yang dibuat sangat ambisius terbukti mengecewakan: Ubisoft mencoba memasukkan segala hal ke dalam game ini sehingga permainan tidak lagi fokus. Ditambah lagi bagian tutorial yang sangat lama, membutuhkan kurang lebih empat jam untuk menyelesaikan prolognya.
Ubisoft mencoba belajar dari hal ini dan memperbaiki ketidaksempurnaan sang pendahulu. Hasilnya, untuk pertama kalinya mereka membubuhkan sub-judul di belakang title utama, kemudian menggarap game ini sebagai game simulasi perompak. Setting ini memang bisa dibilang tidak cocok dengan keseluruhan tema Assassin’s Creed – beberapa orang beropini bahwa mereka tampak memaksakan franchise ini untuk tetap ada, namun untuk pertama kalinya, Black Flag adalah game Assassin’s Creed paling adiktif yang pernah Ubisoft buat.
Atau mungkin itu hanya karena saya cukup menyukai tema bajak laut. Saya heran kenapa Ubisoft tetap menggunakan nama Assassin’s Creed untuk permainan ini dan bukannya menciptakan franchise baru. Setelah kematian protagonis Desmond Miles (akhirnya) di Assassin’s Creed III, Ubisoft Montreal tampaknya terbebas dari beban mental yang selama ini menghantui mereka. Dengan meninggalkan tembok-tembok Itali, Washington dan Jerusalem dan mengajak Anda pertama kalinya dalam seri ini untuk bertualang di perairan Karibia, Black Flag adalah sebuah tanda bahwa sang developer telah keluar dari zona nyaman mereka.
Dalam game ini Anda bermain sebagai Edward Kenway, kakek dari Connor sang tokoh utama Assassin’s Creed 3. Ia adalah seorang bajak laut yang secara tidak sadar mencemplungkan dirinya dalam konflik berdarah antara Assassin dan Templar. Tempar adalah perkumpulan megalomaniak yang ingin menguasai dunia dan Assassin ialah kubu ‘baik hati’ yang berdiri untuk menghalagi mereka – dengan cara yang aneh, yaitu membunuh banyak orang.
Dan untuk pertama kalinya dalam Assassin’s Creed, Ubisoft mengajak Anda untuk fokus ke dunia maritim. Saat pertama kali mendapatkan kapal, Jackdaw, Anda (sebagai Edward tentunya) dipersilakan untuk mengubrak-abrik Karibia. Banyak hal yang bisa Anda lakukan: merompak kapal saudagar kaya, menenggelamkan armada Spanyol yang menyebalkan, berburu harta karun, menyerang pelabuhan musuh, hingga berburu paus biru dan hiu martil raksasa. Detail-detai yang Ubisoft bubuhkan di dalamnya membuat mini-game ‘kecil’ sangat mengasyikkan.
Ambil contohnya berburu hiu. Setelah tiba di zona perburuan, Edward akan mengumpulkan beberapa orang untuk menurunkan skoci dan mulai berburu dengan tombak. Hiu akan menyeret kapal hingga kelelahan dan Anda harus menjaga tali tambang agar tidak cepat putus. Jika putus, hiu tersebut akan menyerang dengan ganas dan nasib awak sekoci kini berada di refleks tangan Anda untuk melemparkan tombak kedua.
Hiu atau paus yang berhasil diburu bukan hanya berguna sebagai trofi, tetapi juga bahan untuk membuat upgrade: kapal, kostum, senjata, kapasitas peluru dan lain-lain. Hal yang sama berlaku pada fauna lain seperti macan tutul, babi liar hingga iguana. Dan pendekatan ini juga membuat saya sadar betapa miripnya Black Flag dengan Far Cry 3, tetapi berbeda dengan game FPS Ubisoft ini, Black Flag lebih tersaji ‘serius’ walaupun masih jauh dari kata realistis.
Realisme sendiri adalah istilah yang suka dilebih-lebihkan, game yang realistis belum tentu mengasyikkan untuk dinikmati dan Ubisoft akhirnya mendapatkan sebuah titik keseimbangan di antara kedua hal ini. Walaupun fokus pada detail-detail petualangan bahari dan pertempuran laut, Ubisoft juga tidak melupakan pertempuran di darat.
Edward, seperti Assassin lainnya, bisa ber-parkour di atas atap bangunan, memanjat menara dan melompat tanpa gemetar dari ketinggian. Kota-kota ‘perompak’ seperti Nassau hingga Havana membuat kombinasi hutan dan area urban lebih terintegrasi, kombinasikan ini dengan pantai yang cantik dan Anda mendapatkan pemandangan paling indah dalam seri Assassin’s Creed. Sekali lagi, game ini mengingatkan kita pada franchise andalan Ubisoft lain, Far Cry.
Ubisoft juga telah merombak beberapa detail teknis yang kurang greget pada pendahulunya. Kini untuk pertama kalinya Anda bisa membidikkan pistol musket secara nyaman dengan mouse (walau tidak terlalu mulus), tidak ada lagi micromanagement saat Anda berjalan dikerumunan, navigasi item dan senjata lebih simpel dan mudah. Anda bisa melakukan crafting ataupun mengulang misi langsung dari menu.
Kemudian harta karun dan item-item collectible lain kini disebar dengan jumlah yang lebih masuk akal. Membuat mereka terasa lebih berharga, tanpa mengurangi tantangan. Salah satu collectible yang manarik adalah shanty. Ia adalah lembaran manuskrip lagu yang akan terbang kabur saat Anda dekati. Jika Anda tidak berhasil mendapatkannya, tenang saja harapan tidak pupus, ia akan muncul lagi ditempat yang sama beberapa saat kemudian. Uniknya, jika Anda berhasil mengumpulkan shanty, kru bajak laut Anda akan mulai menyanyikan lagu-lagu tersebut saat Anda berlayar.
Sekali lagi, detail adalah hal yang membuat Black Flag begitu asik: Kru akan berteriak saat ada kayu apung di sebelah kiri kapal, Edward akan berteriak saat memerintahkan kru untuk mengembangkan layar, atau quartermaster akan berteriak saat kru siap-siap ‘menjarah’ kapal lain. Dan pernahkan Anda membayangkan bertempur di laut di tengah tiga buah badai tornado dan ombak ganas? Black Flag tidak lupa menyajikannya.
Walaupun begitu, Black Flag menyimpan beberapa masalah, dan sebagian besar bersifat teknis. Entah mengapa, frame-rate tersaji kurang stabil bahkan saat game berjalan di mesin yang ‘kencang’ – saat itu saya belum sempat meng-update driver Nvidia terbaru. Beberapa kali game ini juga crash saat bermain di bawah Windows 8, dan saya juga dihadang beberapa kali stuttering.
Dan saya juga masih bingung mengapa Ubisoft tidak melupakan omong kosong Abstergo dan Animus setelah Desmond meninggal. Sekali lagi, Anda bermain sebagai seorang tester game tanpa nama – kini dalam first-person – dan dunia bajak laut yang Anda nikmati ini merupakan dunia ‘digital’ – bahkan game ini sempat menyebutkan bahwa Abstergo Industries (perusahaan fiktif dalam game) bekerjasama dengan Ubisoft untuk membuat Assassin’s Creed III: Liberation.
Jika Anda bisa mengesampingkan omong kosong ‘game di dalam game‘ serta penempatan tema judul Assassin’s Creed yang tampak tidak pada tempatnya, pada dasarnya Black Flag merupakan game yang menyegarkan. Bahkan bisa dibilang bahwa Assassin’s Creed IV Black Flag adalah salah satu game terbaik franchise ini. Setelah lima jam bermain, saya bahkan bisa mencium asinnya garam air laut…
Silakan nikmati video gameplay-nya di bawah ini:
–
(Game ini dijalankan di notebook gaming MSI GT70 dengan spesifikasi 4th generation Intel® Core™ i7 Processor @3.0GHz, kartu grafis Nvidia GeForce GTX 780M, 16GB RAM, penyimpanan Super RAID 2 dengan 3 SSD RAID, teknologi Cooler Boost 2 dan desain NOS ekslusif yang meningkatkan performa GPU hingga 10%. Anda bisa membeli Assassin’s Creed IV Black Flag di Steam dan Uplay seharga mulai dari US$ 49).